Ch 98. Buku Harian Seorang Ayah

10 1 0
                                    

<<Hari ke-1>>

 Terjadi gempa yang cukup besar pada siang hari ini, gedung kantorku bergerak terombang-ambing seperti di telan ombak lautan. Aku lalu bersembunyi di bawah meja dan berdoa semoga gedung kantorku tidak runtuh. Beberapa menit kemudian gempa itu berakhir, aku bersyukur saat memastikan keadaan dan mengetahui tidak ada yang terluka parah di antara karyawanku, hanya saja aku tidak bisa menelpon dan memastikan keadaan di rumah dan itu membuatku khawatir. Aku meminta seluruh karyawanku untuk pergi keluar gedung dengan hati-hati, saat aku sedang turun dari lantai 2 dan berada di tangga darurat, aku mendengarnya. Suara dari seseorang yang seolah-olah bergetar di dalam kepalaku secara langsung dan tidak hanya aku yang mendengarnya, seluruh karyawanku juga mendengarnya. Suara itu secara singkat memerintahkan umat manusia untuk mati. Kekacauan langsung meledak, semua orang menjadi panik dan cemas. Aku memerintahkan semua karyawanku yang ada untuk kembali kerumah mereka masing-masing dan itu termasuk pihak keamanan yang sudah kukenal sejak aku membangun kantor ini dari nol.

Setelah mereka semua pulang, aku mengendarai mobilku untuk kembali kerumah tetapi tidak sampai aku di jalan raya, jalannya sudah sangat macet dan aku tidak melihat ada tanda-tanda akan berkurang kemacetannya. Jadi aku kembalikan lagi mobilku ke kantor dan memakai sepeda cadangan di garasi kantor dan menggunakannya untuk kembali kerumah dengan melewati jalan-jalan tikus yang kuketahui untuk menghemat waktu. Sepanjang jalan aku sering melihat sosok-sosok hijau kerdil yang menyerang orang dengan pisau dan tongkat. Aku merasa takut dengan makhluk hijau itu dan mengayuh sepedaku sekuat tenaga berusaha melarikan diri dari mereka.

Sampai dirumah, aku langsung lari kedalam pintu gerbang dan menguncinya. Istriku pasti ada dirumah jadi aku langsung memanggilnya dan memintanya untuk mengambilkan semua peralatan yang ada di gudang. Gabriel lalu datang dan aku bertanya mengenai anak-anak yang lain terutama yang seusia dengan Gabriel, apakah mereka sudah kembali kerumah atau belum dan Gabriel menjawab belum, aku merasa cemas memikirkan mereka. Beberapa saat kemudian istriku datang membawa kotak berisi palu, obeng, baut dan alat-alat lainnya, dimana aku meminta Gabriel untuk membantuku membawa kawat, kayu papan, dan semacamnya dari samping gedung dan meminta istriku untuk menjaga anak-anak yang lain. Aku lalu memodifikasi kunci pintu gerbang dan memasang kawat-kawat tajam di atas pagar, setidaknya untuk mengurangi kemungkinan makhluk hijau itu masuk dengan memanjat pagar. Untuk gabriel, aku memintanya memblokir jendela di seluruh rumah. Sampai sore aku memodifikasi gerbang sambil sesekali mendengar tetanggaku memintaku untuk segera mengungsi, tapi maaf, aku akan menunggu semua anak-anakku pulang kerumah dulu sebelum kami bisa mengungsi, lagipula rumah ini tidak begitu rusak karena gempa jadi kami tidak terlalu terburu-buru mengungsi, ditambah lagi aku takut jika makhluk hijau itu menyerang salah satu anakku saat kami pergi mengungsi.

<<Hari ke-2>>

Militer mulai bergerak, stasiun TV hanya sedikit yang bekerja dan kami kekurangan informasi mengenai situasi saat ini.Anak-anak mulai bertanya-tanya mengenai kakak-kakak mereka yang belum pulang sejak kemarin. Istriku memintaku untuk mencari anak-anak yang lain bersama tetapi aku menolaknya karena aku takut jika makhluk hijau itu menyerang saat aku tidak ada. Yang bisa kulakukan hanyalah berusaha menenangkan istriku sambil mendoakan keselamatan mereka.

<<Hari ke-3>>

Aku memutuskan untuk mencari mereka. Atas bujukan Istriku dan Gabriel serta tangisan anak-anak yang lain, aku setuju melakukan ini. Aku mencari mereka bersama istriku dan meninggalkan Gabriel untuk menjaga anak-anak yang lain. Kami berdua mencari di tempat-tempat yang menurut kami mereka ada seperti sekolahan mereka, tempat mereka biasa pergi dan sejenisnya tetapi hasilnya nihil. Sesekali kami melihat makhluk hijau itu berjalan ke sembarang tempat, tentu saja istriku terkejut melihatnya dan aku harus dengan susah payah untuk menutup mulutnya mencegah dia berteriak. Lalu kami pulang, tanpa ada hasil apapun.

<<Hari ke-4>>

Kami berdua memutuskan untuk pergi ke pusat pengungsian. Kami kesana bukan untuk mengungsi tetapi untuk mencari anak-anak kami. Kami berdua berharap mereka ada disana menunggu kami, sayangnya jalan menuju kesana penuhi makhluk hijau itu sehingga kami sering di kejar-kejar oleh mereka. Ada keanehan yang kutemukan dari tingkah laku makhluk ini atau bisa dibilang aku tidak sengaja menemukannya. Mereka selalu mengejar sesaat mereka melihat kami tetapi mereka berhenti mengejar setelah kami berlari beberapa jarak dari mereka. Seolah-olah mereka memiliki wilayah berburu sendiri. Aku meminta istriku untuk menunggu dirumah sedangkan aku berusaha menyelidiki tingkah mereka. Dengan sepeda sebagai alat transportasi, aku mengukur dan membuat peta wilayah mereka, ah petanya ada dihalaman terakhir buku ini.

<<Hari ke-5>>

Aku terus memetakan wilayah mereka, dan bahayanya mereka sekarang menggunakan busur panah sebagai senjata dan itu mengejutkanku, tetapi entah bagaimana serangan panah mereka sangatlah buruk jadi aku bisa menghindarinya dengan mudah, mungkin karena mereka belum terbiasa dengan senjata itu. Aku mengayuh sepedaku menuju pusat pengungsian di simpang lima, mengapa aku bisa tahu? Karena stasiun tv lokal mengirim pesan untuk segera mengungsi dan memberi daftar pusat pengungsian di setiap kecamatan. Di pusat pengungsian, banyak sekali orang disana. Aku bertanya kepada tentara yang menjaga dan dia langsung memintaku untuk pergi ke pos pendataan. Aku bertanya kesana kesini sambil menunjukan foto tetapi aku masih belum menemukan mereka. Jadi kuputuskan untuk menulis pesan di papan informasi mengenai rumah.

<<Hari ke-6>>

Aku melanjutkan memetakan wilayah mereka lagi dan sambil mengumpulkan makanan yang ada di minimarket sekitar, untungnya belum banyak makanan yang sudah diambil jadi aku bisa mengambil sebanyak yang aku bisa untuk anak-anak di rumah. Anak-anak yang lain masih belum pulang.

<<Hari ke-7>>

Kami menemukan sosok lain yang berkeliaran di sekitar sini. Makhluk itu tinggi besar dan membawa kayu raksasa, dilihat dari rupa dan bentuk tubuhnya, makhluk itu seperti makhluk hijau kerdil hanya saja berukuran lebih besar. Untuk pemetaan wilayahnya, aku dengan percaya diri kalau peta yang sudah kubuat sudah mencangkup setidaknya 80% dari wilayah mereka di sekitar rumah, jadi aku tidak perlu takut akan sergapan atau serangan dari mereka. Hari ini kami masih menunggu dan aku seperti biasa mencari bahan makanan di minimarket seperti biasa tetapi jumlah makanan disana sangat berkurang dari pada kemarin. Sepertinya ada banyak orang yang menjarah minimarket ini.

<<Hari ke-10>>

Persediaan makanan di minimarket sudah habis, jadi aku dan istriku mulai menjarah rumah-rumah yang ditinggalkan. Aku merasa sangat tidak enak melakukan ini tetapi tetap kulakukan demi mengisi perut anak-anakku dirumah. Aku tidak lupa mencatat alamat rumah-rumah yang kujarah supaya aku tidak lupa untuk mengganti semua makanan yang kujarah setelah bencana ini berakhir.

<<Hari ke-17>>

Persediaan makanan sudah menipis dan akan habis 2 hari lagi. Seluruh rumah sudah kami jarah dan tidak ada lagi makanan yang bisa kami dapatkan. Melihat peta dibelakang buku, aku menyadari sesuatu. Ada satu tempat dimana tempat itu diluar dari wilayah-wilayah makhluk hijau itu dan aku tidak pernah kesana setelah bencana ini terjadi. Ironisnya tempat itu adalah toko sembako milik temanku yang belum pernah kutemui sejak bencana ini. Aku dan istriku berencana untuk pergi kesana besok, berharap untuk mendapatkan setidaknya makanan apabila ada. Tapi entah mengapa perasaanku sangat tidak enak. Aku tidak tahu sampai kapan kami bertahan tetapi aku sudah menyusun rencana untuk mengungsi ke pusat pengungsian sejak beberapa hari yang lalu. Rencana itu sudah tersusun di halaman belakang buku ini, beberapa halaman sebelum peta. Jadi, misalnya saja, aku tidak kembali, tolong bawa anak-anakku ketempat yang aman, siapapun orang yang membaca buku ini. Dan katakan kepada Gabriel dan anak-anak yang lain bahwa aku menyayangi kalian semua setulus hati.

ReWorld : Pasukan PurnamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang