LIMA PULUH LIMA

1.5K 92 9
                                    

Alora meraih ranselnya. "Sel, nanti izinin ke Pak Pras ya. Gue mau latihan untuk lomba pramuka."

Sella mengangguk. "Sampe pulang sekolah?" Alora mengangguk. "Mau minjem catatan gue lagi gak nanti? Biar gue samperin pas pulang sekolah nanti."

Alora tersenyum. Sella benar-benar sudah mengerti tabiatnya jika harus meninggalkan kelas dalam waktu yang cukup lama. "Makasih ya, Sel. Gue latiannya di lapangan upacara. Nanti ke sana aja." Alora memperbaiki letak tali ransel di pundaknya. "Duluan ya."

Sella mengacungkan ibu jarinya. "Goodluck ya!"

Alora melangkah keluar kelas setelah mengucapkan terima kasih sekali lagi pada teman sebangkunya. Gadis itu memandang sekitar terlebih dahulu sebelum akhirnya memutuskan langsung melangkah ke lapangan upacara.

Tadinya Alora berniat untuk menunggu teman-teman setimnya terlebih dahulu, tapi sepertinya mereka belum keluar dari kelas masing-masing. Teman-temannya itu memang kurang disiplin masalah waktu. Ketika jumpa karya beberapa bulan lalu saja, sekolah mereka sempat mendapat peringatan dua kali karena terlambat.

Sejujurnya Alora iri dengan sekolah-sekolah lain yang punya tim pramuka yang solid, kompak, disiplin, dan tahu waktu kapan harus bercanda dan serius. Tim pramuka dari sekolah lain benar-benar menampilkan seorang pramuka, bukan sekedar orang-orang yang kebetulan terpilih menjadi bagian dari tim pramuka sekolah.

Alora merasa jiwa pramukanya tidak bisa tumbuh di lingkungan yang tidak mendukung kepramukaannya.

SMA Bhinneka bukan tipe sekolah yang mendukung pramuka dengan baik. Hanya Pak Dedi guru yang ditugaskan untuk membina tim pramuka yang ada. Itu pun karena Pak Dedi pernah menjadi bagian dari panitia jambore daerah ketika beliau masih kuliah. Guru-guru lainnya sama sekali tidak mau mendukung pramuka. Mereka menganggap pramuka tak sepenting prestasi akademik siswa.

Awal-awal Alora bergabung dengan pramuka pun banyak guru yang bertanya-tanya kenapa Alora mau menekuni pramuka. Mereka berkata bahwa sebaiknya Alora fokus dengan olimpiade-olimpiade dan lomba akademik lainnya saja.

Persis dengan kedua orangtuanya.

Bagi mereka pramuka tak lebih penting dari prestasi-prestasi akademik yang harus diraih oleh Alora. Padahal bagi Alora, pramuka itu penting untuk membentuk karakternya kelak.

"Alora!"

Alora tersentak kaget. Gadis itu mengangkat wajah, menemukan Fera, Ilo, dan Geri melangkah cepat menghampirinya. Ketiganya membawa ransel di pundak mereka masing-masing.

Ilo meletakkan ranselnya di samping tempat Alora duduk. "Udah lama, Ra?"

Alora menggeleng. "Belum, Kak. Yang lain mana? Kok belum pada ngumpul?"

"Masih pada di kelas kayaknya. Kita tunggu di sini dulu aja." Ilo duduk di samping Alora diikuti Geri di samping kanannya. Cowok itu membuka botol minumnya, lalu meneguk air dari sana.

Alora mengulum bibir. "Aku boleh ngasih saran gak, Kak?"

Ilo mengusap bulir air di bibirnya lalu menutup botol minumnya. "Boleh. Apa?"

"Aku ngerasa kita terlalu gak disiplin waktu. Tim sekolah lain tuh bisa disiplin banget soal waktu jadi pas ada lomba atau jumpa karya kayak kemaren, mereka udah terbiasa udah gerak cepat," ucap Alora. Gadis itu membasahi bibir bawahnya sekilas sebelum melanjutkan kalimatnya. "Sebenernya aku berharap supaya tim pramuka kita juga jadi disiplin ke depannya. Bukan cuma ngandelin skill pramuka, tapi juga karakter pramuka."

Ilo terdiam beberapa saat sebelum berdecak kagum. "Yap, Ra. Gue tau kalo tim pramuka kita emang lelet banget. Susah sih ngerubah culture telat itu. Tapi kita coba terapin mulai dari latian ini." Ilo tersenyum menatap Alora. "Makasih sarannya ya, Ra."

PRAMUKA IN LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang