Ch 57. Pemakaman Singkat

12 1 0
                                    

Sial

Hanya kata itu yang ada dipikiranku.

Semua serigalanya sudah aku bunuh tanpa kusadari.

Kecuali satu itu.

Titik mananya pak Agus juga sudah menghilang.

Sial.

Ini tidak adil kau tahu?

Mengapa harus muncul di saat seperti itu?

Dan serigala itu menghilang lagi.

Menghilang tanpa jejak yang bahkan tidak terlacak oleh radarku.

Akan kupastikan kau membayar apa yang telah kau perbuat.

[Andi, terima kasih.]

[...]

Aku tidak pantas menerima kata-kata terima kasih.

Karena aku yakin di sisi lain aku sedang dikutuk sekarang.

[Terima kasih banyak Andi! Berkat dirimu, kami selamat.]

[Tidak, seharusnya aku meminta maaf karena datang terlambat, jika aku datang lebih cepat maka seharusnya mereka berdua tidak akan terbunuh.]

Mereka terbunuh karena keraguanku.

Keraguan untuk bertindak.

[Memang benar kau datang terlambat sehingga 2 teman kami terbunuh, tapi aku tidak menyalahkanmu, sebagai anggota militer, kami sudah dilatih untuk menghadapi segala kemungkinan yang ada dan kami juga belajar bahwa di medan perang, bantuan akan selalu datang terlambat.]

[Benar apa katanya, memang kehilangan 2 teman kami itu menyedihkan tapi kami sudah siap mental untuk mati semenjak kami menginjakkan kaki kami di dunia militer jadi tidak apa-apa, jangan terlalu depresi seperti itu, kau membuat temanmu khawatir.]

Mereka berdua berusaha menghiburku, tapi tetap saja, itu tidak merubah fakta bahwa keraguanku membuat dua teman mereka terbunuh.

Sama seperti di dalam dungeon itu.

Sial, aku mengingatnya lagi.

Kejadian disaat aku harus mengorbankan Ricky di ruangan boss itu.

Membuatku sangat mual.

Aku hanya ingin segera pulang.

Aku berusaha sekuat tenaga bahkan ini adalah pertama kalinya dalam hidupku aku bersungguh-sungguh melakukan sesuatu.

Aku hanya ingin pulang bersama teman-temanku.

Apa susahnya ?

[Andi, tidak apa-apa, aku disini.]

Suara Intan dari belakangku.

Ahh, aku lupa kalau dia sedang memelukku dari belakang.

[Maaf.]

[Tidak apa-apa.]

Dia mengelus-elus kepalaku,

Entah mungkin karena ini sudah menjadi kebiasaan sejak kecil sehingga masuk ke bawah sadarku, setiap kali aku sedih, Intan selalu melakukan hal ini, dan aku pasti akan merasa lebih baik.

Tidak terkecuali saat ini juga, walaupun sedikit tetapi aku merasa lebih baik.

[Ahh, aku tidak apa-apa sekarang.]

[Begitu? Baguslah~]

Dia berhenti mengelus-elus kepalaku dan aku berdiri.

Mengambil nafas dalam-dalam, menelan rasa mualku dan memeriksa radarku sekali lagi.

ReWorld : Pasukan PurnamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang