#070 : Ibunda

113 10 1
                                    

Angin dan langit yang
saling memungut sisa-sisa
mimpi semalam.

Terukirlah puisi
di awan-gemawan
yang bergelayut mesra.

Kujamah keindahan,
manakala angin bersenandung
untuk bintang.

Bulan benderang,
serupa pesona wajah
yang tak pernah luntur
ditelan zaman.

Dia berdiri tangguh di sana,
menatapku dengan mata
yang paling kusuka.

Ibu memberi lentera
agar malamku
damai senantiasa.

Tenanglah jiwaku ...

Teduh matanya
mengalahkan embun arunika.

Mengupas ketaksaan
yang coba merasuki sukma.

Kisah-kisah perjuangannya
yang dikagumi semesta
sampai tua renta.

Mengajarkan aku
mengeja dunia.

Lalu berdiri kokoh,
memikul duri
walau pada akhirnya
aku berdarah.

Tapi ibu punya obatnya;
serangkai doa
di setiap sujud
yang diijabah Allah

Redalah gelombang
sanubariku ....

Saat rajutan kebersamaan,
tertumpah pada
dahan-dahan
serupa Jannah.

Kerinduanku tergetar
mencari celah
jawaban Tuhan.

Kemana ibu?

Kumohon,
jangan pergi dulu!

Aku ingin kembali
menjadi bocah nakal
pembuat ulah.

Atau menyuguhkan
tertawaan kecil
yang sekarang
sudah berubah dewasa.

Yang akhirnya
memelukku,
adalah bahagia.

Tidakkah Ibu mengingat
janjiku yang sudah kuikat
pada bunga-bunga,
yang selalu kau jaga.

Ingatlah bisikan
penuh kasih,
di antara kepulan asap
dari kopi yang kita teguk.

Gurau dalam petuah
sehangat musim semi itu.

Kumohon,
jangan pergi dulu!

Basuhi lagi segala
kerinduan
untuk kita damaikan
dalam rumah.

Memulai kebiasaan
sederhana,
hingga aku kelak
menjadi anakmu
yang berguna.

Aku butuh;
cinta ibu selamanya.

Minggu, 23 Des 2018, Riau
00:07

RenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang