Tujuh.Sembilan

577 79 0
                                    

"Saya neneknya!! Saya mau bertemu dengan cucu saya!!" Anggita Suryatama terus saja berusaha untuk bisa menerobos penjagaan super ketat di lobi utama rumah sakit.

Namun, sekeras apapun usaha mereka untuk mencoba masuk, tetap saja mereka tak bisa melakukan apa-apa, selain cuma duduk menunggu dengan sebuah rasa sakit dan sedih yang memenuhi hati serta perasaan mereka.

"Kinno!!" Anindita yang baru datang pun tampak masih bingung dan setengah percaya dengan apa yang disampaikan Kinno melalui telepon tadi. "Benar begitu? Benar kalau Dafa..."

Kinno mengangguk pelan. Membuat Anindita jatuh terduduk lemas di sebelahnya.

"Tapi bagaimana mungkin?" Tanya Danu.

Kinno menatap Danu lekat-lekat. "Aku sudah pernah bilang kan, Dad? Tapi tak ada satupun dari kalian yang mempercayaiku..." Sahutnya dengan air mata yang masih saja terus mengalir turun.

"Lakukan sesuatu, Ardiansyah... Lakukan sesuatu..."

Ardiansyah tak mampu menjawab perkataan ibunya itu. Ia hanya bisa menggenggam tangan tua itu, dengan rasa sedih yang menyesakkan dadanya.

"Ya Tuhan, Derrian ---" Stevie Wallerima menatap wajah-wajah sedih di sekitarnya. "Kenapa bisa -- aku melakukan kesalahan yang sama? Kenapa aku tidak menolongnya saat itu?"

"Ibu Stevie..."

Di salah satu sudut rumah sakit, kelima sahabat itu terduduk dengan kepala setengah menunduk. Pikiran mereka berkecamuk. Memikirkan semua hal yang pernah terjadi dalam kehidupan mereka. Dan tentu saja, tidak pernah lepas dari seseorang yang meskipun sudah mereka anggap telah meninggalkan mereka untuk selamanya.

"Jadi, hadiah-hadiah yang kuterima tiap kali natal dan saat ku ulang tahun, semuanya dari Dafa?"

Bayu mengangguk lemah pada Eka. "Kak Nata sudah sangat baik sama Bayu dan nenek, itulah sebabnya Bayu tidak bisa menemui abang secara langsung." Suara Bayu terdengar lirih. "Meskipun Bayu tahu, kalau Abang sudah bisa beli motor baru dan handphone bagus. Dan Kak Nata juga membelikannya untuk Bayu.."

"Maafin Abang ya, Bay..."

Hingga pukul 01.00 dini hari, mereka masih tertahan di lobi utama. Juga beberapa para wartawan yang terlihat masih saja setia menanti, meski entah sampai kapan mereka harus terus terjaga.

"Ibu pulang saja dengan Trinity ya.." Pinta Ardiansyah tak tega melihat wanita tua renta itu masih saja duduk dengan jemarinya yang terus bergerak menggulirkan butiran tasbih. Memuji-Nya.

"Kau meminta Ibu untuk pulang? Apa kau tidak tahu kalau cucuku sedang berjuang di dalam sana?"

Di kursi lain,Trinity terlihat membetulkan selimut untuk kedua anaknya yang sudah terlelap dalam tidurnya.

"Mas Inu mau saya belikan apa?"

Inu meraih tangan isterinya itu. "Dia datang saat hari pernikahan kita. Dan juga ketika kau melahirkan mereka.."

TING...!!

"TANTE SANDRA..!!"

Suara Kinno memecah keheningan. Membuat sebagian dari mereka yang mulai tertidur, lantas terbangun kembali seketika.

Sandra yang baru saja turun dari lift dengan dua orang pria yang mengapitnya, tampak terkejut sekali melihat Kinno dan orang-orang itu.

"Sandra --- bagaimana keadaan cucuku..?"

"Ibu Anggita?" Sandra masih bingung. "Kenapa kalian ---"

"Tante, Nata itu memang Dafa! Aku sudah tahu semuanya dari video itu! Tante tidak usah membohongi kami lagi...!"

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang