Ini sudah kali kesekian Bryan menghela napas berat dalam hari yang sama. Cowok itu mengusap wajahnya, berusaha berkonsentrasi membaca kembali materi Sejarah yang sudah dihapalnya tadi malam. Di samping cowok itu, ada Adit yang sibuk membahas ulangan jam pertama tadi bersama teman-teman yang lain. Keberisikan mereka sebenarnya bukan menjadi alasan kenapa Bryan sulit berkonsentrasi untuk membaca kembali materi yang sudah dihapalnya.
Bryan adalah tipe pelajar yang bisa belajar di mana pun, bahkan di tempat yang sangat ramai sekali pun. Cowok itu punya tingkat konsentrasi yang tinggi sekali. Kali ini, memang bukan suasana di sekitarnya yang membuat cowok itu tidak konsentrasi, tapi apa yang ada dalam pikirannya.
Bryan tak bisa membohongi dirinya sendiri. Cowok itu benar-benar kecewa dengan menghilangnya Alora untuk kedua kalinya. Gadis itu tak membalas pesannya sejak lima hari yang lalu. Alora juga tidak terlihat online di instagram. Bryan benar-benar frustasi dibuatnya. Bagaimana mungkin gadis itu bisa menghilang lagi? Apalagi yang harus Bryan lakukan kali ini?
Alora pernah menghilang waktu itu dan Bryan berusaha mencari cara untuk bertemu dengannya. Setelah bertemu dan tahu masalahnya, Bryan berusaha mencari solusi bagaimana cara agar Alora bisa kembali bertukar kabar dengannya. Setelah Bryan mendapatkan caranya dan memastikan supaya Alora melakukan hal yang dikatakannya, datang lagi masalah seperti ini. Gadis itu menghilang tanpa kabar, benar-benar tanpa kabar.
Sebagai laki-laki yang dari awal memperjuangkan gadis itu bahkan sudah lebih dari 6 bulan, Bryan juga bisa merasa lelah dan jenuh. Dari awal ia berusaha memantapkan hati dan melakukan semuanya untuk Alora. Hasilnya memang tidak nol. Tapi tidak bisa juga dikatakan berhasil untuk suatu proses PDKT.
Bryan menghela napas berat, lagi. Cowok itu menunduk, berusaha fokus pada buku sejarahnya dan melupakan gadis itu sejenak. Alora benar-benar menyita seluruh pikirannya. Sulit sekali untuk lepas dari baying-bayang gadis itu.
Adit menghampiri Bryan dengan wajah sumringah. Berdasarkan hasil diskusinya bersama teman-teman lain membahas soal kimia di jam pertama tadi, nilai cowok itu bisa dibilang aman karena jawaban yang diisinya dominan sama dengan jawaban yang diisi oleh peserta lain. "Aman"nya bisa diterjemahkan dalam dua hal. Pertama, Adit aman karena tuntas dan terlepas dari remedial yang menyebalkan. Kedua, cowok itu aman karena kalau dia sampai tidak tuntas, maka teman-temannya yang lain juga akan mengalami nasib yang sama mengingat jawaban mereka dominan sama.
Garis wajah Adit agak menurun ketika melihat Bryan menunduk dengan rahang mengeras menatap bukunya. Cowok itu lalu menghela napas. Dari hari pertama ujian—ralat, dari hari Jumat kemarin—Bryan selalu menampilkan wajah datar soal tak minat dengan apa pun yang terjadi. Sobatnya itu benar-benar tampak tak fokus.
Kemarin, Bryan bahkan hampir saja mendapat nol karena dia salah menghitamkan pilihan mata pelajaran yang diujikan. Untung saja Bu Riska—guru pengawas muda yang juga merupakan fans Bryan di kalangan guru-guru—memeriksanya terlebih dahulu sebelum menyerahkan lembar jawaban kepada panitia yang menjadi tim scanner lembar jawab ujian. Gurunya itu memperbaiki bulatan hitam Bryan pada lembar jawab.
Adit bersandar di tembok sebelah Bryan. "Der," panggilnya.
"Hm." Bryan berdeham, menjawab kalimat Adit, tanpa mengalihkan wajah dari buku yang ada di tangannya.
"Fokus. Jangan sampe salah nulis maple lagi kayak kemaren. Abis ini pengawas lo Pak Taufik, bukan Bu Riska atau Bu Cici yang nge-fans sama lo."
"Hm, iya."
Adit mendengus mendengar jawaban pendek Bryan. "Lo galau mah galau aja gak usah sampe nyuekin gue," ucapnya sinis.
"Paan sih lo kayak cewek aja sensi bener," balas Bryan ikutan sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMUKA IN LOVE ✔
Teen Fiction[C O M P L E T E D] Perangainya membuatku tertarik sejak awal. Dia memang tak secantik gadis-gadis lain yang dengan percaya diri datang padaku, mengajak kenalan, atau bahkan meminta nomor HP. Dia berbeda. Aku bahkan bisa tahu itu sejak awal pertemua...