Tujuh.Lima

710 96 7
                                    

"Assallamualaikum, Bu Nuriyanti. "

Bu Nuriyanti pun menoleh. Matanya membelalak bukan main saat melihat siapa yang mengucapkan salam padanya itu.

"Waalaikumsalam..." Jawabnya dengan penuh suka cita. "Kalian apa kabarnya?" Ia memeluk satu persatu anak-anak didiknya yang telah lulus dan telah sukses dengan bidang dan pekerjaannya masing-masing.

"Eka?!! Masya Allah..., Ibu sampai pangling sekali denganmu." Ucap Bu Fatma sambil terus memandangi remaja berponi yang kini telah menjelma menjadi sesosok wanita berparas cantik dengan rambut ikalnya yang berwarna cokelat gelap. "Kok rambutnya..."

"Tau tuh bu, padahal aku udah bilang kalau dia gak pantes dengan potongan rambut seperti itu.." Tita menjulurkan lidah pada sahabatnya itu.

"Hmmm, Tita --- apa pria tampan ini calon suamimu?" Tanya Bu Nuriyanti dengan tatapan menyelidik.

Pipi Tita bersemu merah. "Cuma teman biasa kok, Bu.."

"Teman kok udah pakai cincin kembaran gitu.." Ledek Julian.

"Hai semua..!! Gimana? Kalian sudah siap dengan pertandingan hari ini?" Tanya Eka pada adik-adik kelasnya.

"Siap lah pastinya." Kinno yang menjawab. "Selama mereka di bawah bimbinganku, pasti mereka akan selalu membawa pulang piala kemenangan itu."

Percaya diri memang boleh saja. Namun, baik Kinno dan para juniornya yang ikut bertanding pada perlombaan memasak tahunan ini ---  mereka terlalu angkuh dan tinggi hati.

Sejak rombongan SMK Ellite Rovario itu tiba di pelataran parkir Stadion Gelora Bung Karno, mereka langsung jadi pusat perhatian siswa dari sekolah lain.

Meski para siswa dari sekolah lain banyak yang menyegani siswa SMK Ellite Rovario, namun tak sedikit pula yang tak suka dengan sikap sombong yang diperlihatkan oleh Kinno dan para juniornya itu

Jalan dengan kepala tegak terangkat. Tak pernah sedikitpun membalas senyum apalagi sapaan ramah dari siswa lain.

Sekalinya menatap, pastilah mereka menatap sinis dan rendah siswa dari sekolah lain.

"Selamat pagi, anak-anak.."

"Nenek Stevie...!!" Eka riang sekali menyambut wanita tua itu. "Aku kangen banget sama Nenek Stevie.." Ujarnya sambil memeluk erat. "Terakhir, kita ketemu di gereja saat perayaan natalan tahun lalu ya, nek..?"

"Dan sekarang, kau sudah banyak sekali berubah, Eka.."

"Hhhaaahhh.." Sheila menghela nafas panjang.

"Kau kenapa?" Tanya Tita.

"Aku tiba-tiba ingat sama Dafa." Perkataan Sheila itu, langsung membuat aura di sekitar mereka berubah drastis. "Aku kok jadi rindu sekali dengannya ya.."

"Sheila..." Eka merangkul sahabatnya itu. "Aku yakin kok, kalau sekarang -- Dafa lagi memperhatikan kita dari atas sana."

"Sepertinya, Nenek dengar ada yang sedang menyebut-nyebut nama cucu Nenek..."

"Nenek Anggita..!!" Eka benar-benar antusias sekali menyambut Anggita Suryatama dan keluarganya itu.

"Kita kok bisa jadi kumpul semua kayak gini ya..?" Celetuk Gabriel sambil terkekeh.

"Iya. Aku juga seperti merasakan sesuatu yang aneh sejak tiba disini.."

"Aneh bagaimana maksudmu, Sheila?" Tanya Tita.

"Aneh aja. Seperti ada sebuah ikatan kuat yang seolah sedang memaksa kita semua untuk bertemu di tempat ini."

"Maaf jika Ibu memotong.." Bu Nuriyanti merangsek ke depan. "Sebelumnya saya ingin minta maaf kepada Ibu Anggita dan Pak Ardiansyah.."

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang