"Bikin dia gak bisa lupain lo karena lo juga gak bisa lupain dia."
Bryan terdiam. Cowok itu lalu mengulum bibir bawahnya. "Caranya gimana?"
"Ya masa harus gue juga yang kasih tau, Der?" Adit melengos. "Perlakuin dia spesial lagi. Kayak dulu. Anggap aja apa yang pernah terjadi di depan les gue waktu itu cuma jeda bentar aja. Jangan lama-lama gini." Adit meninggalkan Bryan di depan pintu aula setelah memberi tepukan singkat di pundak sobatnya itu.
Bryan yang memahami tepukan itu segera mengangkat wajah. Cowok itu bisa melihat rombongan pramuka SMA Cendekia duduk di tempat kemarin mereka menonton pensi. Tuh kan, benar tebakan Bryan. Cowok itu yakin tepukan Adit di pundaknya tadi pasti menandakan sesuatu.
Bryan tak bisa mengalihkan pandangannya dari gadis berkuncir satu itu. Wajahnya masih sama. Gadis itu masih jarang berekspresi. Wajahnya selalu terlihat datar. Alora selalu tampak cuek dengan lingkungan sekitarnya, tapi Bryan tahu sebenarnya gadis itu selalu memperhatikan dalam diam.
Melihat Alora dari jauh begini membuat Bryan menyadari betapa pengecutnya cowok itu ketika harus bertatap muka lagi dengan Alora setelah kejadian itu. Alora bahkan tampak seperti tak mengenal dirinya lagi. Bryan merutuki kejadian itu. Harusnya ia tidak perlu mengatakan kalimat itu kepada Alora hari itu. Benar-benar bodoh.
Bryan tanpa sadar mendelik ketika melihat Alora mengobrol bersama seorang lelaki di sampingnya. Ia semakin sinis ketika melihat Alora tertawa karena lelaki itu. Bryan tahu bahwa lelaki itu adalah pradana di SMA Bhinneka yang bernama Ilo. Ia memang sudah mencari tahu tentang Ilo sejak technical meeting waktu itu karena Ilo tampak dekat dengan Alora.
"Tes tes satu dua tiga."
Suara microphone menyadarkan Bryan dari lamunannya. Di panggung aula sudah ada Adit dan Hanifah yang akan membuka acara makan bersama sore ini. Menyadari acara akan segera dimulai, Bryan berjalan cepat ke meja belakang untuk meletakkan barang-barang yang dibawanya tadi. Cowok itu lalu bergabung bersama panitia yang lain. Tidak semua panitia ada di aula saat ini. Ada beberapa yang mendapat tugas untuk membereskan meja yang dipakai untuk lomba memasak di lapangan tadi.
"Selamat sore kakak-kakak semua. Salam pramuka!" Adit dan Hanifah mengepalkan tangan ke udara.
"Salam!" balas seisi aula kompak dengan mengepalkan tangan ke udara.
"Sebenarnya acara penutupan resmi baru akan dilaksanakan besok bersamaan dengan pengumuman pemenang lomba. Tapi hari ini, kita akan perpisahan kecil dengan makan bersama di sini," ucap Hanifah. "Nanti dari panitia akan keliling untuk mengambil makanan yang akan dinilai oleh tiga juri. Setelah itu, baru kakak-kakak boleh makan bersama dengan tim pramuka. Kalian bisa saling cicip ke makanan teman-teman lain yang beda tim. Di technical meeting kemarin dijelaskan bahwa kalian harus memasak untuk juri dan juga memasak makanan yang sama dalam porsi besar. Nah yang porsi besar ini untuk dimakan sama-sama dengan peserta lain."
"Nanti sambil makan, kalian bisa juga minta id line atau instagram ke orang yang diincer selama lomba ini." Ucapan Adit disambut dengan gelak tawa seisi aula.
Hanifah ikut tertawa mendengar kalimat Adit. "Kayaknya ketua panitia kita bakalan dapet antrian panjang nih. Dari kemaren banyak banget yang curi-curi pandang ke dia."
Adit tertawa. "Temen gue emang dari dulu laku keras, Fah." Cowok itu tersenyum jahil. "Oh ya sambil panitia ngumpulin makanan yang bakalan dinilai sama juri dari tiap tim, gimana kita undang aja ketua panitia kita ke depan?"
Bryan melotot mendengar kalimat Adit. Itu tidak termasuk acara sore ini! Kenapa Adit tiba-tiba improvisasi begini? Matilah Bryan kalau sampai harus maju ke depan!
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMUKA IN LOVE ✔
Teen Fiction[C O M P L E T E D] Perangainya membuatku tertarik sejak awal. Dia memang tak secantik gadis-gadis lain yang dengan percaya diri datang padaku, mengajak kenalan, atau bahkan meminta nomor HP. Dia berbeda. Aku bahkan bisa tahu itu sejak awal pertemua...