Acara makan bersama sudah selesai. Untuk hari pertama ini, peserta jumpa karya akan berkumpul untuk api unggun. Ada atraksi per pangkalan yang akan ditampilkan hingga pukul 10 malam nanti.
Alora tersenyum tipis ketika melihat anak-anak pramuka penggalang berlari-lari ke lokasi api unggun dengan semangat. Gadis itu sendiri sudah berada di are api unggun sejak tadi untuk menghangatkan tubuh.
Malam ini udara memang benar-benar dingin dan Alora sudah bilang kalau dia bukan orang yang tahan dingin, bukan?
Alora mengusap kedua tangannya, kemudian mengeratkan jaket di tubuhnya. Untung saja gadis itu tidak mendapat bagian tugas di acara api unggun. Jadilah dia bisa duduk untuk menikmati hangat api yang berkobar itu.
“Ehem, hai Alora.”
Alora mengangkat wajah, menemukan Bryan yang duduk di sampingnya. Gadis itu tersenyum tipis. “Hai.”
“Lo kedinginan?”
Alora mengangkat alis. “Kok lo bisa tau?”
Bryan terkekeh. “Ra, gue tuh udah pernah ketemu lo pas lagi kedinginan. Dan gue tau kalo muka lo udah pucet tuh artinya lo kedinginan.”
Alora tersenyum. “Lo merhatiin sedetail itu ternyata.”
“Iyalah. Kalo Alora Helsa pasti gue perhatiin sedetail itu,” ucap Bryan dengan yakin. “Lo mau make jaket double gak?”
Alora menggeleng. “Gak usah. Nanti lo kedinginan kalo minjemin ke gue.”
Bryan mengangkat alis lalu tertawa. “Emang gue bilang mau minjemin ke elo?”
Jleb. Pipi Alora merona menahan malu. Gadis itu merutuk kenapa bisa-bisanya menyimpulkan kalau Bryan akan meminjamkan jaket padanya.
Tawa Bryan makin keras ketika melihat Alora mengkerut malu. Cowok itu mengulurkan tangan, mengacak gemas puncak kepala Alora. “Gue emang mau pinjemin lo jaket. Gue sengaja bawa dua karena gue yakin bakal ada yang kedinginan nanti. Nanti ambil ke tempat gue ya.” Bryan mengerling jahil, membuat Alora semakin merona menahan malu.
“Oh, ya, Ra. Gue boleh tanya gak?”
“Tanya apa?”
Bryan mengulum bibir. “Em, tadi gue denger dari temen-temen katanya lo sempet duduk berdua sama Alfa terus ngobrol bareng. Gue boleh tau apa yang kalian obrolin?”
Alora terdiam. Gadis itu tak menyangka harus secepat ini mengatakan semuanya pada Bryan. Apa mungkin memang harus sekarang? Alora sendiri rasanya sudah gatal ingin memberi tahu Bryan soal ini.
Ya meskipun tak ada alasan spesifik kenapa Alora ingin memberi tahu Bryan tentang hal itu.
“Eung tapi kalo lo gak mau cerita gapapa.” Bryan membasahi bibir bawahnya. Sial. Dia benar-benar gugup melihat Alora diam seperti ini ketika menerima pertanyaan darinya. “Gue gak maksa kok.” Cowok itu mencoba tersenyum.
Alora menggigit bibir bawahnya. “Eung, t-tadi dia bilang .... suka sama gue.”
Jantung Bryan seolah terbelah mendengar kalimat itu. Alfa sudah sejauh itu?!
“T-tapi dia gak nembak. Dia cuma mau gue tau tentang perasaan dia,” lanjut Alora cepat.
Bryan melengos. Cowok itu menoleh, menatap Alora dalam-dalam, membuat gadis itu merunduk. “Lo suka sama dia?”
Alora sontak mengangkat wajah. “Ah? Gue—”
“Alora!”
Kalimat Alora terpotong ketika Silvi memanggil gadis itu ke tenda besar tempat panitia. Alora mengulum bibir. “Hm, Bryan. Gue dipanggil Kak Silvi. Nanti lanjut ngobrol lagi ya.”
Bryan mengangguk begitu saja, membiarkan Alora meninggalkan dirinya sendiri dengan perasaan tak menentu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMUKA IN LOVE ✔
Teen Fiction[C O M P L E T E D] Perangainya membuatku tertarik sejak awal. Dia memang tak secantik gadis-gadis lain yang dengan percaya diri datang padaku, mengajak kenalan, atau bahkan meminta nomor HP. Dia berbeda. Aku bahkan bisa tahu itu sejak awal pertemua...