LIMA PULUH SEMBILAN

1.4K 89 22
                                    

Harusnya hari ini menjadi hari yang menyenangkan mengingat hari ini adalah hari Jumat. Tapi semua berubah ketika Alora ingat bahwa dia sudah tidak boleh datang lagi ke pertemuan pramuka itu.

Alora memang belum mengatakan apa pun kepada Dika. Gadis itu baru bercerita sedikit kepada Silvi tentang orangtuanya yang melarang gadis itu untuk bergabung di komunitas pramuka. Alora meminta agar Silvi tidak memberitahukan kepada siapa-siapa dulu sebelum Alora sendiri yang mengatakannya kepada Dika.

Sebenarnya Alora bisa saja nekat untuk pergi ke komunitas pramuka seperti yang dilakukannya saat itu. Tapi Alora tidak mungkin melakukannya untuk kali ini.

Frans dan Monika sudah memberikan peringatan yang keras kepadanya untuk tidak datang ke komunitas itu lagi. Kedua orangtuanya itu tidak pernah melanggar kalimat yang mereka katakan. Semua hukuman yang mereka katakan bukan sekedar ancaman. Frans dan Monika pasti benar-benar akan melakukannya.

Alora menghela napas. Gadis itu beranjak menuju ruang makan untuk sarapan. Jam masih menunjukan waktu yang aman untuk ia sarapan sendirian di meja makan. Menu pagi ini adalah nasi goreng—menu favorit Alora untuk sarapan.

Gadis itu duduk di meja makan sendirian. Di sampingnya diletakkan ponsel. Hal yang sangat jarang dilakukan Alora. Alora hampir tak pernah meletakkan ponselnya di meja makan ketika sarapan. Menurut gadis itu, ponsel akan mengganggunya untuk sarapan dengan tenang.

Tapi kali ini beda. Entah kenapa gadis itu seolah menunggu sesuatu.

Dan memang benar. Gadis itu sedang menunggu kabar dari Bryan yang tadi malam mengabarinya ketika dia sudah tertidur. Alora baru membalasnya tadi pagi dan ia berharap Bryan akan menjawabnya dengan cepat, seperti biasanya.

Ujung bibir Alora tertarik membentuk senyuman ketika mengingat apa yang terjadi tadi malam antara dirinya dan Bryan Ivander.

Flashback on

"Ra, gue deg-degan banget ditelpon sama lo."

Alora tersenyum. Gadis itu mengulum bibir sekilas. "Em.... gue juga." Alora menutup mata rapat-rapat usai mengatakan kalimat itu. Ia benar-benar malu dengan apa yang dikatakannya barusan.

Alora merutuki dirinya sendiri yang tiba-tiba berani mengatakan kalimat itu kepada Bryan. Ah, sial. Pipinya langsung memanas begitu saja. Rasanya benar-benar malu padahal tak ada yang melihat dirinya saat ini.

"Cie.... Hahaha aduh gue jadi tersanjung berhasil bikin lo deg-degan," goda Bryan dari seberang telpon. "Udah makan, Ra?"

"Udah. Lo udah makan?"

"Udah kok. Jangan khawatir ya."

Alora terkekeh. "Geer banget lo," ucapnya geli.

Bryan membalasnya dengan tawa renyah dari seberang telepon. "Coba aja lo bilang belum makan tadi."

Alora mengernyit. "Emang kenapa?"

"Gue mau ajak makan bareng tadinya."

Ujung bibir Alora tertarik begitu saja membentuk senyuman tipis. Ah, Bryan memang selalu manis dengan caranya sendiri.

"Yah tapi gue udah makan gimana dong?"

"Yaudah kapan-kapan aja gue jemput buat makan bareng ya."

PRAMUKA IN LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang