ENAM PULUH

1.4K 91 10
                                    

Bryan tak pernah merasa sekecewa ini sebelumnya.

Cowok itu sudah mempersiapkan semuanya dengan baik. Dia sudah berlatih di kamarnya seperti orang gila. Dia sudah mempersiapkan mentalnya untuk bicara pada Alora sore ini. Dia bahkan sudah mempersiapkan diri untuk mendengar apa pun yang menjadi jawaban gadis itu.

Tapi sore ini Alora tidak datang ke pertemuan kwarcab tanpa memberikan alasan yang jelas. Tadi Silvi hanya langsung menuliskan izin di kolom keterangan absen. Katanya, Alora sudah izin padanya terlebih dahulu. Silvi sama sekali tidak memberi tahu apa alasan gadis itu izin.

Bryan bukan tidak berusaha apa pun. Cowok itu sudah bertanya pada Silvi, Dika, Karin, bahkan sampai kepada Viola yang adalah satu-satunya teman satu sekolah Alora di komunitas pramuka kota.

Tapi semuanya tidak ada yang tahu. Tidak ada yang memberikan jawaban dengan jelas. Bryan benar-benar bingung dibuatnya. Cowok itu juga sudah berkali-kali menelepon Alora ketika di lapangan kwarcab tadi. Tapi tidak satu pun yang diangkat oleh gadis itu.

Bryan benar-benar berada di titik kecewa terberatnya. Cowok itu benar-benar frustasi dengan tidak datangnya Alora sore ini.

Bryan menghela napas gusar. Cowok itu beranjak dari ranjangnya menuju meja belajar. Dibukanya tas yang ia bawa ke komunitas pramuka tadi. Ada sebuah jepit rambut yang sudah dibelinya beberapa hari yang lalu khusus untuk Alora. Bryan sudah berencana untuk menyematkan benda kecil itu di rambut Alora kalau gadis itu menerimanya.

Adit yang baru keluar dari kamar mandi mengangkat alis bingung melihat sobatnya itu tampak sedang tak bersahabat. Garis wajahnya mengeras dengan tatapan tajam.

Meski sudah sangat dekat dengan Bryan, Adit tetap tak berani untuk bercanda dengan Bryan ketika sobatnya itu sedang dalam kondisi seperti ini. Emosi Bryan masih tidak stabil dengan ketidakhadiran Alora tadi sore.

Adit menghela napas. Cowok itu meraih ponsel dan chargernya, lalu membawanya ke luar kamar Bryan. Tadinya sih dia ingin charge ponselnya di kamar Bryan. Tapi melihat temannya itu sedang dalam keadaan tidak baik, sepertinya akan lebih baik jika Adit charge ponselnya di ruang tamu saja.

Cowok itu duduk di karpet dan membuka aplikasi chatnya. Usai menghubungi Rahel, Adit memutuskan untuk mengirimkan pesan kepada Alora.

Adit : Ra, kenapa tadi gak dateng ke kwarcab? Ivander nyariin lo dari tadi

Ya. Cowok itu memilih langsung memberitahukan hal itu kepada Alora. Paling tidak Alora jadi berpikir untuk mengabari Bryan jika ada apa-apa.

Beberapa menit kemudian, Alora membalas pesannya itu.

Alora : sorry

"Anjirlah irit banget ngetiknya," omel Adit. "Perasaan dia ngomongnya panjang banget kalo lagi sama Bryan."

Adit : kok sorry? Lo ngomong ke Vander deh, Ra. Biar dia gak uring-uringan lagi

Alora : gue titip salam aja ke dia

Adit menghela napas kesal. Apa Bryan di awal mendekati Alora juga merasakan hal ini ya? Kalau Adit jadi Bryan, mungkin dia sudah menyerah begitu saja. Bagaimana tidak? Alora benar-benar tidak ekspresif dan sangat kaku..

****

Alora tidak bisa lagi memahami jalan pikiran Frans dan Monika saat ini.

Kedua orangtuanya itu memberinya izin untuk emngikuti lomba pramuka di SMA Cendekia dengan satu syarat. Awalnya Alora berpikir syaratnya adalah harus mendapatkan nilai-nilai tertinggi di ulangan tengah semester. Jadi tanpa pikir panjang, Alora mengatakan akan menuruti syarat dari kedua orangtuanya itu.

PRAMUKA IN LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang