Ch 24. Kegelisahan

16 0 0
                                    

5 menit setelah kami berangkat kembali untuk mencari Reni dan Kevin. Kami sampai di tempat dimana aku merenung sebelumnya. Disini aku mendengar suara seseorang dari arah kami menuju. Mungkin karena gema dari tempat ini mungkin suara yang kudengar memiliki jarak yang lebih jauh dari perkiraanku. Kami tidak punya pilihan selain harus terus berjalan.

[Ayo teman-teman, kita harus lebih cepat.]

Aku tidak sadar berkata itu, mungkin karena aku menjadi gelisah dan tidak sabar. Kami semua sudah terlalu banyak membuang waktu. Aku juga terkejut mengapa aku menjadi segelisah ini. Hanya saja firasatku kali ini sangat buruk. Ingin sekali aku berlari tapi aku tidak punya alasan yang dapat ku katakan supaya mereka ikut berlari, jadi aku berjalan mengikuti fase mereka. Walaupun aku tidak sadar bahwa merekalah yang mengikuti fase berjalanku yang cepat.

[Lebih cepat dari ini berarti berlari kau tahu?]

Intan berkomplain kepadaku dengan sedikit jengkel.

[Maaf, hanya saja firasatku sangat tidak enak sekarang.]

Meminta maaf sambil sedikit tersenyum yang bisa kulakukan.

[Andi, tenang lah sedikit, dari tadi kau terlihat seperti pencuri yang di kejar polisi.]

Felicia memintaku tenang. Jujur, aku tidak yakin apa aku bisa tenang. Aku sendiri tidak tau mengapa aku sangat gelisah, hanya saja firasatku dari tadi selalu berbunyi bagaikan lonceng menyuruhku untuk cepat-cepat.

[Maaf Felicia, tetapi aku tidak bisa tenang.]

Ngomong-ngomong, kami berbicara sambil berjalan sekarang ini.

[Minum air dulu Andi, itu akan membantu.]

[Tidak bisa, air yang tersisa hanya cukup untuk Reni dan Kevin, aku tidak bisa meminumnya.]

Jumlah air yang kami bisa bawa terbatas karena jumlah wadahnya yang tidak terlalu banyak. Bisa saja aku membuat botol berbentuk kendi dari tanah, tapi kuhitung waktu berapa lama proses pembuatannya tidak jadi aku buat, terlalu lama. Karena itulah, aku pastikan tidak hanya aku, tapi kami semua, minum jika memang terpaksa. Aku merasa kami terjebak di padang pasir padahal kami berada di dungeon, sungguh perasaan yang aneh.

[Minumlah Andi, tidak apa-apa.]

[Tidak, jika aku meminum~]

[Minumlah.]

[Sudah kubilang~]

[Minum.]

[....]

[Mi~num.]

Felicia menahan pundakku lalu mengambil botol plastik yang berisi air dari tas yang di bawanya. Dia menyuruhku untuk minum walaupun aku tidak mau, tapi dia terus bersikeras menyuruhku minum. Sampai kami berhenti berjalan karena Felicia menahanku. Menatap wajahnya yang tersenyum tapi senyumnya terlihat seperti sebelumnya, saat dia membunuh monyet itu dan tersenyum. Senyuman itulah yang di arahkan kepadaku. Merinding, tubuhku bereaksi melihat senyuman itu. Gadis ini sepertinya tidak akan menerima kata tidak.

[Baiklah, berikan itu.]

[Bagus.]

Dengan sedikit sungkan aku meminum air dari botol itu. Seteguk, dua teguk, tiga teguk aku meminumnya. Airnya memang aku akui sangat segar, menyejukkan seluruh tubuhku. Tidak sadar aku meminum setengah botol itu.

[Sudah sedikit lebih baik?]

Felicia bertanya kembali dengan senyum yang berbeda dari sebelumnya. Kali ini dia tersenyum ceria yang terasa hangat.

ReWorld : Pasukan PurnamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang