Hari ini Jumat. Harusnya hari ini Alora bahagia karena akan bertemu dengan cowok itu di pertemuan komunitas pramuka kota.
Sejak siang Alora bahkan sudah bertukar pesan dengan cowok itu. Hubungan mereka semakin baik sejak Alora menerima coklat pemberian Bryan dan juga kertas suratnya. Obrolan keduanya jadi lebih panjang. Alora juga sudah tampak membuka diri pada Bryan. Gadis itu pernah sekali mengirim rekaman suaranya pada Bryan ketika sedang bernyanyi sendirian di kamar.
Dalam beberapa hari ini, Alora selalu menghabiskan waktunya di malam hari untuk bertukar pesan dengan Bryan. Alora bahkan memundurkan jam tidurnya jadi satu jam lebih lama dari biasanya agar bisa mengobrol dengan cowok itu lebih lama.
Tapi semuanya hancur karena Frans yang tiba-tiba menelepon melalui telepon rumah.
"Hari ini kamu gak boleh pergi ke pramuka pramuka itu. Belajar di rumah. Jangan ngebantah."
Tiga kalimat dalam satu tarikan napas yang keluar dari mulut Frans membuat Alora frustasi di kamar tidurnya. Gadis itu butuh refreshing. Dia ingin pergi ke komunitas pramuka kota dan melepas penatnya meski hanya dua jam. Lagi pula dia masih bisa belajar sepulang dari pertemuan di kwarcab.
Tapi Frans tidak mau menerima alasan itu. Baginya, kegiatan di pramuka itu buang-buang waktu. Alora harusnya ada di rumah, di depan meja belajarnya, dan belajar. Tidak perlu buang-buang waktu untuk kegiatan di kwarcab itu.
Alora sempat menangis cukup lama tadi. Kenapa kedua orangtuanya begitu memaksanya untuk melakukan ini dan itu. Kenapa kedua orangtuanya tidak memberinya waktu untuk istirahat dari rutinitas yang melelahkan ini? Memangnya mereka tidak memikirkan Alora yang tersiksa karena semua kewajiban yang mereka bebankan padanya?
Tapi pada akhirnya, sesuai permintaan Frans, kini Alora sudah duduk di depan meja belajarnya dengan buku terbuka di depannya. Tapi pikiran gadis itu sama sekali tidak ada di sana. Dia benar-benar ingin pergi.
Alora bahkan sudah janji dengan Karin untuk mengunjungi rumah gadis itu selepas dari pertemuan pramuka kota. Alora sudah janji akan mengajari Karin bermain gitar untuk penilaian praktek musik temannya itu.
Alora melirik jam digital di ujung meja belajarnya. Pukul tiga sore. Gadis itu menghela napas gusar. Tiga puluh menit lagi pertemuan akan dimulai. Dia harusnya sudah ada di kantor kwarcab saat itu.
Alora menggigit bibir bawahnya. Terbesit di benaknya untuk kabur naik ojek online ke kantor kwarcabnya. Dia bisa langsung pergi tanpa harus bicara pada Mbak Wati dan Pak Muri.
Lagi pula, Frans dan Monika tidak sedang ada di rumah. Seharusnya ini jadi lebih mudah.
Alora terdiam, berpikir cukup lama, sebelum akhirnya menghela napas dalam-dalam dan beranjak dari duduknya. Gadis itu membuka lemari pakaiannya, mengeluarkan seragam pramukanya dan segera berganti pakaian. Setelah itu, Alora mengambil uang untuk membayar transportasi online yang akan ia tumpangi nanti.
Setelah berganti pakaian dan menyiapkan apa saja yang akan dibawanya di dalam ransel, Alora keluar kamar dengan mengendap-ngendap. Gadis itu mengunci kamarnya, lalu buru-buru ngacir ke luar rumah.
Alora menghela napas lega setelah berhasil keluar dari rumahnya. Biarlah sekali ini saja ia tidak memikirkan Frans dan Monika. Bukankah kedua orangtuanya juga tak pernah memikirkan kebahagiaannya?
****
Alora melepas helmnya setelah turun dari motor hitam ojek online itu. Gadis itu menyerahkan helm dan beberapa lembar uang pada sang pengemudi, kemudian mengucapkan terima kasih dan melangkah memasuki area kwarcab.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMUKA IN LOVE ✔
Teen Fiction[C O M P L E T E D] Perangainya membuatku tertarik sejak awal. Dia memang tak secantik gadis-gadis lain yang dengan percaya diri datang padaku, mengajak kenalan, atau bahkan meminta nomor HP. Dia berbeda. Aku bahkan bisa tahu itu sejak awal pertemua...