#154 : Sajak-sajak Pendek (2)

318 1 0
                                    

Bumi, salah satu dari sekian banyak penghunimu telah memaksaku untuk mencintainya. Lagi, dia merebut dan membawa hatiku ke ujung dunia.

***

Menghabiskan waktu dengan mengingat masa lalu, mengenang jejak-jejak dengan penuh sesak, ingin menghampiri tapi tidak bernyali. Siapa? Dia yang membaca tulisan ini.

***

Rindu tak berhasil mencari celah, dan akhirnya ia tumpah dengan air mata.

***

Aku menginginkan posisimu. Dengan begitu mudahnya kau datang; menjerat seseorang, lalu menghilang dan membunuhnya tanpa sentuhan.

***

Manusia ini terkadang aneh, ya? Di satu waktu bisa sangat dramatis, dan di lain waktu bahkan sangat tidak peduli.

***

Cinta adalah seni untuk menyukai kekurangan seseorang. Lalu berusaha saling melengkapi dengan kelebihan yang kita miliki.

***

Dakilah rinduku yang menggunung, dan semoga kau takkan jatuh ke lembah kesedihanku.

***

Manakala mimpi dan janji yang belum sempat terealisasi, karena cinta yang sudah berbeda frekuensi; beban terberat untuk dua orang yang akhirnya saling melepas pergi.

***

Jika tidak dapat menjadi matahari untuk menyinari kehidupan seseorang, maka jadilah rembulan yang menghapus setiap kegelapan.

***

Tentang ruang yang dulu kita tata dengan begitu rapi; seribu mimpi, komitmen, dan cita yang kini telah ambruk. Rimamu kunikmati; dalam tangis semesta dan kidung nestapa.

***

Kau bentang jarak seluas samudra; kau bangun amarah setinggi langit; kau campakkan aku sedalam jurang.

***

Dirasakannya rindu yang berbaris tajam merobek jiwa, ketika mengenang seruan cinta yang sudah kadaluarsa di penghujung senja.

***

Menempuh terjalnya waktu demi melupakanmu, tapi sialnya malah semakin merindukanmu.

***

Tanpa alasan, kau biarkan harapan menggantung di antara langit yang mendung. Lalu setelah hujan mengguyur, kau lari dari aku yang hancur. Pantaskah aku menyebutmu sebagai seorang pengecut?

***

Rindu ini membuatku lelah. Dia mengajakku untuk terus memutari kenangan yang tiada ujung nan indah.

***

Kau gerogoti indah tulang nelangsaku, menjadikannya abu lalu hilang tersapu waktu.

***

Terjerembap di antara fatamorgana keraguan, telah patah seribu dahan kepercayaan. Kepada semesta, bawalah pergi ia yang menetap di sebagian besar ingatan.

***

Aku tidak mengerti dengan bahasa isyarat, jadi tolong. Jangan memberiku tatapan yang tak mampu kuterjemahkan.

***

Angin malam, jika aku bisa kembali ke masa lalu, aku menginginkan dua hal. Yang pertama, aku ingin mencari alasan mengapa dia meninggalkanku tanpa sepatah kata. Yang kedua, aku ingin mempertahankan senyumnya dengan cara apapun, agar senyumannya itu berlaku untukku sampai sekarang.

***

Kupinta diri untuk tidak lagi membuka pintu kenangan, karena akan ada kamu dengan bisikan lembut dan seuntai senyum. Fantasi tentangmu begitu kuat.

***

Selayak matahari dan rembulan, hati kita tidak akan pernah menjadi satu.

***

Telah berderai untaian nada kesepian di tepian malam, dan yang dipuja sudah hilang dalam redupnya rembulan.

***

Cintaku mengakar, kau mencabutnya hingga tak ada lagi kehidupan.

***

Tampunglah darah yang terus-terusan mengalir dari sayatan hatiku, lalu teguklah. Agar kau tahu seberapa pahitnya aku merindukan yang tiada, mengejarmu meski sudah cedera.

***

Sedang berada di fase; di mana mengalah adalah pilihan yang terbaik. Di mana ingin sendiri dengan terus berdiam, mengumpulkan tenaga untuk kembali berjuang.

***

Layaknya lidah, hatiku masih mampu mengecap perasaan termasuk pahitnya rasa kehilangan.

***

Beritahu aku, apa yang lebih mengharukan dari rindu yang saling bersahutan.

***

Seribu purnama telah kau lantunkan rindu yang sayup-sayup terdengar merdu. Tak inginkah angin malam menyampaikannya pada seseorang nun jauh di sana? Lewat ranting-ranting pohon yang sudah lama rapuh, serapuh jiwamu saat ini.

***

RenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang