61

184 27 12
                                    

-Jimin-

“Dia ada di mana, Joo?” Aku mendesaknya sembari berjalan keluar dari kamar Yeorin dan memegang ponselnya. Dia sudah meninggalkannya di sana.

Seonjoo membentakku dan menutup pintu lemari dengan membantingnya.

“Kenyataan bahwa muka memelasmu mengatakan bahwa kau tak tahu di mana dia berada hanya membuatku semakin membencimu.”

Sialan, apa yang salah dengan dirinya?

Aku sudah mengalami hari yang sangat menyebalkan. Mereka semua menjadi murka ketika aku memberitahukan pada ibuku bahwa dia harus mencari rumah lain untuk tinggal dan kemudian memberitahukan pada mereka semua bahwa aku akan menikahi Yeorin.

Tidak semuanya bersikap seperti itu. Ayah Yeorin tampak baik-baik saja menerima berita itu. Hyunji dan ibuku yang sangat marah. Kami saling berteriak marah selama beberapa jam dan aku membuat ancaman serius kepada mereka.

Hyunji seharusnya pergi dari rumah itu untuk kembali bersekolah di hari Senin. Dia akan pergi sampai libur musim dingin dan aku yakin dia akan menghabiskan liburannya bersama teman-temannya di Seoul. Itu yang biasanya dia lakukan setiap tahunnya. Biasanya aku juga pergi ke sana, tapi tidak tahun ini.

“Aku harus berurusan dengan ibu dan adikku selama empat jam terakhir ini. Mengusir ibuku keluar dari rumahku dan memberi tahunya dan Hyunji bahwa aku bermaksud untuk melamar Yeorin bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Jadi maafkan aku kalau aku butuh informasi untuk mengingatkanku tentang keberadaan Yeorin sekarang!”

Seonjoo menaruh botol airnya di meja dapur dengan kasar dan ekspresi kemarahannya berubah menjadi lebih mirip ekspresi jijik terhadap sesuatu. Kukira kalau dia sudah tahu bahwa aku akan melamar Yeorin, dia akan menjadi lebih senang. Tampaknya dugaanku salah.

“Kuharap kau belum membeli sebuah cincin,” hanya itu yang terucap darinya.

Aku lelah menghadapi sikapnya.

“Katakan padaku di mana dia sekarang,” aku menggeram.

Seonjoo menaruh kedua tangannya di atas meja dan mencondongkan tubuhnya sembari menatapku dengan tatapan keji yang aku tidak tahu bisa dilakukan seorang gadis.

Persetan. Denganmu.”

Sial. Apa yang sudah kulakukan?

Pintu terbuka dan Yeorin berjalan masuk sembari tersenyum hingga akhirnya bertatapan mata denganku. Lalu senyum di wajahnya segera menghilang. Dia juga marah padaku. Ini pertanda jelek.

“Yeorin-a,” kataku sembari berjalan ke arahnya dan dia mulai melangkah mundur.

“Jangan,” jawabnya sembari menaruh ke dua tangannya di depannya untuk mencegahku mendekatinya.

Dia sedang memegang sesuatu. Sepertinya beberapa foto. Sialan, foto apa yang sedang dia pegang?

Apakah itu foto dari masa laluku?

Apakah dia marah tentang beberapa perempuan yang pernah kutiduri di masa lalu?

“Apa itu seperti dugaanku?” tanya Seonjoo sembari mendorongku untuk menyingkir dari jalannya dan berlari menuju Yeorin.

Yeorin mengangguk dan menyerahkan foto-foto itu padanya. Seonjoo menutup mulutnya yang ternganga kagum.

Omona. Apa kau mendengar detak jantungnya?”

Ketika mendengar kata ‘detak jantung’ dadaku serasa dibelah hingga terbuka lebar. Aku mulai memahami apa yang terjadi. Ini hari Kamis. Hari ini jadwal kunjungan Yeorin ke dokter. Dia tadi meneleponku untuk mengingatkanku soal itu dan aku malah menutup teleponnya.

Fallen Too Far (PJM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang