-Jimin-
Yeorin bertekad untuk bekerja keras setelah peringatan dua minggu dari Taehyung. Aku tidak akan berdebat dengannya. Dia setuju untuk semua yang aku minta. Aku tidak akan memaksakan keberuntunganku. Aku duduk di meja dengan laptop dan secangkir kopi menunggunya selesai bekerja.
Taehyung berhenti untuk berbicara denganku selama beberapa menit tapi selain itu semua tenang sepanjang sore ini. Kebanyakan orang pergi keluar kota. Seokjin hyung ada disini karena Seonjoo tapi aku tidak yakin dia akan tinggal lebih lama. Aku melihat tatapan gelisah di matanya beberapa hari yang lalu ketika kami bermain golf. Dia tidak akan tinggal di kota ini lebih dari musim panas.
“Apakah kursi ini ada yang punya?” Aku mengangkat kepalaku untuk melihat Hana duduk di kursi di sampingku.
Aku jarang melihatnya sejak perlombaan golf. Aku menatap pada Yeorin yang sedang mengisi air minum seseorang tetapi matanya tertuju padaku.
“Ya, sudah,” jawabku tanpa melihat pada Hana.
“Aku tahu kau bertunangan dengan gadis itu. Semua orang tahu itu. Aku disini tidak untuk menggodamu,” jawabnya.
Yeorin tersenyum padaku dan berbalik menuju ke dapur. Sial. Apa arti senyuman itu?
“Dia punya cincin berlian besar di tangannya. Tidak ada yang perlu dia khawatirkan dan dia tahu itu. Tenang, Jim. Kau ketakutan pada hal yang tidak penting.”
Aku mengalihkan perhatianku pada Hana, “Dia tahu kau wanita pertamaku. Itu mengganggunya.”
Hana tertawa, “Aku bisa meyakinkanmu kalau memori yang aku miliki dari pengalaman kita dan kenyataaan yang dia hadapi benar-benar berbeda. Aku mendapat perjaka yang terangsang. Dia punya yang profesional.”
Aku berbalik untuk melihat jika Yeorin ada di belakang sana. Aku tidak ingin dia mendengar ini.
“Duduklah di tempat lain. Dia sedang emosional sekarang. Aku tidak ingin dia marah.”
Tidak ada yang tahu dia sedang hamil. Aku akan membiarkan Yeorin yang memutuskan kapan untuk mengatakan pada orang-orang.
“Dia tidak terbuat dari Cina. Dia tidak akan pecah. Apakah dia tahu kau memperlakukannya seperti boneka?”
“Ya, aku tahu. Kami baik-baik saja akan hal itu,” jawab Yeorin saat dia mendatangi meja kami dan menuangkan kopi di cangkirku. “Aku tidak percaya kita belum pernah berkenalan. Aku Kim Yeorin.”
Hana mencuri pandang sesaat ke arahku kemudian berbalik pada Yeorin, “Kang Hana.”
“Senang akhirnya bisa bertemu denganmu, Hana-ssi. Biasakah aku membawakanmu minuman?”
Ini bukan seperti yang kuharapkan. Bukan karena aku tidak menyukai ini, tapi karena aku menyukainya. Itu artinya aku membuatnya merasa lebih aman bersamaku.
“Jika aku meminta Diet Coke apakah dia akan menendangku keluar?” tanya Hana melirik padaku.
Yeorin tertawa dan menggelengkan kepalanya.
"Tidak. Dia akan jadi pria yang baik. Aku janji.” Kemudian dia menatapku. “Kau lapar?”
“Aku baik,” aku meyakinkannya.
Dia mengangguk dan berjalan menuju dapur.
“Aku mungkin sedikit jatuh cinta padanya. Dia seksi. Tapi kemudian ada seseorang yang akan mengikatmu, mereka sudah punya paket yang lengkap.”
Aku tertawa menyesap kopiku. Kemudian menatap pada arah pintu menunggu Yeorin berjalan masuk lagi. Aku tidak sabar membawanya pulang.
.
.
.Yeorin tetap bersandar pada kursi sambil menekankan ciuman pada leherku dan menggigit telingaku. Sulit sekali rasanya untuk tetap fokus dalam perjalanan pulang.
“Aku sudah siap untuk menepi dan bercinta dengan tunangan mungilku yang terangsang jika dia tidak berhenti,” aku memperingatkan, menggigit bibir bawahnya ketika ciumannya berada terlalu dekat di mulutku.
“Terdengar seperti janji dari pada tantangan,” katanya, menyelipkan tangannya diantara pahaku dan menangkup ereksiku.
“Sial, Rin, kau membuatku gila,” aku menggeram, menekan ke tangannya.
“Jika aku menghisapnya bisakah kau berkonsentrasi untuk menyetir?” tanyanya saat dia mulai membuka celana jeansku.
“Aku lebih suka membawa kita berdua di bawah pohon palem tapi aku tidak peduli lagi sekarang,” jawabku saat tangannya meluncur ke bawah di depan celana dalamku.
Untungnya, kami tidak akan ketahuan. Aku memasuki jalanan menuju rumah dan mematikan mobil di taman ketika Yeorin baru saja melepas celanaku. Teleponku berbunyi untuk ketiga kalinya.
Aku membuatnya bergetar dan hening jadi itu tidak akan mengganggu kami dengan kilatan cahaya pada layarnya. Ibuku telah meneleponku tadi ketika aku menunggu Yeorin dan aku sedang tidak ingin menjawabnya. Hanya sekali ponsel itu berhenti kemudian berbunyi lagi.
Sialan.
Aku akan mematikannya atau berurusan dengan ibuku. Yeorin memegang penisku di tangannya jadi aku berfikir kalau mematikan ponsel itu adalah yang terbaik. Menatap ponsel itu aku tahu telepon itu berasal dari nomor luar kota yang terlihat di layarku. Kode areanya tidak asing tapi aku tidak bisa mengetahuinya.
“Siapa itu?” tanya Yeorin.
“Tidak tahu, tapi mereka memutuskannya.”
Yeorin berhenti menyentuhku. “Jawab saja. Aku baik-baik saja dalam beberapa menit.”
Aku menekan tombol jawab. Aku perlu melemparkan mereka dan mendapatkan gadisku. Tapi sebelum aku berkata halo ibuku mulai berbicara dan duniaku hancur berkeping-keping di kakiku.
.
.
.
To be continued.Ada berita apakah sampai Jimin merasa hancur?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallen Too Far (PJM)
Romance(completed) Yeorin baru saja berumur dua puluh tahun. Yeorin adalah putri ayah tiri Jimin yang baru. Yeorin masih naif dan polos karena menghabiskan tiga tahun terakhir merawat ibunya yang sakit. Tapi untuk Park Jimin yang berusia dua puluh tujuh...