Bryan menembak bola basket itu ke ring setelah mendapat operan dari teman setimnya. Cowok itu tertawa lebar sambil menunjuk bangga pada bola yang berhasil masuk ke ring.
Bryan berlari ke pinggir lapangan, meminta pertukaran pemain sejenak karena cowok itu kelelahan dan sempat jatuh di lapangan tadi. Bryan meraih handuk kecil di tasnya dan botol minum. Cowok itu agak mendongak meminum air putih yang dibawanya, tanpa menyadari bahwa ia menjadi pemandangan indah bagi gadis-gadis yang menonton latihan tim basket sekolah mereka pagi ini.
Gadis-gadis yang berada di sisi lapangan tanpa sadar menelan ludah dengan susah payah melihat keringat menetes dari sisi wajah tampan Bryan. Rahang tegas cowok itu terlihat jelas dari tempat mereka berdiri.
Sungguh indah ciptaan Tuhan yang satu itu.
Bryan mengusap wajahnya dengan handuk kecil lalu duduk di kursi pinggir lapangan. Cowok itu awalnya menonton latihan teman-teman setimnya, tapi semenit kemudian ia malah meraih ponsel.
Bryan: hai Alora
Bryan: lagi di tempat les ya?
Satu lagi roomchat yang Bryan buka selain roomchat dengan Alora. Adit.
Bryan: Dit, lo udah jagain Alora?
Berbeda dengan Alora yang belum membalas, pesan singkat Bryan langsung mendapat tanda read dari Adit. Temannya itu memang sulit lepas dengan ponsel, tidak seperti Alora yang bisa tidak melihat ponsel selama berjam-jam.
Alora mungkin bisa meraih penghargaan dan menjadi panutan bagi generasi milenial saat ini yang 24/7 menempel dengan ponsel.
Adit: iya. Ini gue duduk samping dia
Adit: doain gue gak baper ya
Bryan: sat
Bryan: awas aja lo
Adit: wkwk lo napa jadi sering ngumpat dah
Adit: belajar sama siapa sih lo
Bryan: ngaca woi gue belajar dari lo
Adit: wkwk apa kata Alora yang kalem kalo tau lo ngomong kasar gitu ya? Hmm
Bryan: nanti gue traktir McD
Adit: oke gue delete chat lo yang itu aman
Adit: gue burger sama ayam ya. Sama es krim juga soalnya lagi pengen
Bryan: :)
Bryan menyimpan ponsel setelah sekali lagi mengecek roomchat Alora yang ternyata belum ada tanda read di samping balon chatnya. Cowok itu merapikan seragam basketnya kemudian berlari kembali ke lapangan, bergabung dengan teman-temannya yang lain.
****
Adit benar-benar tidak mengerti Alora itu manusia jenis apa. Sejam duduk di sebelah gadis itu, Adit tak merasakan pergerakan otot wajah Alora. Total sudah 2 teater komedi yang ditampilkan, tapi tak sekali pun Alora mengeluarkan tawanya. Gadis itu hanya terkekeh kecil tak sampai 5 detik.
Alora benar-benar datar tanpa ekspresi yang berlebihan.
Mungkin tawa lebar gadis itu ketika bermain egrang adalah tawa lebar pertama yang pernah Adit lihat—dan mungkin juga yang pertama dilihat teman-teman lainnya.Sejujurnya dari awal Bryan mengatakan menyukai Alora, Adit tak habis pikir bagaimana kinerja hati sobatnya itu. Bagaimana mungkin Bryan menyukai Alora yang biasa saja jika dibandingkan dengan gadis-gadis lain yang mendekat cowok itu, seperti Viola?
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMUKA IN LOVE ✔
Teen Fiction[C O M P L E T E D] Perangainya membuatku tertarik sejak awal. Dia memang tak secantik gadis-gadis lain yang dengan percaya diri datang padaku, mengajak kenalan, atau bahkan meminta nomor HP. Dia berbeda. Aku bahkan bisa tahu itu sejak awal pertemua...