Lima.Sembilan

615 76 0
                                    

Mereka berenam kini sedang berdiri di depan sebuah toko kue yang ramainya bukan main. Bahkan ketika mereka sudah berkeliling selama hampir dua jam lamanya untuk mencari kado, dan kembali lagi ke toko kue itu -- toko itu malah semakin dipenuhi sesak oleh para pembeli.

"Kalau dipikir-pikir kok aneh juga ya.." Ujar Tita.

"Aneh gimana?" Julian balik bertanya.

"Kan kita semua ini anak-anak perhotelan. Dan kita udah mengikuti berbagai macam lomba memasak dan membuat kue.."

"Aku paham maksudnya.." Sheila tersenyum.

"Ketemu!!" Kinno berseru.

"Hah?!" Eka sampai melongok.

Kinno langsung menerobos kerumunan orang-orang itu. Dia memanggil seorang pelayan dan menunjuk pada kue tart biru yang ---

"Maaf sekali, Mas. Cake yang ini baru saja dibeli oleh ibu itu.." Kata pelayan lainnya.

Kinno dan kelima remaja itu lantas menoleh pada seorang ibu berpenampilan sederhana dan dua anaknya yang masih kecil itu.

"Mbak, aku beli deh dua kali lipat!" Kinno agak mengeraskan suaranya.

"Tapi, Mas.."

"Tiga kali lipat!"

"Kinno.." Sheila sampai mengingatkan.

"Cake itu ada lumba-lumbanya. Kalian tahu kan kalau Dafa itu suka sekali dengan lumba-lumba?!"

Eka menghela nafas pendek. "Iya juga sih. Tapi kan ibu itu.."

"Sepuluh kali lipat!!"

"Kau sudah gila ya?!!" Julian bahkan sampai terbelalak dibuatnya.

Sheila dan Tita memperhatikan kedua anak perempuan yang kelihatan sedih itu.

"Aku gak mau, mamah. Kan kakak cuma suka sama kue biru itu.."

"Iya, mamah. Bagaimana nanti kalau kakak semakin sedih dan tidak sembuh-sembuh?"

"Kakak pasti bisa mengerti kok. Sekarang, kita belikan saja kue yang lain ya.." jawab wanita itu dengan bijaksana sekali.

Kinno tersenyum puas. Akhirnya ia bisa membawa pulang cake itu, meski dengam harga tidak wajar. Baginya, apapun akan dilakukan demi seseorang yang sangat spesial di dalam hidupnya.

Sementara itu, ibu dan kedua anaknya itu harus puas dengan membawa sebuah cake lain yang harganya tak lebih dari seratus ribu rupiah.

"Halo..."

Ibu dan kedua anaknya itu terkejut saat seseorang menghadang di depan mereka.

"Maaf ya atas kejadian tadi.."

"Kejadian..."

Nata tersenyum. Ia berjongkok di depan kedua bocah perempuan itu. "Jadi, kalian ingin memberikan hadiah untuk kakak kalian yang sedang sakit ya?"

Kedua bocah itu mengangguk kompak.

Dua orang pria berseragam biru muda itu lantas menghampiri Nata.

"Ini untuk kakak kalian."

"Wahh cake lumba-lumba, mamah!!" Anak perempuan dengan rambut lurus hitamnya itu tampak gembira sekali.

"Dan ini, ada kue juga untuk kalian.."

"Ya Allah, Nak kenapa merepotkan sekali? Bagaimana Ibu bisa membayarnya?" Kata si ibu itu dengan mata berkaca-kaca.

"Tidak usah, Bu." Jawab Nata seraya bangkit berdiri kembali.

"Dan ini ada hadiah juga untuk kakak kalian. Ada kartu ucapan yang masih kosong di dalamnya. Nanti, bisa kalian tulis dengan nama kalian."

"Tapi, Nak..."

Nata mengulas senyum. "Sekali lagi, aku mohon maaf atas peristiwa tadi. Dan semoga, pemberianku ini bisa membuat ibu dan ketiga anak ibu tersenyum bahagia."

"Terima kasih ya, Nak. Semoga Allah selalu membalas kebaikanmu."

"Terima kasih ya -- Kak Nata..!!"

Nata mengangguk. "Jangan kapok ya main ke ouletku." Kata Nata seraya melambaikan tangan.

Satu lagi orang yang dibuatnya bisa tersenyum bahagia. Dan ini adalah hal yang paling menyenangkan baginya.

"Kak Nata!! Jadi gak sih mau belanja-belanja?!!" Hassel muncul dengan wajah kesal.

Sejak pagi, bocah itu sudah uring-uringan tidak jelas. Entah karena nilai rapornya yang jelek pada semester ini. Atau karena ancaman maminya yang tidak akan mengajaknya pergi ke Dufan, sebagai bentuk hukuman yang harus diterimanya.

Muncul-muncul Sandra langsung mengalungkan tangannya pada Nata. "Kita pergi berdua aja. Anak nakal itu tidak usah diajak."

"Siapa juga yang mau diajak sama ibu-ibu bergaji kecil!?" Hassel membalas sengit dari sisi lain tubuh Nata. "Weeee...!!"

"Perhatikan mulut kau, Hassel!!"

"Emangnya mami gak inget, dulu mami kan cuma bisa beli sabun colek buat cuci baju! Sampai-sampai Hassel diketawain sama teman-teman karena baju seragam Hassel bau apek!"

"Hassel!!"

"Dasar, ibu-ibu tukang gosip!!" Ujar Hassel sambil berlari cepat sekali.

"Awas kalau sampai kau tertangkap!! Mami jadiin perkedel kau!!"

"Weeee -- coba aja kejar kalau bisa!!! Ibu-ibu yang punya kelebihan lemak di perut sama pipinya!!"

"HASSSEEEELLL...!!"

#####

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang