Alora tidak pernah setakut ini untuk pulang ke rumah. Gadis itu sudah deg-degan setengah mati sejak duduk di motor Sella untuk pulang ke rumah.
Ya, Sella yang mengantarnya pulang. Pak Muri tadi meninggalkannya di sekolah karena Alora bilang ada urusan dengan teman-temannya.
Alora tidak berbohong kan? Alora memang ada urusan dengan teman-temannya.
Tapi tetap saja gadis itu takut Frans dan Monika marah kalau tahu dia pergi dengan teman-temannya. Alora tahu persis kalau kedua orangtuanya itu tidak suka jika Alora pergi bersama teman-temannya.
Setelah mengucapkan terima kasih pada Sella, Alora melangkah masuk ke dalam rumah. Gadis itu menghela napas dalam-dalam sebelum membuka pintu rumah. Alora beruntung rumahnya masih terlihat sepi. Sepertinya Frans dan Monika akan pulang malam lagi seperti biasa.
Alora buru-buru masuk ke dalam kamarnya. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 7 malam. Gadis itu segera mandi, berganti pakaian, dan siap-siap untuk belajar. Semoga saja Frans dan Monika tak curiga kalau melihat gadis itu sudah berada di meja belajarnya. Begitu pikir Alora.
Sejam berlalu, Alora masih duduk di depan meja belajarnya. Gadis itu beranjak menuju ranjang dan meraih ponselnya. Sejak bersama teman-temannya tadi, Alora belum mengecek ponsel. Mungkin saja ada pesan dari cowok itu.
Kebiasaan itu masih mereka lakukan sampai sekarang. Bryan masih terus menghubungi Alora melalui aplikasi hijau itu. Keduanya paling sering menghabiskan waktu di malam hari sebelum tidur atau setelah Alora menyelesaikan kewajibannya untuk belajar rutin seperti yang diminta orangtuanya.
Bryan : Hai, Alora
Bryan : Udah pulang sekolah belum?
Bryan : Ra? Masih sibuk ya?
Ujung bibir Alora tertarik membentuk senyuman tipis. Jemarinya bergerak di layar ponsel, membalas pesan dari Bryan.
Alora : Hai
Alora : udah kok. Sorry gue baru cek HP
Bryan : iya gapapa, Ra
Bryan : udah makan belum?
Alora terdiam. Ia baru ingat belum makan malam. Gadis itu terlalu sibuk dengan soal-soal kimianya sampai melupakan waktu makan malam.
Alora : belum. Ini baru mau makan
Bryan : jangan sering telat makan, Ra
Bryan : lo kan banyak kegiatan. Bentar lagi UTS juga
Bryan : jangan sampe lo sakit karena gak makan tepat waktu
Alora tersenyum, kali ini lebih lebar. Hatinya menghangat begitu saja. Bryan memberinya perhatian yang cukup.
Selama ini, Frans dan Monika jarang sekali menanyakan hal itu. Keduanya sibuk bertanya bagaimana nilai-nilai Alora dan kapan Alora akan ulangan. Sepanjang bertemu dengan kedua orangtuanya, mereka sibuk bercerita bagiamana mereka di sekolah dulu, bagaimana mereka menjadi murid teladan dan murid kesayangan guru-guru.
Frans dan Monika terlalu sibuk menuntut ini dan itu pada Alora sampai melupakan fakta bahwa anak semata wayang mereka itu juga butuh kasih sayang dan perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMUKA IN LOVE ✔
Teen Fiction[C O M P L E T E D] Perangainya membuatku tertarik sejak awal. Dia memang tak secantik gadis-gadis lain yang dengan percaya diri datang padaku, mengajak kenalan, atau bahkan meminta nomor HP. Dia berbeda. Aku bahkan bisa tahu itu sejak awal pertemua...