TUJUH PULUH SEMBILAN

1.6K 166 64
                                    

Ada beberapa rasa sayang yang memang hanya perlu disimpan dalam hati saja. Tapi tidak akan ada yang baik-baik saja dengan rasa yang kamu pendam sendiri.

****

Alora baru saja duduk di depan meja belajarnya ketika pintu kamar diketuk. Gadis itu beranjak membuka pintu kamar.

"Loh Mama?" Alora mengernyit. "Mama kok ke sini? Kata Papa, Mama masih harus bedrest kan?"

Monika tersenyum. "Mama udah gapapa," ucapnya. "Boleh masuk?"

Alora mengangguk. Gadis itu melebarkan pintu kamarnya, memersilahkan Monika untuk masuk ke kamarnya. Ia lalu menutup pintu kamar ketika Monika sudah masuk ke kamarnya. Keduanya duduk bersisian di tepi ranjang Alora.

"Mama beneran gapapa?" tanya Alora memastikan. Pasalnya tadi siang setelah membereskan barang-barangnya, Alora dan Frans menghampiri Monika yang masih terbaring lemah dengan wajah pucat. Frans bilang Monika sedang dalam kondisi tidak baik dan butuh bedrest. Makanya Alora heran kenapa Monika tiba-tiba ke kamarnya.

"Iya, Mama gapapa." Monika mengulurkan tangan, membelai rambut hitam Alora. "Mama cuma kangen kamu."

Alora terdiam beberapa lama sebelum akhirnya gadis itu tersenyum dan memeluk Monika. "Alora juga kangen Mama. Maafin Alora ya, Ma."

Monika membalas pelukan Alora. Air mata mengalir membasahi pipi tirusnya. "Mama yang minta maaf. Gak seharusnya Mama nampar kamu malem itu."

Alora mengeratkan pelukannya, membiarkan bulir bening dari matanya luruh. "Alora ngerti kalo Mama kecewa karena Alora bantah perkataan Mama waktu itu bahkan sampe bilang Mama egois. Maafin Alora ya, Ma."

Monika melepaskan pelukannya. Tangannya terulur, merapikan rambut Alora yang sedikit berantakan. "Mama ngerasa bersalah selama ini gak nunjukin rasa sayang itu ke kamu. Selama ini Mama selalu perlihatin sisi kejam ke kamu. Mama ngerasa kamu udah cukup tau kalau Mama sayang sama kamu," ucapnya. "Tapi sekarang Mama paham bahwa gak ada yang baik-baik aja dengan nyembunyiin rasa sayang Mama ke kamu." Monika menyelipkan anak rambut Alora ke belakang telinga. "Jadi mulai hari ini izinin Mama untuk perbaikin semuanya ya, Ra?"

Alora tersenyum mendengar kalimat Monika. "Mama gak perlu nanya gitu. Alora pasti izinin Mama. Alora juga akan berusaha untuk tetep nurut sama Papa dan Mama."

Monika menggeleng. "Enggak, Ra. Kamu harus ngomong kalau kamu gak suka dengan apa yang kami suruh. Mama sama Papa mau belajar untuk dengerin kamu juga."

Senyuman Alora melebar. Gadis itu kembali memeluk Monika. "Makasih, Ma."

Monika mengelus rambut hitam Alora. "Sama-sama."

Alora menikmati sentuhan Monika di rambutnya. Sejujurnya, sudah lama sekali dia menunggu saat-saat seperti ini di mana dia punya waktu bersama keluarganya dan saling memeluk dalam kehangatan. Alora benar-benar senang bisa merasakan pelukan Frans dan Monika lagi hari ini.

"Ra, Mama mau nanya sesuatu boleh?" tanya Monika ketika Alora sudah melepas pelukannya.

"Nanya apa, Ma?"

"Bryan itu orangnya gimana sih?"

Alora tersentak mendengar kalimat Monika. Gadis itu mengulum bibir bawahnya. "D-dia itu hm... baik."

Monika tersenyum ketika melihat Alora tampak malu-malu. "Mama gak nyangka bisa lihat kamu semalu-malu ini waktu jatuh cinta." Monika lalu meraih lengan Alora. "Ayo makan dulu. Papa udah nunggu di meja makan. Abis itu nanti kamu ambil HP kamu di kamar Mama ya. Kabarin si Bryan biar dia gak nahan kangen berat-berat."

PRAMUKA IN LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang