EMPAT PULUH DELAPAN

1.4K 96 17
                                    

Alora dan Karin menghabiskan waktu hampir satu jam untuk belajar gitar. Alora yang serius ketika mengajar, ternyata mampu membuat Karin memahami dengan cepat. Gadis itu sudah mulai bisa berganti chord dengan cukup cepat.

Karin akui Alora adalah gadis pendiam yang ternyata punya kemampuan untuk mengajar degan asyik dan cukup menyenangkan. Selama ini Karin pikir Alora bukan tipe gadis yang menyenangkan ketika melakukan sesuatu yang serius. Menurut Karin, Alora sepertinya menyukai sesuatu yang serius daripada bercanda dalambanyak hal.

Karin menyimpan gitarnya di pojok kamar. "Lo mau langsung pulang, Ra?" tanyanya dengan alis terangkat ketika melihat Alora mulai mengemasi ransel yang dibawanya tadi.

Alora mengangguk. Gadis itu menyandang ransel di pundaknya. "Iya, Rin. Udah mau malem juga."

Karin memangut. "Dijemput Bryan?"

"Ish, enggak. Gue naik ojek online."

"Emang supir lo yang biasanya anterin lo ke mana? Gak anter jemput lo hari ini?"

Alora mengulum bibirnya. "Ah, Pak Muri lagi ada kerjaan lain makanya gak bisa jemput gue," dusta Alora. Gadis itu mengeluarkan ponselnya dan segera memesan ojek online untuk pulang ke rumahnya.

Alora melirik sudut ponsel. Sepuluh menit lagi jam setengah tujuh malam. Monika dan Frans biasanya pulang pukul tujuh malam. Artinya dia masih punya waktu untuk masuk ke kamar, berganti baju, dan pura-pura belajar agar kedua orangtuanya tidak curiga.

"Rin, ojek gue udah sampe di depan. Gue duluan ya."

Karin mengangguk. "Ayo gue anter ke depan."

****

Alora benar-benar beruntung!

Harusnya ojek online yang mengantarnya tiba di rumah pukul 7 kurang 15 menit. Tapi macetnya jalan raya membuat gadis itu baru sampai pukul 7 malam. Alora bersyukur Frans dan Monika belum sampai ke rumah. Mobil keduanya tak tampak sama sekali di pekarangan rumah.

Alora buru-buru masuk ke kamar dan berganti pakaian. Seragam pramukanya tidak ia letakkan di tempat cuci. Gadis itu memilih menggantungnya di lemari pakaian. Hal itu tentu akan jadi lebih aman untuknya.

Usai berganti pakaian, Alora duduk di depan meja belajarnya. Buku kimianya masih terbuka di halaman yang sama seperti saat sebelum ia pergi ke kantor kwarcab. Artinya, Mbak Wati sama sekali tidak memasuki kamarnya.

Alora menghela napas lega. Gadis itu baru bisa tersenyum kini. Untung saja Alora sempat mengunci pintu kamarnya tadi. Biasanya Mbak Wati memang tidak akan masuk ke kamar jika Alora mengunci pintunya. Asisten rumah tangganya itu berpikir kalau Alora sedang sibuk belajar jika mengunci pintu kamarnya.

Alora baru saja menyelesaikan lima soal dari buku kimianya itu ketika pintu kamarnya diketuk. Gadis itu menghela napas. Sepertinya Frans dan Monika sudah pulang dan Mbak Wati memanggilnya untuk makan malam—seperti biasa.

Alora bangkit dari duduknya dan membuka pintu kamarnya. Tebakannya betul. Di depan kamarnya, Mbak Wati sudah menunggu.

"Mama sama Papa udah pulang ya, Mbak?"

Mbak Wati mengangguk. "Nyonya sama Tuan masih ganti baju. Kata mereka, non disuruh nungguin mereka. Non langsung ke ruang makan aja."

Alora mengangguk. Gadis itu keluar kamar setelah mengambil ponselnya terlebih dahulu. Ada beberapa pesan yang belum sempat dibalasnya karena buru-buru sejak tadi.

Ujung bibir Alora tertarik membentuk senyuman ketika nama cowok itu ada di urutan pertama list chat di linenya.

Bryan : hai Alora

PRAMUKA IN LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang