DUA PULUH

2K 125 0
                                    

Kegiatan komunitas pramuka kota sore itu ditutup dengan doa. Setelah bersalam-salaman sejenak dengan beberapa anggota lain, Bryan buru-buru menyambar tas di sisinya dan melangkah menghampiri Alora yang tengah menuju pos untuk mengambil tasnya.

"Hai Alora," ucap Bryan setelah berhenti di depan Alora yang baru menyandang tasnya. Cowok itu menyunggingkan senyum lebarnya.

Alora balas tersenyum tipis. "Hai."

"Gimana latihan tadi? Jadi pengucap pembukaan UUD ya?"

Alora mengangguk. "Gue gak nyangka kalo latihannya bakal sesulit ini. Jauh lebih sulit dari latihan untuk apel di sekolah."

Bryan terkekeh. "Jelaslah. Ini kan untuk jumpa karya. Pesertanya anak-anak penggalang se-kota lagi. Wajar kalo repot banget persiapannya." Bryan lalu berdeham. "Lo gak mau nanya latihan gue gimana?"

Alora tak bisa menahan kekehannya. Pertanyaan Bryan membuat cowok tampan itu terlihat menggemaskan. "Lo gimana latihan jadi pengibar bendera tadi?"

"Gak seru."

Alora mengangkat alis bingung. "Kenapa?"

Bryan tersenyum, menatap dalam manik mata gadis di depannya ini. "Gak ada elo jadi menurut gue gak seru."

Alora terdiam. Tentu saja. Semua gadis yang berada di posisi Alora mungkin akan merasakan hal yang sama. Cowok tampan di depannya ini berbicara dengan nada dan gestur tubuh yang manis pula.

Tangan Bryan terulur menjawil ujung hidung Alora. "Jangan diem gitu dong. Entar gue ngira elo salting sama gue."

Alora merutuk dalam hati. Bagaimana cowok itu bisa berlaku dengan santai sedangkan jantung Alora sudah hampir copot dari tempatnya?!

"Ayo keluar." Bryan meraih jemari Alora lalu menarik lembut gadis itu ke luar area kwarcab. Alora tertarik pasrah mengikuti langkah Bryan.

Keduanya duduk di pos ronda seperti biasa. Dan seperti biasa juga, Bryan selalu memarkir motornya di dekat pos ronda. Katanya biar kalau Alora tiba-tiba mau pulang bareng, mereka tidak perlu jalan terlalu jauh untuk mencapai motor.

Hm, kita tunggu saja kapan.

Bryan berdeham. "Ra, kapan nih lo mau pulang sama gue?"

Alora terdiam. Gadis itu sendiri bingung. Jujur saja dalam hati terkecilnya, ia ingin sekali pulang bersama dengan Bryan menggunakan motor cowok itu. Tapi ia tak yakin. Alora takut orangtuanya sudah menunggu di rumah dan melihatnya pulang bersama Bryan. Gadis itu yakin kalau Frans dan Monika tidak akan menyukai kedatangan Bryan ke rumah meski hanya sekedar mengantar Alora.

Bryan mengangkat alis melihat Alora terdiam. Hatinya sudah mencelos sebenarnya ketika melihat Alora diam tak menjawab sejak detik pertama pertanyaan itu keluar dari mulutnya. "Ra?"

Alora mengulum bibir. "Ehm, kapan-kapan aja ya, Bryan. Gue dijemput hari ini." Alora mencoba menyunggingkan senyumnya.

Bryan menghela napas panjang. Namanya juga berjuang. Harus ada kesabaran dalam menanti kan? "Yaudah. Gue tunggu lo sampe mau gue anter pulang."

Hati Alora menghangat begitu saja. Sejujurnya Alora sempat takut ketika ingin menolak untuk kesekian kalinya. Ia takut kalau Bryan kecewa dan mundur, tak ingin memperjuangkannya lagi. Bagaimana pun juga, semua ornag pasti punya titik jenuh dalam hidupnya.

Tapi Alora beruntung Bryan masih berkata mau menunggunya. Mungkin tak banyak lelaki yang seperti Bryan?

Alora memperbaiki posisi duduknya. Jujur saja, gadis itu ingin sekali bertanya kenapa Bryan memutuskan tetap menunggu meski Alora berkali-kali menolak ajakannya. Tapi lidahnya kelu. Alora tak bisa mengeluarkan kalimat itu dari bibirnya.

PRAMUKA IN LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang