#150 : Semoga

77 5 0
                                    

Mengenang kembali harapan yang pernah kugantung pada sudut bintang di langit, namun tak pernah terkabul. Aku sudah terbiasa tanpamu, meskipun kamu tak akan pernah merasa bahwa aku berada di dekatmu. Aku terbiasa diabaikan olehmu sedari dulu. Namun tak apa, kini semuanya sudah menjadi sangat biasa. Tak lagi kurasa rindu meski nyeri masih saja mengiris inti jantungku.

Mengingat lagi angan cita untuk cinta yang pernah kita lukis pada langit senja, hingga malam menghapusnya tak bersisa. Aku sudah kebal akan derita, demikian kau yang berlalu pergi begitu saja. Sudah kebal akan dinginmu sedari dulu. Namun tak masalah, kini semuanya sudah bukan apa-apa. Tak lagi kurasa cinta yang menggebu meski masih tersisa di relung terdalam jiwa.

Dahulu, jejakmu masih saja memandu jalanku. Dengan senang hati, kutapaki jejakmu dengan kaki kecilku yang rapuh. Kini, kuberanikan diri untuk berbelok arah. Aku tak ingin lagi menjadi pengagummu. Aku tak ingin lagi terbelenggu dalam rasa yang sebenarnya tidak pasti. Kini kita berjalan saling meninggalkan. Dalam hati, tetap saja kurapalkan doa semoga kau dapat menemukan seseorang yang bisa tulus mencintaimu, melebihi cintaku padamu. Semoga.

Ikatan untuk selalu bersamamu sudah terputus, dengan ratapan nasib yang harus aku terima. Kini getaran sunyi yang ada, senandungku sudah tak menggema seperti dulu. Apa yang harus aku lakukan selain melangkah maju ke depan. Membiarkan namamu yang pernah terukir di jejak-jejak perjalanan, hilang tersapu angin. Kenapa harus kukejar dirimu yang sudah lama meninggalkan. Jika kebahagiaanku menanti, dan kebahagiaanmu sudah kau dapati. Dalam hati, dari kejauhan yang tidak terkira; kulayangkan seribu doa dan untukku semoga aku dapat melepaskan, meski belum sepenuhnya. Semoga.

—goresan tinta Yani Seri Zefanya
& Arkhannoven
Riau, 12.6.19

RenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang