Sekali saja. Biarkan aku bertindak menggunakan hati dan mengabaikan logika.
****
Alora melewati hari-hari UASnya dengan rutinitas yang begitu membosankan. Meski tiap hari baginya sudah begitu membosankan, tapi tetap saja kali ini berbeda. Gadis itu benar-benar dipush mati-matian oleh Frans dan Monika untuk mendapatkan nilai-nilai terbaik.
Kehidupannya selama seminggu ini tak jauh dari bangun-belajar-ulangan-belajar-tidur. Hanya itu ditambah makan dan mandi.
Satu-satunya yang menarik dari semua kegiatannya adalah rutinitasnya berkomunikasi dengan Bryan tiap selesai belajar.
Cowok itu memberi energi baru tiap selesai bertukar pesan dengannya. Alora yang lelah seolah kembali terisi penuh dengan tenaga baru.
Tak bisa dipungkiri kalau Alora selalu menunggu waktu selesai belajar untuk sekedar chat dengan Bryan.
Hari ini Jumat. Hari terakhir UAS. Lima belas menit yang lalu bel tanda selesai ujian berbunyi. Seluruh siswa sudah boleh pulang ke rumah masing-masing dan tidur dengan nyenyak tanpa memikirkan ujian lagi malam ini.
Beberapa murid lain termasuk Alora belum pulang karena harus menyelesaikan tugas piket mereka di hari terakhir ujian ini.
Alora masih berada di ruang ujiannya bersama 4 murid lain, satu orang dari kelas sepuluh, dua orang dari kelas sebelas, dan satu orang lagi dari kelas dua belas. Ruang UAS SMA Bhinneka memang diacak sedemikan rupa hingga Alora bisa satu ruangan dengan kakak kelasnya.
Alora tersenyum tipis ketika pekerjaannya selesai. Gadis itu benar-benar tak sabar ingin mengikuti pertemuan komunitas pramuka sore ini. Semoga saja Monika tak melarangnya pergi seperti minggu lalu.
Gadis berkuncir kuda itu menyimpan sapu yang ia gunakan di pojok ruangan. Teman-teman piketnya yang lain sudah keluar lebih dulu. Alora melangkah keluar ruangan setelah meraih ranselnya di meja guru.
"Alora!"
Alora menoleh lalu tersenyum begitu mendapati Sella tengah melangkah dari ujung koridor. "Gue kira lo udah balik, Sel."
Sella melangkah di samping Alora menuju gerbang sekolah. "Gue telat tadi. Jadi harus piket bantuin yang lain." Gadis itu meringis ketika Alora tersenyum geli mendengar kalimatnya. "Ah iya, Ra, adek gue bilang dia bakalan ikut jumpa karya penggalang dari komunitas pramuka kota. Lo jadi panitia?"
Alora mengangguk. Gadis itu baru ingat Sella punya adik perempuan yang masih duduk di kelas 2 SMP. "Adek lo SMP mana, Sel?"
"SMPN 3." Sella memperbaiki tali ransel di pundaknya. "Gue jadi pengen ikut. Tapi udah gak ada yang buat penegak. Nyesel gue nggak jadi ikut kemaren."
Alora mengangkat alis, bingung kenapa temannya ini tiba-tiba ingin ikut padahal waktu ditawari untuk jumpa karya dua bulan lalu, Sella malah menolak mentah-mentah. "Kenapa tiba-tiba pengen?"
Sella mengulum bibir, tersenyum malu. "Bryan ikut jumpa karya kan kemaren?"
Alora sedikit tersentak. Gadis itu buru-buru menguasai air mukanya. "Bryan Ivander yang waktu itu lo bilang?" Sella mengangguk. "Iya dia ikut."
"Gue udah lama gak ketemu dia. Jadi pengen ketemu lagi. Apalagi dia keliatan makin ganteng." Sella meringis salah tingkah. "Dulu tuh gue pernah sekelas sama dia. Lumayan deketlah. Siapa tau waktu gue gabung komunitas pramuka kota juga dan ketemu dia, gue bisa jadi orang yang paling akrab sama dia." Alora dapat melihat mata Sella berbinar ketika temannya itu bercerita tentang Bryan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMUKA IN LOVE ✔
Teen Fiction[C O M P L E T E D] Perangainya membuatku tertarik sejak awal. Dia memang tak secantik gadis-gadis lain yang dengan percaya diri datang padaku, mengajak kenalan, atau bahkan meminta nomor HP. Dia berbeda. Aku bahkan bisa tahu itu sejak awal pertemua...