Upacara pembukaan berjalan dengan lancar. Alora sudah bisa menghela napas lega saat ini. Meski masih ada tugas di pentas seni besok malam, tapi setidaknya satu dari tugasnya di acara ini sudah terselesaikan.
Alora mengangkat wajah ketika sebuah botol air dingin terulur di depannya. Gadis itu sedikit terkejut melihat kehadiran Alfa dengan botol air dingin di tangannya.
“Eh? Buat aku, Kak?” Alora menunjuk botol di tangan Alfa.
Alfa terkekeh lalu mengangguk. “Iyalah, Ra. Masa gue ngulurin ke lo tapi bukan untuk lo.”
Alora tersenyum tipis. Tangannya terulur meraih botol air dingin itu dari tangan Alfa. “Makasih ya, Kak.”
“Sama-sama.” Alfa tersenyum memandang Alora yang meneguk air minum pemberiannya. “Gue boleh duduk gak?” tanyanya seusai Alora menutup kembali botol minumnya.
Alora mengangguk. “Boleh, Kak.” Gadis itu menggeser posisi duduknya, menyediakan tempat untuk Alfa di kursi panjang itu. Sebenarnya kursi yang diduduki Alora tidak sepanjang kursi panjang pada umumnya. Tempatnya hanya cukup untuk 4 orang. Alora sudah duduk di situ bersama dengan beberapa peralatan yang diletak di kursi itu sejak selesai melepas atribut upacara pembukaan.
“Lo sama Bryan beneran gak pacaran, Ra?”
Alora tersentak. Gadis itu menoleh pada Alfa lalu menggeleng. “Enggak, Kak. Aku sama Bryan temenan.”
Alfa diam-diam menghela napas lega. Tadi cowok itu sudah meragu begitu saja. Apalagi melihat Alora tampak tak keberatan ketika Bryan mengusap puncak kepala gadis itu sebelum upacara pembukaan dimulai.
Mengingat hal itu membuat Alfa ingin menelan Bryan hidup-hidup begitu saja.
“Gue kira kalian udah pacaran.” Alfa mundur, menempelkan punggungnya di sandaran kursi. “Soalnya gue liat lo deket banget sama dia. Sampe usap-usap pala gitu.”
Pipi Alora memanas begitu saja ketika mengingat kejadian sebelum upacara pembukaan tadi. “Eung, enggak, Kak.”
“Jadi gapapa kan kalo gue bilang kalo suka sama lo?”
Alora benar-benar tersentak kali ini. Gadis itu menoleh dengan mata melebar, tak percaya dengan apa yang didengarnya. Apa maksud Alfa tadi?
Alfa tersenyum menerima tanggapan dari Alora. Cowok itu sudah menyangka kalau Alora akan terkejut ketika mengetahui apa yang dikatakannya tadi. Tapi Alfa sama sekali tak mengira kalau Alora akan seterkejut itu.
Alfa tak mengerti kenapa, tapi ekspresi terkejut gadis itu berhasil membuat jantungnya berdegup lebih cepat.
“Gue gak tau kalo lo bakal sekaget itu.” Alfa terkekeh.
Alora mengerjap, mengumpulkan kesadarannya. Gadis itu benar-benar terkejut dengan apa yang didengarnya dari Alfa beberapa detik lalu.
“M-maksud Kak Alfa apa?”
Alfa tersenyum. “Gue suka sama lo, Alora Helsa.”
“T-tapi kenapa? Bukannya aku sama sekali gak cantik?” tanya Alora frontal.
Alfa memperbaiki posisi duduk menghadap Alora. “Kenapa gue harus cari yang cantik kalo gue udah bisa nemuin orang yang buat gue berdebar tiap kali ngomong sama dia? Lo cewek pertama yang buat gue deg-degan gak karuan waktu liat lo ketawa lepas.”
Alora meneguk ludah. “Kak, aku....” Suara Alora hilang ditelan angin. Gadis itu tak bisa melanjutkan kalimatnya.
“Gue gak minta lo jawab kok, Ra.” Alfa tahu Alora sama sekali belum siap. Bisa jadi gadis itu bahkan belum memandang Alfa sebagai seorang ‘laki-laki’. “Gue cuma pengen lo tau soal perasaan gue,” ucapnya. “Gue harap lo gak jauhin gue karena pengakuan ini ya.”
Alora meneguk ludah. “Hm, i-iya, Kak. A-aku minta maaf.”
Alfa mengangkat sebelah alis. “Kenapa harus minta maaf? Lo gak ada salah apa pun sama gue, Ra. Udah ya. Jangan pikirin kalimat gue tadi terlalu dalam. Gue cuma pengen lo tau soal perasaan gue. Itu doang kok.”
Alora mengangguk. Gadis itu kemudian berdeham. “Eung, K-kak, a-aku ke kelurahan dulu ya. Mau bantu temen-temen di sana.” Alora beranjak dari duduknya, meninggalkan Alfa setelah cowok itu mengangguk mempersilahkan.
Alora menghela napas dalam-dalam. Ia sama sekali tak menyangka kalau Alfa punya perasaan padanya. Cowok itu tampan dan bisa mendapat gadis yang jauh lebih baik dari Alora. Lagi pula, bagaimana bisa Alfa menyukainya?
Alora tak nyaman dalam kondisi ini. Selama ini hidupnya selalu baik-baik saja tanpa ada ‘laki-laki’ lain di hidupnya selain Frans dan Pak Muri. Alora tak terbiasa dengan kehadiran lelaki lain dalam kehidupannya.
Alora sama sekali tak mengerti bagaimana rasanya menjadi Viola yang terlalu sering dikejar-kejar oleh banyak lelaki karena kecantikannya. Lagi pula Alora merasa gadis itu sama sekali tak cantik. Sangat jauh jika dibandingkan dengan Viola.
Alora menghela napas. Tangannya tanpa sadar meremas botol kemasan yang diberikan Alfa tadi.
Gadis itu terlalu fokus dengan pikirannya sampai-sampai menabrak seseorang. Ia hampir saja jatuh jika yang ditabraknya itu tidak segera menahan lengan Alora.
Baik sekali orang yang ditabraknya itu. Sudah ditabrak, tapi masih membantu Alora agar tidak jatuh.
“Maaf ya. Tadi gak sengaja.” Alora mengangkat wajah. Gadis itu terkejut menemukan bahwa Bryanlah orang yang ditabraknya barusan. “Eh, Bryan. Sorry sorry gue gak sengaja.”
Bryan tersenyum geli. “Iya gapapa. Lo kenapa bengong? Sampe gak liat jalan. Untung gue yang lo tabrak. Kalo cowok lain mungkin udah gue marahin.”
Alora mengernyit. “Loh kenapa?”
Bryan mendengus. “Iyalah. Keenakan dia ditumbur sama bidadari.”
Alora tersenyum geli. Gadis itu tak bisa menyembunyikan rona merah di wajahnya. “Lebay lo.”
“Lah gue gak lebay, Ra. Kan gue bilang tadi. Lo gak make up aja udah buat gue secinta ini. Gimana kalo lo make up coba?”
Bryan tersenyum ketika melihat Alora mendengus geli menanggapi kalimatnya. Pertama kalinya gadis itu berekspresi lain dari sebelumnya. Bryan sudah bilang kalau Alora hanya sering tersenyum tipis dan berwajah datar bukan?
Sementara itu Alora diam-diam berpikir untuk memberi tahu Bryan tentang kalimat Alfa tadi. Sebenarnya sih tidak ada alasan khusus. Dia hanya ingin Bryan tahu soal itu.
Tapi Bryan dan dirinya kan hanya berteman. Memangnya teman harus mengetahui semuanya sampai sejauh itu? Bukankah tidak demikian?
Bryan mengangkat alis melihat Alora tak bicara apa pun. Cowok itu baru saja memutuskan untuk bicara ketika matanya melihat botol kemasan yang dipegang Alora. “Lo minum air dingin?”
“Ah iya. T-tadi dikasih Kak...Alfa.” Alora menggigit bibir bawah. Sungguh ia ingin Bryan tahu tentang apa yang dikatakan Alfa tadi kepadanya. Tapi apa alasan yang harus ia kemukakan?!
Sementara itu, rahang Bryan mengeras begitu saja mendengar nama Alfa dari gadis di depannya ini. Bryan benar-benar tidak suka Alfa mendekati Alora. Cowok itu merasa akan ada yang menyainginya.
Lebih dari itu. Bryan takut Alora akan memilih Alfa daripada dirinya.
Bryan menghela napas lalu maju. Cowok itu meraih botol air dingin itu dari tangan Alora. “Abis keringetan gak baik minum dingin-dingin. Bisa pengaruh ke kesehatan.” Cowok itu menarik lembut tangan Alora. “Gue beliin lo minum. Jangan terima minum dari orang lain lagi, apalagi dari Alfa.”
****
A.N :
Makanya Kak Bryan, buruan tembak aku dong. Eh?
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMUKA IN LOVE ✔
Teen Fiction[C O M P L E T E D] Perangainya membuatku tertarik sejak awal. Dia memang tak secantik gadis-gadis lain yang dengan percaya diri datang padaku, mengajak kenalan, atau bahkan meminta nomor HP. Dia berbeda. Aku bahkan bisa tahu itu sejak awal pertemua...