9

275 34 2
                                    

Yeorin.

Beberapa mobil diparkir di luar ketika aku pulang ke rumah Jimin setelah bekerja.

Paling tidak aku tidak akan memergokinya berhubungan seks. Sekarang aku tahu seberapa hebat ciumannya itu dan betapa menyenangkan rasanya saat tangannya berada di tubuhku, aku tidak yakin aku bisa menahan diri jika melihat Jimin melakukan hal itu dengan orang lain.

Konyol. Tapi itu benar.

Aku membuka pintu dan melangkah masuk. Musik seksi terdengar sangat keras dari 'sound system' yang ada di setiap ruangan. Ya, setiap kamar kecuali kamar milikku.

Aku mulai melangkah ke dapur ketika aku mendengar seorang perempuan mengerang. Perutku melilit. Aku mencoba untuk mengabaikannya, tapi kakiku rasanya tertanam kuat di lantai marmer. Aku tidak bisa bergerak.

"Jimhhh. Lebih keras. Hisap lebih keras." Suara wanita berteriak.

Aku benar-benar cemburu dibuatnya dan itu membuatku marah. Aku seharusnya tidak peduli. Jimin menciumku sekali dan membuatnya mengumpat dan pergi.

Aku bergerak ke arah suara itu meskipun aku tahu 'itu' adalah sesuatu yang tidak ingin kulihat. Rasanya seperti ditabrak kereta api.

Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak melihatnya bahkan jika aku tidak ingin itu membuat otakku mendidih.

"Mmmmm, tolong sentuh aku." Pintanya.

Aku menarik diri tapi aku tetap menuju kesana. Melangkah ke ruang tamu, aku menemukan mereka di sofa. Baju atasan perempuan itu benar-benar telah terlepas dengan salah satu puting berada di mulutnya sementara tangan Jimin bermain di antara kedua kaki perempuan itu.

Aku tidak bisa melihat ini. Aku harus keluar dari sini.

Sekarang.

Aku berputar, bergegas ke pintu depan, tidak peduli apakah aku melakukannya dengan diam-diam atau tidak.

Aku sudah berada di mobilku dan keluar dari jalan masuk sebelum salah satu dari mereka menyadari bahwa mereka telah terlihat. Jimin melakukan itu di sana, di sofa, siapa saja bisa masuk dan melihat apa yang mereka lakukan.

Jimin tahu aku bisa pulang setiap saat. Faktanya adalah, Jimin ingin aku melihatnya. Jimin mengingatkanku bahwa dia adalah sesuatu yang tidak bisa ku miliki. Sekarang, aku tidak menginginkannya.

Aku menyetir ke arah kota dengan marah pada diriku sendiri karena membuang bensin. Harusnya aku berhemat. Aku mencari telepon umum tapi tidak dapat menemukannya di mana pun. Era telpon umum sudah lama berlalu. Jika kau tidak memiliki ponsel maka kau akan celaka.

Aku tidak yakin siapa yang akan ku telpon. Aku bisa menelepon Jihoon. Aku tidak berbicara dengannya sejak aku pergi minggu lalu. Biasanya kami berbicara setidaknya sekali seminggu. Tapi tanpa telepon kami tidak bisa melakukan itu.

Aku punya nomor Hoseok yang tersimpan di tasku. Tapi untuk apa aku menelponnya? Itu sangat aneh.

Aku tidak tahu apa yang akan ku katakan padanya. Aku menepi ke tempat parkir dari satu-satunya kedai kopi di kota dan memarkir mobil. Aku bisa pergi minum kopi dan melihat majalah selama beberapa jam. Mungkin saat itu Jimin sudah selesai dengan kegiatan bercintanya di bawah tangga.

Jika dia sedang mencoba untuk memperingatkanku, aku telah menerimanya dengan tegas dan jelas. Bukan berarti aku tidak membutuhkannya. Aku sudah menerima kenyataan bahwa pria kaya bukan untukku. Aku lebih menyukai gagasan menemukan pria baik dengan pekerjaan biasa. Pria yang akan menghargai gaun pemberian ibuku dan sepatu perakku.

Aku melompat turun dari mobil dan mulai menuju kedai kopi ketika aku melihat Seonjoo dengan Seokjin didalam. Mereka sedang berdiskusi panas di meja paling pojok belakang tapi aku bisa melihat mereka melalui jendela. Setidaknya dia telah mengajaknya keluar.

Fallen Too Far (PJM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang