TIGA PULUH TUJUH

1.6K 99 5
                                    

Bryan bersama rombongan yang tadi malam menginap di bukit untuk bivouac baru saja sampai lagi ke buper. Mereka buru-buru kembali ke tenda untuk bersiap menuju ke kegiatan selanjutnya.

Bryan meraih ranselnya lalu melangkah menuju tenda panitia cowok. Pas sekali di sana ada Adit yang sedang sarapan dan beberapa panitia cowok lainnya.

Bryan duduk di samping Adit. “Gimana tadi malem? Aman?”

Adit menelan makanannya. “Aman. Kemaren oknum A disuruh Kak Silvi bantu anak-anak konsumsi ngambil makanan di tempat mesen makan. Jadi ya gitu.”

Bryan menghela napas lega. Cowok itu tersenyum lebar. Sejak malam ia sudah tidak tenang mengingat Alfa bisa dengan bebas mendekati Alora di buper. Bryan berkali-kali mencoba menghubungi Adit, tapi sinyal di bukit tidak mengizinkan pesannya terkirim.

“Bagus deh.” Cowok itu menyenderkan punggung dengan kaki yang diluruskan.

“He, ambil makan dulu, nyet. Udah mau lanjut kegiatan hiking.” Adit menepuk lengan Bryan dengan sendok.

“Iya sabar. Kaki gue sakit. Kemaren kepentok pohon gara-gara gelep.”

****

Kegiatan di hari ketiga ini adalah hiking. Peserta jumpa karya akan menempuh jarak 14 kilometer mulai dari pukul 8 pagi sampai jam 5 sore. Selanjutnya, mereka semua akan mengikuti pensi puncak di aula pukul 7 malam. Semuanya sudah diatur dengan baik oleh panitia.

Alora tersenyum tipis melihat adik-adik peserta jumpa karya itu mulai melangkah meninggalkan buper dengan kaos jumpa karya dan training panjang.

Jumpa karya beberapa bulan yang lalu, Alora juga begitu. Tapi track hikingnya 22 kilometer. Itu benar-benar melelahkan. Apalagi di perjalanan pulang mereka diguyur hujan. Untung saja Alora tidak mati kedinginan ketika di jalan.

Senyum Alora semakin melebar ketika mengingat di hari itu juga ia bertemu dengan Bryan di ruang panitia untuk mengambil makanan. Ah, momen itu tak mungkin bisa ia lupakan.

Dewi menghampiri Alora yang duduk di depan ruang sekretariat menghadap ke gerbang kwarcab. “Ra, ayo ke aula. Kita nyiapin penampilan untuk nanti malam.” Alora mengangguk. Gadis itu melangkah mengikuti Dewi menuju aula.

Di sana sudah ada Ari, Adit, Revan, Viola, dan Dika di sana. Garis wajah Alora menurun begitu saja melihat Viola ada di sana. Tidak. Dia bukan tidak menyukai Viola. Alora hanya takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

“Oke, penampil dari panitia ini doang, kan?” tanya Dika.

“Iya, Kak. Sisanya tampilan dari tiap kelurahan,” jawab Revan.

Dika memangut. “Yaudah kalian latihan dulu. Sekalian atur juga nanti kembang apinya mau gimana. Viola disuruh latian duluan aja. Soalnya abis ini dia harus bantu tim konsumsi.”

“Oke, Kak.”

“Yaudah gue ke sekretariat ya. Selamat latihan.” Dika melangkah meninggalkan aula.

“Oke, Viola, lo latihan duluan deh biar langsung ke tim konsumsi,” ucap Revan. “Nyanyi apa?

“Everything I Need,” jawab Viola seraya menerima mikrofon dari Dewi.

“Yaudah langsung latihan di panggung.”

Viola mengangguk lalu naik ke panggung. Gadis itu melirik Alora sekilas.

Jujur saja, Viola masih belum bisa menerima kedekatan Alora dan Bryan selama ini. Semuanya benar-benar tak masuk akal.

Intro Everything I Need yang mulai terdengar membuat Viola melepas fokusnya dari Alora. Ia menarik napas dalam-dalam dan mulai menyanyi ketika musik sudah masuk ke bagian bait.

PRAMUKA IN LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang