DUA PULUH TUJUH

1.7K 121 46
                                    

Gue posesif karena itu cara gue mempertahankan apa yang bikin gue nyaman.

****

Hari ini pertemuan komunitas pramuka kota dipercepat menjadi pukul 2 siang. Pertemuan dibuka dengan doa kemudian pengumuman dari Silvi tentang apa saja yang akan dilakukan hari ini. Hari ini akan ada gladi bersih untuk upacara pembukaan, latihan hari kedua untuk upacara penutupan, dan persiapan para koordinator yang lain di bidang masing-masing.

Alora dan petugas upacara pembukaan lainnya sudah mengenakan seragam pramuka lengkap untuk gladi bersih.

“Alora udah ambil sarung tangan petugas di ruang sekretariat?”

Alora mengangkat wajah menatap Alfa yang berdiri di depannya. “Belum, Kak. Nanti aku ambil ke sana.”

“Nih. Gue udah ambilin tadi.” Alfa mengulurkan tangan menyerahkan sepasang sarung tangan putih yang diambilnya dari ruang sekretariat tadi. Cowok itu memang sengaja mengambil dua pasang untuk Alora.

Alora terdiam sebentar sebelum meraih sarung tangan itu dari tangan Alfa. “Makasih, Kak. Jadi ngerepotin.”

Alfa tersenyum lebar. “Sama-sama. Masa cuma ambil sarung tangan aja ngerepotin, Ra? Santai ajalah sama gue.”

Alora tersenyum tipis, tak menjawab kalimat Alfa. Gadis itu merunduk sibuk memakai sarung tangannya.

Alfa mengulum bibir. “Sini gue bantu.” Cowok itu maju meraih tangan Alora, membantu gadis itu memakai sarung tangan.

Alora terdiam, cukup terkejut menerima perlakuan tiba-tiba dari Alfa. “Hm, gak usah, Kak. Makasih.” Gadis itu menarik pelan tangannya dari genggaman Alfa.

“Ah, iya. Sorry kalo lo gak nyaman tiba-tiba.” Alfa tersenyum. Cukup mengerti kenapa Alora menolak. Tidak mungkin Alfa bisa mendekati Alora secepat itu. Ia harus melakukannya secara bertahap dan perlahan.

Alora beranjak dari duduknya. “Aku ke tempat Karin dulu ya, Kak.” Gadis itu melangkah meninggalkan Alfa setelah cowok itu mengangguk menanggapi kalimatnya.

“Hai Alora.”

Alora hampir saja tersenyum mendengar kalimat itu. Suara khas itu menyapa telinganya dengan lembut, membuat hati Alora berdesir mendengarnya.

Bryan berlari kecil ke depan gadis itu. Cowok itu memamerkan senyum manisnya, membuat jantung Alora berdegup lebih kencang menatapnya.

“Eung, hai Bryan.” Alora balas tersenyum. “Lo udah sampe dari tadi?”

“Barusan sampe. Langsung nyamperin lo kayak biasa.” Bryan terkekeh. “Oh ya, Ra. Sekolah lo kapan terima rapot?”

“Besok. Kenapa?”

“Enak dong. Sekolah gue masih Jumat nanti. Jadi gue sama Adit meliburkan diri untuk kegiatan ini.”

Alora terdiam. Ah, andai saja dia bisa meliburkan diri seperti kedua temannya. Bahkan setelah UAS, Frans dan Monika masih menyuruh Alora tetap masuk sekolah dengan rutin dan tidak terlambat. Mereka tidak mau melihat absen gadis itu kotor.

Alora bersyukur ia menerima rapot sebelum kegiatan jumpa karya dilaksanakan. Jadi ia tidak perlu susah-susah mendapat izin dari kedua orangtuanya. Karena bisa dipastikan Frans dan Monika tidak akan membiarkannya izin sekolah untuk kegiatan itu.

“SMA Bhinneka emang biasanya terima rapot di hari Senin biar sekalian upacara. Dari dulu kata guru-guru kulturnya emang udah begitu.”

Bryan memangut. “Iya sih. Gue juga denger-denger SMA Bhinneka emang begitu,” ucapnya. “Ah iya. Lo ambil sarung tangan di mana?”

PRAMUKA IN LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang