6

320 38 1
                                    

Yeorin.

Menjauh dari Jimin tidaklah mudah apalagi kami tinggal di bawah atap yang sama. Walaupun dia berusaha menjaga jarak, kami tetap saling bertemu. Dia juga menghindari bertatap mata denganku namun itu malah membuatku makin terpesona padanya.

Dua hari setelah percakapan kami di pantai, aku melangkah memasuki dapur setelah menyantap roti isi mentega kacangku dan kembali disambut oleh gadis setengah telanjang lain lagi. Rambutnya berantakan meskipun tidak disisir, dia adalah gadis yang menarik. Aku benci gadis-gadis seperti itu.

Si gadis berbalik untuk memandangku. Ekspresi terkejutnya dengan cepat berubah menjadi tidak suka. Dia mengerjapkan kedua mata cokelatnya dan kemudian berkacak pinggang.

"Apakah kau baru saja keluar dari pantry?"

"Ya. Apakah kau baru saja turun dari tempat tidur Jimin?" Tukasku.

Itu terlontar dari mulutku sebelum aku dapat menghentikan diriku. Jimin sendiri telah menegaskan bahwa kehidupan seksnya sama sekali bukan urusanku. Aku seharusnya menutup mulutku.

Si gadis menaikkan kedua alis matanya yang berbentuk sempurna kemudian seringai geli tersungging di bibirnya.

"Tidak. Bukan berarti aku menolak naik ke tempat tidurnya jika dia mengijinkan tapi jangan pernah mengadu pada Hoseok-ie." Dia mengibaskan tangannya seperti menghalau pergi seekor lalat. "Lupakan. Hoseok juga sepertinya sudah tahu."

Aku jadi bingung.

"Jadi, kau baru turun dari tempat tidurnya Hoseok?" Tanyaku sambil menyadari sekali lagi bahwa itu juga bukan urusanku. Namun Hoseok tidak tinggal disini jadi aku penasaran.

Si gadis menyapukan jemarinya ke rambutnya yang berantakan dan menghela napas.

"Yep. Atau lebih tepatnya tempat tidur lamanya."

"Tempat tidur lamanya?" Aku mengulang.

Pergerakan di lorong membuat perhatianku teralihkan dan mataku mengunci mata Jimin. Dia memperhatikanku dengan sebuah cengiran yang menghiasi bibirnya.

Bagus.

Jimin telah mendengarkanku mengorek keterangan. Aku ingin membuang pandanganku dan berpura-pura tidak pernah bertanya pada gadis itu apakah dia dari tempat tidurnya Jimin. Kilatan pengetahuan di matanya memberitahuku bahwa itu tidak ada gunanya.

"Kumohon jangan biarkan aku jadi penghalang Yeorin. Silahkan lanjutkan menginterogasi tamu Hoseok hyung. Aku yakin dia tidak keberatan," ujar Jimin dengan perkataan yang sengaja dilambatkan. Dia menyilangkan lengannya di dada dan bersandar pada kusen pintu seakan dia makin merasa nyaman.

Kutundukkan kepalaku dan berjalan ke arah tempat sampah untuk menyingkirkan remah roti dari jemariku sambil mengumpulkan pikiranku. Aku tidak mau melanjutkan obrolan ini apabila Jimin masih mendengarkan. Itu membuatku terlihat amat tertarik padanya. Sesuatu yang tidak dia inginkan.

"Selamat pagi, Jim, terima kasih telah mengizinkan kami menginap disini semalam. Hoseok-ie minum terlalu banyak sehingga tidak bisa mengemudi kembali ke rumahnya," ujar gadis itu.

Oh. Jadi begitu ceritanya. Sial. Kenapa aku membiarkan rasa ingin tahu menguasaiku?

"Hoseok hyung tahu dia punya kamar kalau dia ingin tinggal di sini," timpal Jimin.

Aku bisa melihat dengan menggunakan sudut mataku dia berjalan menjauh dari kusen pintu menuju meja dapur. Perhatiannya tercurah padaku. Kenapa dia tidak melupakan hal ini?

Aku akan pergi dalam diam.

"Jadi, kalau begitu kurasa aku akan kembali ke lantai atas." Suara gadis itu terdengar tidak yakin.

Fallen Too Far (PJM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang