Alora mematut diri sekilas di depan cermin. Gadis itu sudah rapi dengan seragam pramukanya. Stangan leher berwarna merah putih sudah melingkar di kerah seragamnya. Alora meraih ransel hitamnya dan melangkah keluar kamar.
Gadis itu terkejut menemukan Monika tengah duduk di sofa ruang tamu yang berada di dekat pintu rumah. Ibunya itu tengah membaca sebuah buku tebal. Tumben sekali Monika sudah pulang sore-sore begini.
Alora menghela napas lalu melangkah menghampiri Monika. "Ma, Alora pamit."
Monika mengangkat wajah memandangi putri tunggalnya ini. "Mau ke mana?"
"Pertemuan komunitas pramuka di kwarcab seperti biasa."
Monika meletakkan buku tebal itu di meja lalu berdiri di depan Alora. "Senin besok kamu udah UAS. Ngapain pergi ke komunitas lagi?" Monika tak bergestur mengancam, tapi suaranya jelas sangat tajam bagi Alora. "Selama ini Mama gak larang kamu karena kamu gak ulangan. Masuk kamar, ganti pakaian kamu dan bersiap untuk UAS Senin besok."
Alora menghela napas. "Pertemuannya cuma dua jam, Ma."
"Dua jam itu penting di dunia pendidikan, Alora. Dua jam itu bisa kamu gunain untuk belajar satu bab pelajaran UAS Senin besok."
"Tapi, Ma, komunitas Alora mau ngadain—"
"Cukup." Monika mengangkat tangannya memotong kalimat Alora. "Masuk kamar dan belajar mempersiapkan diri kamu. Ingat, kamu harus dapat nilai-nilai terbaik. Jangan buat Papa dan Mama malu."
Alora menghela napas pasrah. Terlalu banyak 'harus' yang perlu ia penuhi hingga kebebasannya pun digerogoti.
Merasa tak ada gunanya jika membantah, Alora berbalik dan melangkah gontai masuk ke kamarnya.
Hancur sudah semua kebahagiaan yang menyeruak dalam dirinya sejak kemarin malam.
****
Bola mata Bryan masih bergerak liar mencari gadis itu di kerumunan anggota pramuka perempuan. Bryan berhasil menemukan Karin yang selalu bersama Alora di komunitas, tapi Bryan belum melihat tanda-tanda kehadiran gadis itu.
Bryan tadi datang mepet waktu karena motornya mogok. Ia tidak bersama Adit karena temannya itu langsung ke kwarcab setelah rapat OSIS di sekolah jam 1 siang tadi. Jadi Bryan tidak bisa menebeng.
Dan karena datang mepet waktu, Bryan jadi tak melakukan kebiasaannya untuk menunggu Alora di gerbang utama. Bryan pikir gadis itu sudah bergabung dengan yang lainnya. Tapi dari tadi Bryan tak melihatnya.
Upacara hari ini tidak memakai sistem satuan terpisah. Kata Dika, upacara akan digabung terus sampai jumpa karya penggalang yang akan mereka adakan nanti selesai.
Harusnya penggabungan ini membuat Bryan mempunyai lebih banyak waktu untuk memandang Alora.
Sejak tadi, cowok itu sudah mengedarkan pandangannya. Tapi nihil. Bryan tak berhasil menemukan gadis itu sejak tadi.
"Selamat sore," sapa Dika yang duduk di depan barisan anggota komunitas. Di sampingnya ada Silvi yang ditetapkan menjadi ketua panitia untuk jumpa karya penggalang nanti.
"Sore, Kak."
"Salam pramuka!" Dika mengacungkan kepalan tangan.
Anggota komunitas balas mengacungkan kepalan tangan. "Salam!" Mereka berseru kompak.
"Oke jadi hari ini kita akan bahas untuk susunan acara jumpa karya penggalang bulan depan. Kak Silvi sebagai ketua panitia yang akan jabarin semuanya." Dika menoleh menatap Silvi, mengizinkan gadis 20 tahun itu berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMUKA IN LOVE ✔
Teen Fiction[C O M P L E T E D] Perangainya membuatku tertarik sejak awal. Dia memang tak secantik gadis-gadis lain yang dengan percaya diri datang padaku, mengajak kenalan, atau bahkan meminta nomor HP. Dia berbeda. Aku bahkan bisa tahu itu sejak awal pertemua...