ENAM

3.3K 208 5
                                    

Alora melompat turun dari mobil setelah mengucapkan terima kasih pada supir yang mengantarnya pulang ke rumah. Gadis itu melesat memasuki kamar dan langsung melompat ke ranjangnya. Alora menenggelamkan wajahnya di bantal, bercicit-cicit tak jelas di sana.

Kalimat Bryan tadi masih terngiang jelas di telinganya, membuat gadis itu berkali-kali menggigit bibir bawah menahan debaran jantungnya yang selalu melaju tiap kalimat itu terngiang.

"Kalo lo bingung, gue juga lebih bingung. Tapi gue mau nikmatin perasaan ini dan gak mau nyangkal. Jadi boleh ya? Gue janji gak bakal nyakitin lo kalau emang ini cuma perasaan sementara."

Itu jawaban Bryan ketika Alora bertanya kenapa cowok itu mendadak mendekatinya begini padahal ada banyak yang lebih dari Alora dan Bryan tentu saja bisa mendapatkan mereka dengan mudah.

Tapi kenapa Bryan malah mengatakan kalimat itu di depannya?

Apa mungkin benar cowok itu jatuh cinta padanya?

Alora menggeleng kuat. Tidak mungkin Bryan jatuh cinta pada gadis biasa sepertinya? Bukankah Sella sudah mengatakan kalau cowok itu menolak banyak gadis cantik? Tidak mungkin kan kalau Bryan malah jatuh cinta pada gadis sepertinya?

Alora menghela napas dalam-dalam, berusaha mengusir Bryan dari benaknya.

Tapi gagal.

Ujung bibir Alora malah tertarik membentuk senyuman ketika bayang Bryan yang tersenyum dan menatapnya teduh di depan gapura itu muncul. Bayang Bryan yang mengusap puncak kepalanya di pos ronda ikut muncul setelahnya, membuat ujung bibir Alora semakin tertarik.

Suara pintu diketuk membuat Alora tersentak kecil. Gadis itu menghela napas lalu melangkah membukakan pintu kamar. Ada Mbak Wati, asisten rumah tangganya berdiri di depan pintu.

"Kenapa, Mbak?"

"Non ditunggu sama Bapak sama Ibu di ruang makan untuk makan malam." Mbak Wati menunjuk ke arah ruang makan menggunakan ibu jarinya.

Air muka Alora mengeruh. Gadis itu menghela napas. "Aku ganti baju dulu. Nanti aku ke sana." Gadis itu kembali menutup pintu kamar setelah Mbak Wati berlalu.

Alora bersandar di pintu kamar. Dadanya terasa sesak. Senyum yang tadi menghiasi wajahnya luntur begitu saja. Gadis itu kembali jadi Alora yang datar tak berekspresi.

Kenapa kedua orangtuanya tak langsung memanggilnya? Kenapa harus lewat Mbak Wati? Apa susahnya datang ke kamar Alora dan mengajaknya makan bersama? Jarak kamar Alora dengan ruang makan bahkan tak sampai 10 meter.

Alora menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya perlahan. Gadis itu mengganti seragam pramuka yang masih terpasang sempurna di tubuhnya dengan kaos oblong krem dan training panjang lalu keluar dari kamar dan menghampiri kedua orangtuanya di ruang makan.

Monika dan Frans, kedua orangtuanya sudah duduk di meja makan. Keduanya sama-sama merunduk fokus pada gadget masing-masing.

Alora tersenyum kecut. Rupanya gadget lebih penting dari dirinya.

Alora menarik kursi di samping Frans, duduk di sana. Gadis itu berdeham, berusaha menyadarkan Monika dan Frans dengan keberadaannya.

Monika mengangkat wajah. "Oh kamu udah dateng. Ayo makan." Ia mengulurkan tangan meraih piring untuk dirinya. Tidak. Tidak ada Monika yang memberikan nasi untuk Alora dan Frans. Semua melakukan tugas sendiri di meja makan itu.

PRAMUKA IN LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang