Ch 93. Ekspedisi 3

9 2 0
                                    

[Wandi, apa kau baik-baik saja?]

[Ah, aku tidak apa-apa, hanya sedikit pusing saja.]

Beberapa jam setelah kami diserang, kami berdua bersembunyi dan sesekali berlari menghindari goblin-goblin yang mengejar kami. Sayangnya, setelah kami berhasil menghalau serangan pertama, goblin terus berdatangan dan terus mengikis tenaga kami, di tambah kondisi Wandi yang seperti itu.

[Kita beruntung tidak ada pemanah di antara mereka.]

[Kau benar, jika ada maka sudah tamat kita.]

Goblin bertarung mengandalkan jumlah dan mereka cukup terorganisir, membuatku kesulitan untuk mengalahkan mereka. Benar kata Felicia, mereka lebih cerdas dari semua monster yang pernah kutemui. Disisi lain, mereka cukup lemah karena kebanyakan senjata yang mereka bawa hanyalah pisau kecil berkarat dan postur tubuh mereka pun juga kecil, sekali ayunan dari tombakku maka mereka akan terpental jauh. Jika sendirian, aku bisa dengan mudah menghalau mereka tetapi aku tidak bisa meninggalkan Wandi. Sama seperti waktu aku melawan semua serigala itu, aku yakin akan bisa melakukan hal yang sama dengan goblin-goblin itu dan bahkan akan terasa lebih mudah.

[Kevin, seberapa jauh lagi dari panti asuhan itu?]

[Hanya di ujung jalan ini.]

[Hahaha, jalan itu tidak berujung.]

Wandi sedikit melawak untuk mengurangi rasa tegang yang kami rasakan dan aku ikut tertawa untuk menenangkan pikiranku. Hari sudah hampir gelap dan aku sesekali mendengar langkah kaki di sekitarku. Jarak tinggal kurang lebih 600 meter. Aku bahkan sudah bisa melihat bangunan panti asuhannya. Yang perlu kami lakukan hanyalah bagaimana kami kesana tanpa terlihat. Lalu aku melihat di sepanjang jalan, banyak sekali mobil yang di tinggal dan memenuhi jalan. Lalu di kepalaku muncul sebuah ide.

[Wandi, apa kau bisa merangkak?]

Aku berbisik kepadanya dan mengisyaratkan untuk melakukan hal yang sama.

[Apa idemu?]

Aku tersenyum dan menunjuk ke barisan mobil itu.

[Kita akan merangkak di bawah mobil sambil bersembunyi.

[Apa kau yakin mereka tidak akan menemukan kita?]

[Cukup beresiko memang, tapi kuharap dengan kegelapan malam kita bisa menyelinap dengan cukup mudah.]

[Bukankah lebih baik jika kita menyelinap lewat gang-gang kecil saja?]

[Itu akan memakan waktu lebih lama, lagi pula aku sesekali mendengar suara langkah kaki anak-anak di sekitar gang.]

Setelah kami sedikit berdebat, kami memutuskan untuk memakai rencanaku.

...

[Apa kau tidak akan merubah pikiranmu?]

Wandi mengeluh di belakangku.

[Kita sudah membicarakannya, kita lakukan saja sesuai yang kita sepakati.]

[Tapi.....kau tahu, firasatku tidak enak.]

[Itu hanya imajinasimu saja, tetap lah waspada, kita baru setengah jalan.]

Kami berdua merangkak selama beberapa menit sampai matahari benar-benar tenggelam dan kegelapan menyelimuti kami. Gelap gulita, mataku tidak bisa melihat apa-apa. Cahaya dari tidak membantu pebglihatan kami. Hanya suara nafas kami yang terdengar sambil merangkak secepat yang kami bisa. Namun situasi berubah drastis saat aku mendengar rintihan goblin dan suara logam terbentur sesuatu. Disaat itu aku langsung sadar kalau firasatnya Wandi benar.

[Lebih cepat Wandi! Mereka menyadari kita!]

Logam-logam mulai di lempar ke arah kami dananak panah mulai menghujani kami.

ReWorld : Pasukan PurnamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang