60

208 26 1
                                    

-Yeorin-

Ponsel yang Jimin belikan untukku tergeletak di meja dapur ketika aku berjalan keluar dari kamarku. Ini ketiga kalinya dalam seminggu ini dia sengaja meninggalkan benda itu di suatu tempat supaya aku menemukannya. Kali ini ada kertas berisi pesan yang berada di sebelahnya.

Aku mengambil kertas itu.

.

Pikirkan bayi kita. Kau butuh handphone ini ketika darurat.

.

Ini adalah tamparan ringan Aku tersenyum dan mengambil handphone itu lalu menyimpannya di saku. Dia tak akan menyerah sampai aku menerima benda itu. Hari ini kunjunganku yang ke dua ke dokter kandungan. Aku memberitahukan kepada Jimin tentang jadwal kunjunganku di kencan ke tiga kami hari Senin malam kemarin.

Dia sudah sangat bertekad untuk mengajakku kencan sepanjang minggu. Kemarin malam aku sampai harus memohon padanya untuk menghabiskan waktu di rumah dan menonton film saja. Dia sedang menjalankan rencananya. Semua orang di kota sudah tahu bahwa kami berkencan. Aku yakin kalau mereka semua sekarang sudah muak melihat kami selalu bersama. Aku tersenyum lebih lebar lagi karena pemikiran itu.

Aku mengambil ponsel itu dari dalam saku. Tadi malam aku lupa untuk mengingatkan Jimin tentang kunjunganku hari ini. Aku bisa meneleponnya karena sekarang aku punya handphone. Namanya ada di urutan paling atas dari daftar teleponku di kelompok 'favorit'.

Aku tak terkejut dengan hal itu.

Dia mengangkat teleponnya pada deringan ke tiga.

"Hei, aku akan meneleponmu kembali," kata Jimin dengan nada suara jengkel.

"Oke tapi..." aku sedang mulai berbicara ketika dia menutupi ujung teleponnya untuk berbicara dengan seseorang di sana.

Apa yang terjadi?

"Kau baik-baik saja?" dia membentak.

"Ya, aku baik-baik saja tapi..."

"Kalau begitu nanti aku telepon kembali," dia menyela sebelum aku menyelesaikan kalimatku, lalu dia menutup teleponnya.

Aku duduk terdiam dan memandangi ponsel itu. Apa yang barusan terjadi? Mungkin harusnya aku tadi bertanya padanya apakah dia baik-baik saja. Ketika sepuluh menit kemudian dia masih belum meneleponku kembali, aku memutuskan bahwa sebaiknya aku segera bersiap untuk pergi ke dokter. Aku yakin dia akan meneleponku kembali sebelum waktunya berangkat nanti.

Satu jam kemudian dan dia masih belum meneleponku kembali. Aku berdebat dalam hati apakah sebaiknya meneleponnya atau tidak. Mungkin dia sudah lupa bahwa tadi aku meneleponnya. Sebenarnya aku bisa saja meminjam mobil Seonjoo dan pergi ke dokter. Tapi hari Senin itu ketika aku memberitahunya soal konsultasiku, dia tampak bersemangat untuk ikut denganku. Aku tak bisa begitu saja meninggalkannya.

Aku meneleponnya lagi. Kali ini teleponnya berdering empat kali sebelum diangkat.

"Apa?" suara Hyunji mengagetkanku.

Apa dia sedang di tempat Hyunji?

"Eh, mm..." aku tak yakin apa yang harus kukatakan padanya. Aku tak bisa memberitahunya soal kunjunganku ke dokter.

"Apa Jimin ada?" Tanyaku dengan gugup.

Hyunji tertawa keras.

"Aku tak percaya ini. Dia bilang padamu dia akan meneleponmu kembali. Kenapa sih kau tak bisa memberinya sedikit ruang untuk bernapas? Oppa tidak suka berurusan dengan orang yang suka menuntut. Dia sedang bersama keluarganya. Ibu dan ayahku sedang ada di sini dan kami sedang bersiap untuk makan siang bersama. Kalau dia sudah siap untuk bicara denganmu, dia akan meneleponmu." Lalu dia menutup teleponnya.

Fallen Too Far (PJM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang