“Makanya lo buruan tembak Alora. Biar gak ada yang deketin dia lagi.”
Bryan mendengus. Kalimat Adit beberapa jam lalu masih terus terngiang di kepalanya. Berkali-kali Bryan mencoba menghalau semua suara itu, tapi tetap saja terngiang.
Adit sudah tidur sejak setengah jam yang lalu. Sedangkan Bryan masih terjaga. Cowok itu sudah berupaya untuk tidur sejak tadi. Semua posisi—mulai dari hadap kanan sampai hadap kiri, dari tengkurap sampai terlentang—sudah ia coba. Dan hasilnya sama. Bryan masih belum bisa terlelap.
Sejak tadi Bryan memikirkan semuanya. Cowok itu memang tahu jelas kalau ia tidak punya hak apa-apa untuk melarang Alora dekat dengan cowok lain. Status keduanya masih teman sampai saat ini. Belum ada status spesial, seperti kekasih.
Berkali-kali Bryan berusaha meyakinkan dirinya sendiri dengan mengatakan kalau Alora pasti menyukainya dan tidak akan jatuh hati pada laki-laki lain, termasuk Alfa. Cowok itu yakin kalau apa yang ada padanya lebih dari apa yang ada pada Alfa, dan itu pasti membuat Alora tetap menyukainya.
Tapi berkali-kali pula cowok itu gagal.
Bryan berkali-kali mengacak rambut hitamnya ketika menyadari kenyataan kalau Alora belum pernah mengungkapkan perasaan gadis itu pada Bryan. Alora memang tak pernah menolak jika berdua dengan Bryan, tapi Bryan tak bisa menyimpulkan perasaan gadis itu hanya karena satu atau dua hal.
Apalagi Alora berkali-kali tidak mau diantar ke rumah oleh Bryan. Bukankah kalau seorang gadis menyukai seseorang ia tidak akan menolak jika ditawari pulang bersama oleh si cowok?
Bryan makin tak tenang ketika memikirkan Alfa dan Alora akan banyak latihan bersama—dengan Adit—sebagai petugas upacara yang ‘sepaket’. Begitu banyak kemungkinan-kemungkinan yang timbul.
Cinta bisa timbul karena terbiasa, bukan? Bryan sungguh tak rela jika kebiasaan latihan bersama Alfa dan Alora membuat—calon—gadisnya itu jadi menyimpan rasa pada Alfa.
Tapi di balik itu semua, jujur saja Bryan bertanya-tanya kenapa Alfa baru mendekati Alora sekarang, kenapa tidak dari dulu saja. Bukankah mereka sudah ‘tinggal’ di satu komunitas yang sama selama kurang lebih 6 bulan? Kenapa tidak dari dulu Alfa mendekati gadis itu?
Bryan mendengus sebal, mengusir pikiran-pikiran negatif yang timbul di kepalanya. Sangat tidak mungkin kalau Alfa mendekati Alora hanya untuk bersaing dengan Bryan kan?
Setelah setengah jam lebih uring-uringan di atas kasur, Bryan memutuskan untuk keluar kamar. Cowok itu meraih ponsel di nakas, lalu melangkah keluar kamar, meninggalkan Adit yang masih tidur.
Omong-omong soal Adit, Bryan baru ingat kalau besok sobatnya itu akan ke tempat les dan bertemu dengan Alora di sana. Mungkin Bryan akan ke sana setelah selesai latihan basket di sekolah. Semoga saja waktunya tepat.
Bryan duduk selonjoran di sofa ruang tamunya. Ia membuka sebuah roomchat di ponselnya, menggigit bibir bawah, membaca chat terakhir yang belum diread oleh gadis itu, lalu memutuskan untuk mengiriminya pesan lagi.
Bryan: yah chat gue yang tadi belum dibales-bales
Bryan: Ra bales dong
Bryan terdiam sebentar sebelum akhirnya keluar dari roomchat Alora dan membuka instagramnya. Cowok itu mengetikkan username instagram Alora di kolom pencarian. Tak sulit. Hanya menekan huruf ‘a’ saja, nama teratas adalah alorahelsa.
Bryan tersenyum melihat tidak ada yang berubah dari instagram Alora selain jumlah followers dan following yang semakin banyak.
Postingan yang ada di instagram Alora tak banyak. Hanya ada 5 foto dan sebuah video. Isi fotonya pun tak ada wajah gadis itu. Ada foto bunga dengan angle pengambilan yang indah, foto kedua orangtua Alora, foto api unggun, foto beberapa ujung benang nilon, dan postingan terakhir gadis itu tiga bulan yang lalu, foto patok tenda.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMUKA IN LOVE ✔
Teen Fiction[C O M P L E T E D] Perangainya membuatku tertarik sejak awal. Dia memang tak secantik gadis-gadis lain yang dengan percaya diri datang padaku, mengajak kenalan, atau bahkan meminta nomor HP. Dia berbeda. Aku bahkan bisa tahu itu sejak awal pertemua...