Dua.Lima

756 93 0
                                    

Kini saatnya bagi para juri untuk melakukan tugasnya. Yaitu mencicipi berbagai jenis makanan itu, dan memberikan penilaiannya. Disini, ada tiga aspek yang akan mereka nilai. Yaitu, rasa, penyajian, dan kebersihan.

Untuk apa penyajian sebuah makanan sangat mewah dan bagus sekali, jika tidak ada rasanya sama sekali..?

Namun bagaimana jika penyajian makanan itu sendiri terlihat sangat biasa dan sederhana, namun ternyata menyimpan sebuah kelezatan yang sangat luar biasa..?

"Tenang aja ya, teman-teman. Kita pasti menang kok..." Dafa selalu saja menyemangati dan membesarkan hati teman-temannya itu.

Dikejauhan sana, terlihat kelima juri itu masih berkeliling dari satu meja ke meja lainnya. Dan meja dengan nomer 13 itulah, menjadi meja terakhir yang mereka datangi.

"Menang atau kalah, itu sudah biasa dalam sebuah kompetisi anak-anak.." Ucap Bu Nuriyanti.

Dan ketika para juri itu sedang melakukan penilaian pada meja Dafa dan teman-temannya, dua orang panitia berlarian menuju deretan kursi penonton, dan sepertinya mereka memanggil dua orang dari barisan penonton itu.

"Mereka pasti sedang mengolok-olok makanan buatan kita.." Ucap Tita setengah berbisik.

Dan tak sampai berapa menit, para dewan juri itupun kembali ke tempatnya semula.

"Kok mereka curang sih?!! Kenapa mereka gak mencicipi makanan buatan kita?!!" Dafa kelihatan kesal sekali. Ia merasa tenaga dan jerih payahnya itu sama sekali tak dihargai oleh para juri itu.

Dan ketika hasil perlombaan diumumkan, ternyata yang masih memegang kendali penuh dan keluar menjadi juara pertama, adalah tetap Kinno dan teman-teman satu timnya.

Sementara Dafa dan teman-temannya harus puas dengan tidak membawa hasil apa-apa.

"Tidak apa anak-anak, yang penting kalian kan sudah berusaha.." Kata Bu Nuriyanti membesarkan hati para muridnya itu.

"Hhhahh.." Eka menghela nafas panjang. "Setidaknya kita tidak terlalu buruk kan teman-teman?"

"Benar. Tidak ada yang anak-anak dari sekolah lain yang merendahkan kita, karena ---" Sheila menoleh pada Dafa. Mendapati temannya itu lagi cemberut sambil marah-marah tidak jelas.

"Sudahlah, Fa. Yang terpenting kan kita masuk 10 besar." Kata Gabriel sambil merangkul Dafa.

"Yap! Dan kita semua gak nyangka banget loh, kalau kita bisa masuk posisi 10 besar! Itu artinya kan kita gak jelek dan memalukan.." Tita antusias sekali.

"Aku itu kesel banget sama si nenek tua yang tadi itu! Sombong banget sih dia ya..!? Kayak sendirinya bisa masak aja!"

"Selamat siang, anak-anak.."

Seketika langkah mereka semua terhenti, saat sosok wanita tua dengan rambut ikal dan topi lebarnya itu, berdiri di hadapan mereka dengan beberapa sosok menyertainya.

"Si nenek curang itu lagi rupanya ya..." Tukas Dafa tanpa perasaan takut sedikitpun.

"Dafa, tidak baik berbicara seperti itu." Kata Bu Nuriyanti lemah lembut.

"Sudah ya, aku mau pulang aja capek."

"Jadi, nama kau -- Dafa...?"

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang