19

365 33 5
                                    

Yeorin.

Napas berat Jimin di telingaku saat tubuhnya menindihku terasa hebat. Aku ingin menahannya di sini. Tetap di dalam tubuhku. Hanya seperti ini.

Ketika Jimin memindahkan lengannya dan mengangkat tubuhnya dariku, aku merapatkan lenganku di sekitarnya dan Jimin terkekeh.

"Aku akan kembali. Aku harus mengurusmu terlebih dahulu," ujar Jimin kemudian mencium bibirku sebelum meninggalkanku sendiri di ranjangnya.

Aku melihat bokong telanjangnya yang semuanya dalam kesempurnaan berjalan melintasi ruangan dan masuk ke dalam apa yang tampaknya seperti kamar mandi.

Aku mendengar kran air menyala kemudian Jimin berjalan keluar dengan sepenuhnya telanjang di bagian depan. Mataku secara langsung berpaling kearah lain. Aku mendengar Jimin tertawa dan aku memejamkan mata malu karena tertangkap basah mengamatinya.

"Tidak perlu malu padaku sekarang," goda Jimin kemudian meraih untuk membuka lututku lagi.

"Bukalah untukku," kata Jimin lembut dan mendorong lututku hingga terbuka.

Aku melihat kain lap di tangannya untuk pertama kali.

"Tidak terlalu banyak," kata Jimin, membersihkan di antara kakiku ketika aku memperhatikannya dalam ketertarikan. "Apakah itu sakit?"

Jimin bertanya dengan nada prihatin dalam suaranya saat dia dengan lembut menyeka area yang lembut.

Aku menggelengkan kepalaku. Sekarang saat kami tidak lagi liar dalam gairah hal ini sangat memalukan. Tapi mendapati Jimin sedang membersihkanku sangatlah manis. Inikah yang dilakukan para pria setelah berhubungan seks? Aku tidak melihat ini dalam film sebelumnya.

Jimin terlihat senang dengan pekerjaan membersihkannya dan dia membuang kain lap yang telah di gunakan ke tempat sampah di samping tempat tidur. Jimin merangkak naik lagi ke ranjang menempatkan dirinya di sisiku serta menarikku ke dalam pelukannya.

"Kupikir kau bukan seorang pemeluk, Jim," kataku saat Jimin menyusurkan hidungnya di sepanjang leherku dan menarik napas dengan keras.

"Memang bukan. Hanya denganmu Rin. Kau adalah pengecualianku," bisik Jimin kemudian menyelipkan kepalaku di bawah dagunya dan menarik selimut menutupi kami.

Dengan cepat aku tertidur. Aku aman dan bahagia.

.
.
.

Ciuman lambat terasa di bagian dalam betisku dan sepanjang lengkungan kakiku adalah hal pertama yang aku rasakan. Aku memaksa mataku terbuka.

Jimin berlutut di ujung ranjang menciumi kakiku dan naik ke sisi tungkaiku dengan seringaian nakal di wajahnya.

"Itu dia matamu. Aku mulai berpikir berapa banyak yang perlu kucium untuk membuatmu bangun. Bukannya aku keberatan mencium lebih tinggi lagi tapi itu akan berakhir dengan beberapa kali hubungan seks yang mengagumkan dan kau sekarang hanya punya waktu sekitar dua puluh menit untuk berangkat kerja."

Kerja.

Oh sial. Aku bangun dan Jimin menurunkan kakiku.

"Kau masih memiliki waktu. Aku akan menyiapkanmu sesuatu untuk dimakan saat kau bersiap-siap," Jimin meyakinkanku.

"Terima kasih. Tapi kau tidak perlu melakukannya. Aku akan makan sesuatu di ruang istirahat pegawai sesampainya aku disana."

Aku mencoba agar kecanggungan yang terjadi di pagi hari setelah kejadian semalam tidak menyerang. Aku telah berhubungan seks dengan pria ini. Seks yang benar-benar hebat atau setidaknya menurutku seperti itu. Sekarang hari telah terang dan aku telanjang di ranjangnya.

Fallen Too Far (PJM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang