Alora dan tim pramuka SMA Bhinneka masih giat berlatih untuk perlombaan di SMA Cendekia. Terhitung sudah 10 hari mereka berlatih bersama. Hari ini, latihan diliburkan karena beberapa perwakilan dari tim pramuka SMA Bhinneka akan mengikuti technical meeting di SMA Cendekia.
Alora sudah berkumpul bersama dengan Ilo, Geri, dan Viola di ruang Pak Dedi. Mereka berempat yang akan mewakili tim pramuka SMA Bhinneka untuk technical meeting.
Viola sudah mencicit senang ketika tahu dia ikut ke SMA Cendekia untuk TM. Ah, gadis itu pasti senang karena akan bertemu dengan Bryan.
"Nanti kalian catat apa saja yang dijelasin di sana. Terus kalo ada yang kurang kalian pahami, tanya aja ke panitia, jangan sungkan-sungkan. Pokoknya harus ngerti semua yang dijelasin di TM biar pas lomba kita gak kalang-kabut karena bingung." Pak Dedi memberi intruksi terlebih dahulu. Pembina pramuka SMA Bhinneka itu masih duduk di kursinya sambil membuat surat izin untuk empat siswa di depannya ini.
"Oke, Kak. Nanti catatan TMnya saya fotoin terus saya kirim di grup," ucap Ilo.
"Sip." Pak Dedi mengulurkan selembar kertas. "Ini surat izinnya. Nanti minta tanda tangan ke guru piket dulu sebelum pergi," katanya. "Kalian pergi naik apa?"
"Motor, Kak," jawab Ilo. "Aku sama Alora. Viola sama Geri."
"Oke, hati-hati di jalan. Jangan lupa pake helm. Jangan ngebut. Silahkan pergi." Pak Dedi memersilahkan keempat siswanya itu untuk keluar dari ruangan.
"Alora sama Viola minta tanda tangan ke guru piket ya. Ini suratnya." Ilo menyerahkan surat izin itu kepada Alora. "Gue sama Geri ambil motor dulu. Nanti kalian tunggu di deket gerbang aja."
Alora mengangguk. Gadis itu meraih surat izin dari Ilo, lalu melirik Viola. Ia menghela napas sekilas. "Ayo, Vi."
"Hm," sahut Viola singkat. Gadis itu berjalan lebih dahulu menuju meja piket. Alora mengikutinya dari belakang setelah pamit sekilas pada Ilo dan Geri.
Alora membasahi bibir bawahnya. Gadis itu ingin memanggil Viola dan mengajaknya mengobrol. Tapi lidahnya terasa kelu.
Meski sudah beberapa kali berada di ruangan yang sama berdua dengan Viola, Alora masih saja bingung untuk membuka obrolan dengan temannya itu. Selama latihan pensi saja, keduanya benar-benar tak mengobrol selain untuk kepentingan penampilan mereka di perlombaan nanti.
Alora berdeham. "Vi," panggilnya.
"Apa?" Viola menanggapi tanpa berbalik menatap Alora. Gadis itu terus melangkah menuju meja piket.
"Em, kapan mau latian lagi?"
"Terserah. Gue bisa-bisa aja." Viola berbalik. Keduanya sudah tiba di depan meja piket. "Mana surat izinnya?"
Alora mengulurkan tangan, memberikan surat izin itu kepada guru piket untuk ditanda tangani.
Bu Lisa, yang menjadi guru piket hari itu merunduk membaca sekilas tulisan yang tertera di kertas izin itu sebelum meraih pena dan menandatanganinya. "Kalian mau pergi TM ke SMA Cendekia?"
"Iya, Bu," jawab Alora.
Bu Lisa menyerahkan surat izin itu kembali kepada Alora. "Ilo sama Gerinya mana?"
"Kak Ilo sama Geri ngambil motor, Bu. Kami disuruh ke sini untuk minta tanda tangan Ibu," ucap Viola.
Bu Lisa memangut. "Oke deh. Semangat ya!"
Alora dan Viola tersenyum. Keduanya pamit setelah mengucapkan terima kasih kepada Bu Lisa. Mereka melangkah beriringan menuju gerbang depan.
"Seneng lo mau ketemu Bryan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMUKA IN LOVE ✔
Teen Fiction[C O M P L E T E D] Perangainya membuatku tertarik sejak awal. Dia memang tak secantik gadis-gadis lain yang dengan percaya diri datang padaku, mengajak kenalan, atau bahkan meminta nomor HP. Dia berbeda. Aku bahkan bisa tahu itu sejak awal pertemua...