TIGA PULUH DUA

1.6K 103 4
                                    

“Selamat malam. Salam pramuka! Pukul tujuh malam nanti akan diadakan makan bersama di aula untuk semua regu. Regu perempuan di sisi kiri aula dan regu laki-laki di sisi kanan. Silahkan bawa makanan dan minuman kalian menuju aula. Terima kasih.”

Suara Silvi dari speaker menggema memenuhi area kwarcab sebagai bumi perkemahan di jumpa karya kali ini. Sekarang pukul enam sore. Mereka diberi waktu untuk istirahat, sholat, dan makan sejak pukul 5 sore tadi.

Alora baru saja selesai berberes untuk acara makan bersama ini. Harusnya acara yang diadakan untuk malam pertama adalah jumpa tokoh. Tapi karena yang bersangkutan tidak bisa hadir, usul dari Desi tempo hari akhirnya dijadikan sebagai bagian dari rangkaian jumpa karya penggalang ini.

Silvi menghampiri Alora di sisi kiri aula. “Ra, nanti bantuin Desi sama Karin untuk rapiin tempat duduk di regu perempuan ya.”

Alora mengangguk. “Nanti mereka kumpulnya sebelum jam tujuh berarti ya, Kak?”

“Iya, Ra. Nanti dibantu ya biar mereka gak duduk sama temen-temen satu regu tapi juga berbaur sama sekolah lain. Acara makan bersama ini kan tujuannya itu,” jelas Silvi. “Kalo bisa nanti lo sama yang lain duduk di deket-deket mereka buat bawa bahan obrolan. Mereka pasti canggung kalo deket sama orang-orang yang baru.”

“Ehm, Kak. Aku gak bisa kalo itu.” Alora meringis. “Kakak kan tau aku gimana orangnya.”

Silvi terdiam sejenak. “Ah iya. Yaudah lo bantu untuk susun tempat mereka aja. Biar yang ajak ngobrol itu anak-anak yang lain aja. Gue ke sekretariat dulu ya. Mau mastiin acara besok.”

Alora mengangguk. Silvi tersenyum lalu menepuk sekilas pundak Alora sebelum melangkah meninggalkan gadis itu.

Di sudut ruangan, Bryan sudah mengamati gadis itu sejak tadi. Bryan tadi mau menghampiri Alora, tapi Silvi sudah lebih dulu menghampiri gadis itu.

Bryan berdeham, mengusap ujung hidungnya lalu melangkah menghampiri Alora. Sebenarnya ia gugup juga jika mengingat apa yang terjadi tadi siang ketika mereka membeli minum di warung depan kwarcab.

Flashback on

Bryan menarik lembut tangan Alora menuju warung di depan. “Bang, air botol berapa satu?”

“Lima ribu, dek.”

Bryan meraih sebotol air mineral hangat dari etalase warung. Cowok itu berbalik mengulurkannya pada Alora. “Nih.”

Alora mengerjap beberapa saat sebelum mengulurkan tangan ingin meraih botol minuman itu dari tangan Bryan.

Di luar dugaan, Bryan tidak melepaskan pegangannya pada botol itu. Alora membeku ketika jemari Bryan bergerak menyentuh punggung tangannya.

“B-Bryan?”

Bryan tak menggubris. Dengan satu tangan yang bebas, cowok itu merogoh kantong dan menyerahkan selembar uang kepada penjual di warung itu. “Nih, Bang. Makasih ya.”

PRAMUKA IN LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang