ENAM PULUH TUJUH

1.5K 101 13
                                    

Alora tersenyum bangga ketika melihat Ilo, Geri, Arif, dan Aurel berhasil menyelesaikan bangunan pionerring. Mereka mendapat bagian untuk membuat jembatan darurat sebagai bangunan pionerring mereka. Untunglah keempatnya sudah berlatih sebelumnya bersama Alora di sekolah untuk membuat bangunan itu.

"Gila gue deg-degan banget anjir tadi ada lupa simpul pas bikin segitiganya." Suara berisik Geri langsung terdengar ketika keempatnya kembali ke teman-teman satu pangkalan di pinggir lapangan.

Ilo menghampiri Alora setelah menghela napas lega. Cowok itu tersenyum. "Makasih ya, Ra. Berguna banget belajar pionerring sama lo kemaren."

Alora terkekeh. "Kalian emang hebat kok. Aku kemaren kan cuma bantu ngasih tau simpul sama ikatan yang bener kalo bikin pionerring."

"Iya tapi tetep aja kalo lo gak ngajarin, kita gak akan bisa," ucap Ilo. Cowok itu lalu berdeham. "Besok lo yang lomba kan? Pensi sama pramuka cerdas."

Alora mengangguk. "Doain ya, Kak."

Ilo tersenyum. Tangannya terulur menepuk pundak Alora. "Pasti gue doain. Emang lo doang yang bisa tanding dua cabang dalam satu hari." Cowok itu terkekeh. "Salut gue sama lo."

"Biasa aja, Kak. Ini juga kan karena aku dipilih sama Pak Dedi. Kalo enggak, mungkin juga aku gak akan lomba dua cabang dalam satu hari."

Ilo terdiam beberapa detik. "Hm, Ra, gue seneng liat lo udah mulai panjang kalo ngomong," ungkapnya jujur. "Awal-awal lo masuk pramuka tuh gue liat lo pendiem banget. Gue sampe gak berani ngajak lo ngobrol."

Gantian Alora yang terdiam. Bahunya sedikit melemas. Sekelebat ingatan tentang cowok itu tiba-tiba muncul di kepalanya. Bryan sering kali mengucapkan kalimat itu ketika Alora sudah mulai bicara dengan kalimat panjang padanya.

Ilo mengernyit ketika Alora tak menjawab kalimatnya. "Ra?"

Alora tersentak kecil. "Eh, iya, Kak. Maaf tadi malah bengong." Gadis itu meringis di ujung kalimatnya.

Ilo tersenyum tipis. "Dah, lupain aja. Yuk makan dulu sama yang lain." Ilo mengajak Alora bergabung dengan teman-teman sepangkalan lainnya yang sudah mulai duduk membentuk lingkaran di pinggir lapangan. Agnes membagikan makanan yang mereka beli di depan SMA Cendekia tadi.

"Ra, tau gak, tadi Arif salah nyebut ikatan ke panitia pas dites." Geri memulai cerita dengan suaranya yang nyaring, membuat teman-teman satu pangkalan menoleh memandangnya. "Untung Aurel inget nama ikatannya."

"Tau nih, Kak Arif." Aurel ikutan memojokkan Arif yang sudah merutuk malu ketika Geri menceritakan kesalahannya.

"Gue gugup aja makanya salah tadi," ucap Arif mencari pembelaan. "Lagian tadi gue yang paling banyak benerin simpul."

"Iya dah, Rif. Serah lo aja," sahut Ricky. "Eh iya, tadi sebelum lomba ketua panitianya kenapa datengin kalian?"

Alora yang baru saja ingin membuka bungkus makanan yang diberikan Agnes langsung berhenti begitu saja ketika mendengar kalimat Ricky. Sial. Susah sekali untuk merasa biasa-biasa saja ketika kejadian itu diungkit lagi.

Aurel menelan makanannya. "Tadi dia nanya kenapa anggota kita kelebihan satu. Harusnya kan tinggal tiga orang karena satunya lagi ngambil undian untuk pionerring."

Ricky memangut. "Gue kira kalian bikin kesalahan gitu makanya dia cuma nyamperin kalian doang."

"Awalnya gue kira dia emang keliling liatin semua peserta. Tapi abis dari kalian, dia malah langsung balik ke tempat panitia," ucap Fikri. "Udah deg-degan gue takut tim kita kenapa-napa."

"Ganteng banget njir diliat dari deket ketua panitianya itu," ceplos Aurel, keluar dari arah pembicaraan. Senyuman mengembang menghiasi wajahnya. "Gue sampe blushing padahal cuma ditanyain doang."

PRAMUKA IN LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang