Satu.Sembilan

910 105 8
                                    

Rafa melangkah pelan, menelusuri tiap lorong rumah sakit. Keadaan ini sungguh membosankan dan membuatnya tersiksa. Dia terus berfikir dan menyesal karena sudah berapa banyak tawaran iklan yang ditolaknya, hanya karena sakit sialan yang menyiksanya ini.

Ia pun memesan segelas kopi susu panas di kantin rumah sakit, meski minuman itu sebetulnya dilarang untuknya.

Dia duduk dalam kesendirian. Pada akhirnya, dia cuma bisa pasrah dan menerima takdirnya. Mungkin ini adalah hukuman dari Tuhan, atas segala perbuatannya dulu.

Tap.. Tap.. Tap..

Perhatiannya tiba-tiba tertuju pada satu sosok nenek tua yang sedang berjalan menuju ke mejanya.

Lalu nenek tua itu duduk begitu saja. Berhadapan dengannya.

"Sungguh sangat nikmat bukan, menikmati secangkir kopi panas di saat sore yang dingin seperti sekarang ini...?"

Rafa tak memberikan respon. Bahkan tersenyum sedikitpun saja, tak ia lakukan.

"Apa kau percaya dengan yang namanya keajaiban?"

'Geezz..' Barulah kali ini Rafa meresponnya. Dengah seulas senyum sinis dan terkesan seolah meledek. "Keajaiban itu cuma untuk orang-orang dengan otak pendek dan terbelakang.."

Si nenek tua bereaksi dengan dahi berkerut. Namun dia sama sekali tak marah dengan jawaban dari pemuda di hadapannya itu.

"Lalu bagaimana dengannya?"

Rafa balik menatap nenek tua itu dengan tatapan tajam sekali.

"Kau tidak lupa kan, ketika kau dan kedua temanmu itu membawa seorang anak laki-laki kecil ke tepi rawa, dan kau mendorongnya hingga anak laki-laki itu tenggelam dan tak pernah kembali?"

Rafa terhenyak bukan main. Kembali, peristiwa mengerikan itu terlintas dalam ingatannya.

"Dan ternyata, dia kembali tiga hari setelahnya. Tanpa sebuah luka berarti di tubuhnya.."

"D-A-F-A.."

Si nenek tua tersenyum. "Terima kasih karena ternyata kau masih mengingatnya.."

"Nenek --- apa ---"

"Rafa, perlu kau ketahui bahwa keajaiban itu akan selalu ada bagi setiap orang yang percaya akan hal itu. Seperti halnya dia yang percaya dengan segala keajaiban dan mimpinya..."

Mulut Kinno seakan terkunci rapat. Segala bayangan akan sosok itu, memenuhi isi kepalanya.

"Kesempatan itu masih ada, Rafa. Lakukanlah sebelum semuanya terlambat.."

"Nenek tahu dimana dia? Apakah dia saat ini baik-baik saja?"

Raut muka si nenek tua berubah sedih dan lesu. "Saat ini dia tidak sedang dalam keadaan baik-baik. Tapi..."

"Dafa..."

Si nenek tua itu mengeluarkan sebuah kertas yang dilipat menjadi dua bagian dari dalam saku jaket tebalnya.

"Ini..."

"Datanglah dengan atau tanpa mereka. Lihatlah bagaimana kondisinya saat ini --"

"Dafa..."

"Ingatlah Rafa, bahwa tidak akan adalagi pertemuan setelahnya. Jagalah ia baik-baik. Dan jangan pernah kau lukai hati dan perasaannya."

"Nenek..."

Si nenek tua itu bangkit dari duduknya. Menyentuh bahu Kinno dengan raut sulit ditebak.

"Kau harus lihat, keajaiban apa yang akan dibawanya.."

"Nenek..!!"

Si nenek tua berjalan semakin menjauh. "Selamat tinggal, Rafa. Sampaikan salamku untuknya.."

"Nenek...!!"

#####

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang