#110 : Tukar Rasa

69 6 1
                                    

Sekali-kali cobalah berdiri di posisiku dan rasakan aku yang cenderung memaksakan tawa. Di depan semua orang yang mencoba merendahkanku; beberapa di antara mereka selalu berpamitan dengan kata menjauh.

Aku pernah menjadi orang bodoh untuk teman yang sama sekali tidak menghargaiku. Demi pertemanan, aku pernah trauma dan memilih untuk menutup diri dari lingkungan sosial. Awalnya kupikir; semua akan berjalan normal seiring waktu menyembuhkan luka secara perlahan namun nyatanya tidak. Aku malah semakin kesepian dengan kesedihan yang semakin memuncak setiap harinya.

Aku harus mencari siapa? Ketika telinga sengaja aku tulikan; bibir yang kubisukan; mata yang kubutakan. Seakan tak punya kaki untuk melangkah, sampai akhirnya niat itu datang. Pikiranku kembali terbuka setelah sekian lama mencari makna di antara penderitaan. Dengan kekuatan yang aku kumpulkan pada titik jedaku, aku mencoba menata diri kembali.

Teman-teman yang sengaja aku abaikan ternyata tak pernah meninggalkanku. Terimakasih. Sekarang aku tak merasa sepi lagi. Jikalau pertemanan diukur dari harta dan kehebatan, mungkin aku tak punya siapa-siapa di muka bumi ini selain keluarga. Tapi karena merekalah; aku merasa punya siapa-siapa.

Untukmu yang sedang membaca ini, pahamilah kadang ada seseorang yang berusaha menyimpan lukanya rapat-rapat. Tak ada seseorang yang benar-benar bahagia dengan tawanya sebab beberapa dari kita adalah penipu yang luar biasa. Senyum palsu dan air mata yang mengendap adalah kedua benda yang selalu dimiliki manusia.

Minggu, 27 Jan 2019, Riau
15:55

RenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang