DUA BELAS

2.4K 169 9
                                    

Dia selalu manis dan menyenangkan dengan caranya sendiri dan aku suka itu.

****

Kamis.

Alora tersenyum kecil ketika menyadari besok hari Jumat. Gadis itu bisa melepas penat di komunitas pramuka kotanya. Sekaligus bisa bertemu cowok itu.

Beberapa hari ini mereka makin intens berkomunikasi. Meski Alora masih sering lama membalas, tapi gadis itu tak pernah just read message dari Bryan lagi seperti dulu. Jadilah pembicaraan keduanya berlanjut begitu saja tanpa terhenti tanda read.

Ah setidaknya itu lebih baik mengingat Alora kini makin tertekan untuk memperbanyak jam belajarnya. Percakapan dengan Bryan menjadi 'terapi' yang menyenangkan untuk dilakukan.

Orangtuanya memang tidak ada di rumah. Tapi ada Mbak Wati yang selalu mengawasinya di rumah untuk belajar. Alora tidak bisa bekerja sama dengan Mbak Wati untuk mengibuli orangtuanya. Gadis itu masih tau diri kalau dia adalah anak yang tak punya kuasa lebih.

"Ra." Sella menyenggol lengan Alora yang duduk di sampingnya.

"Hm?"

"Anak-anak kelas pada mau nobar sebelum UAS. Nanti sore katanya. Lo mau ikut?" tanya Sella.

Alora tersenyum kecut. "Enggak deh, Sel. Lain kali aja."

Sella melengos. "Lo mah gak pernah ikut kalo keluar bareng anak kelas. Udah satu hampir satu semester nih. Masa lo gak pernah ikut."

"Kalian aja deh. Gue gak bisa keluar-keluar."

"Kenapa?"

Alora menghela napas. Gadis itu berusaha menguasai air mukanya agar tak berubah mengeruh. "Gue emang gak suka keluar-keluar. Lagian gue lagi gak enak badan juga."

Sella mengangkat alis. "Serius? Ya udah deh lo istirahat aja. Entar gue yang bilang ke anak-anak kalo lo gak bisa."

Alora tersenyum tipis. "Makasih Sella." Ia mengalihkan wajah kembali merunduk pada buku-buku di mejanya. Gadis itu menghela napas.

Ia tentu saja berbohong tadi. Alora tidak sedang sakit. Tubuh gadis itu punya sistem imun yang cukup baik hingga ia jarang sakit. Sekalinya sakit paling karena kehujanan. Alora sangat tidak tahan dingin yang berlebihan.

Alasan Alora menolak tadi tak lain tak bukan adalah orangtuanya. Frans dan Monika tak pernah suka dan tak pernah mengizinkan Alora menghabiskan waktu untuk hangout bersama teman-temannya. Menurut mereka, itu semua buang-buang waktu, tenaga, dan uang.

Dan Alora adalah Alora yang lebih mementingkan kepentingan orang lain di atas kepentingannya. Ia ingin bermain dan menghabiskan waktu dengan teman-temannya. Tapi kedua orangtuanya lebih ingin di belajar keras. Tentu Alora melakukan keinginan orangtuanya.

Dan Alora juga tetaplah Alora yang tak bisa mengungkapkan semuanya pada orang lain. Bagi gadis itu, lukanya bukanlah hal yang bisa dibagikan. Tak semua orang akan menerimanya dengan luka ini.

****

Alora merenggangkan kedua tangannya. Gadis itu melirik jam digital di nakas samping tempat tidurnya. 21.49 WIB. Total sudah 3 jam Alora duduk di depan meja belajarnya. Seperti 'harus' yang diminta Frans dan Monika, gadis itu belajar mempersiapkan UAS besok Senin.

Alora beranjak menuju tempat tidurnya. Gadis itu menarik laci meraih ponsel yang tadi ia simpan di sana. Ada beberapa pesan masuk dari WhatsApp-nya. Ah, paling dari anak-anak kelasnya yang tadi sore nonton bareng. Alora mengabaikannya. Gadis itu membuka LINE. Ujung bibirnya tertarik begitu saja ketika nama Bryan berada di list teratas, menandakan cowok itu orang terakhir yang mengiriminya pesan di aplikasi hijau ini.

PRAMUKA IN LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang