ENAM PULUH SATU

1.4K 90 6
                                    

Api unggun jadi saksi betapa aku menganggapmu sebagai orang penting dalam hidupku dengan meminjam bahumu untuk menumpahkan raguku.

****

Setelah Adit memberi tahu tentang ponsel Alora yang tumben-tumbennya tidak aktif, Bryan langsung mengambil keputusan untuk pergi ke tempat les Adit ketika jam les sudah berakhir. Cowok itu bertemu dengan Alora.

Tapi kali ini tidak untuk menyatakan perasaannya.

Bryan perlu membulatkan tekadnya lagi untuk mengikat Alora dalam sebuah hubungan. Gadis itu membuatnya bimbang semalam.

Bryan memandang Adit yang tengah berdiri di depan cermin sambil merapikan rambut hitamnya. "Dit, lo pulang jam berapa nanti?"

"Jam sepuluhan," jawab Adit. Tangannya bergerak memoleskan gel ke rambutnya. "Lo beneran mau dateng ke tempat les gue?"

Bryan mengangguk. "Gak tenang gue tidur semalem karena kepikiran terus."

Adit terkekeh. "Yaudah dateng aja sana. Samperin dia."

Bryan menghela napas. "Gue bingung mau ngomong apa. Lagian gue sama dia kan belum ada hubungan apa-apa. Jadi berasa gak sopan kalo gue nanya kenapa dia gak ngasih tau gue apa-apa tentang dia gak dateng ke pertemuan kemaren."

"Gapapalah, Der. Alora juga gak mungkin jawab, 'emang lo siapa harus gue kasih tau?'. Dia gak sejahat itu."

Bryan diam, tak menjawab kalimat Adit. Cowok itu membuka ponsel, memandangi roomchatnya dengan Alora. Pesan gadis itu tadi malam belum dibalasnya sama sekali.

Bryan menghela napas sekilas sebelum jemarinya bergerak mengetik di layar ponselnya.

Bryan : Ra, gue sayang banget sama lo

****

Seperti biasa, Alora datang paling awal di kelas hari ini. Gadis itu meletakkan ranselnya di bangku les, melipat kedua tangannya di meja, dan menempelkan kepalanya.

Jam tidurnya tadi malam cukup kacau. Alora benar-benar tidak tenang malam itu entah kenapa. Gadis itu bahkan sudah memainkan banyak lagu, tapi rasa kantuk belum juga menyerangnya kemarin malam.

Alora mengangkat wajahnya ketika ada yang menepuk pundaknya. Rupanya Adit. Tumben cowok itu datang pagi.

"Lo sakit, Ra?" tanya Adit setelah meletakkan tasnya di meja samping Alora.

Alora tersenyum tipis. Gadis itu menggeleng. "Gue ngantuk aja."

"Emang tadi malem tidur jam berapa?" tanya Adit.

"Gak tau gue. Tapi jam 3 pagi gue masih belum tidur."

Adit membelalak. "Buset, Ra. Lo bisa begadang juga ternyata?"

Alora meringis. "Karena gak bisa tidur aja makanya gitu," ucapnya. Gadis itu membasahi bibir bawahnya. "Eung, Dit, boleh nanya gak?"

Adit mengangkat alis. "Boleh. Mau nanya apa?"

"Emm, soal kemaren, g-gue minta maaf."

Adit terdiam beberapa saat sebelum membuka mulut menjawab kalimat Alora. "Jangan minta maaf ke gue, Ra. Kan yang butuh kabar dari lo itu Ivander."

Alora mengusap tengkuk lehernya. "Eung, gue kemaren chat Bryan."

"Lo chat apa?"

Alora membasahi bibir bawahnya. "G-gue minta maaf sama dia," ucapnya. "T-tapi cuma kayak gitu doang."

PRAMUKA IN LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang