-Yeorin-
Musim sekolah sudah dimulai. Para pelancong dan orang pecinta musim panas telah pulang ke rumah. Klub tidak begitu ramai lagi karena itulah jumlah tipnya menurun. Hal terbesar adalah Jimin tidak membahas lagi tentang lamaran sejak malam di rumah ketika dia bilang apa yang dia katakan pada ibunya, adiknya dan ayahku. Dia tidak pernah menyebut mereka lagi. Aku kadangkala bertanya-tanya jika suatu saat dia berubah pikiran atau kalau aku hanya membayangkannya.
Jika bukan karena Seonjoo yang menanyakankanku setiap minggu apakah Jimin telah membicarakannya lagi aku akan berfikir itu adalah bagian dari imajinasiku. Setiap kali aku mengatakan pada Seonjoo bahwa Jimin tidak bilang dia menjadi semakin gelisah. Belum lagi hatiku menjadi semakin terluka. Aku takut dia terus-menerus memikirkan itu dan memutuskan bahwa itu adalah suatu kesalahan.
Sebelum dia mengatakannya lagi malam itu aku bahkan tidak membiarkan diriku percaya bahwa dia ingin menikahiku. Aku membayangkan kami membesarkan bayi ini dari dua rumah yang berbeda. Jika pikiranku pergi ke masa depan maka aku akan membendungnya. Itu bukanlah sesuatu yang aku harapkan.
Jam kerjaku dikurangi karena sepi dan aku bertanya-tanya apakah aku butuh pekerjaan kedua. Tidak banyak pillihan di sini. Tetapi sepertinya Jimin tidak akan menerimanya dengan baik.
Ketika aku melangkah ke dalam kamarku ada dua benda yang menarik perhatianku. Ada bunga mawar di ranjangku dan di tengahnya ada amplop yang bertuliskan namaku dengan rapi di depannya. Aku mengambil dan membukanya. Kertas surat itu terasa mahal dan nama Park ada diatasnya.
.
Temui aku di pantai.
Penuh cinta,
Jimin.
Tulisan tangannya yang tidak biasa membuatku tersenyum. Aku pergi ke lemari dan mengeluarkan sundress putih dengan dua garis hitam disepanjang kelimannya. Jika dia merencakan suatu hal romantis di pantai aku tidak akan memakai baju kerjaku.
Setelah menyisir rambutku dan memakai make up aku berjalan menuju ke pintu yang menghadap ke teluk dan menuju pantai. Jimin memakai celana pendek khaki dan kemeja berkerah. Aku senang aku berganti pakaian.
Dia membelakangiku dan tangannya berada di sakunya saat dia berdiri disana menatap laut. Aku ingin berhenti dan mengaguminya yang sedang mengagumi laut tetapi aku juga ingin sekali melihatnya. Dia sudah pergi ketika aku bangun pagi ini.
Aku keluar dari jalan setapak dan berjalan di pasir. Ini adalah kesunyian yang aneh kecuali bagi kami berdua. Meskipun di luar sana keramaian mulai reda suhunya tetap tiga puluh derajat dan matahari bersinar di luar sana. Menatap kebawah aku menyadari sesuatu di pasir. Seseorang menulisnya. Dan ada tongkat tergeletak di sana.
Aku berhenti dan membacanya dengan suara keras,
"Kim Yeorin, maukah kau menikah denganku?" Saat kata-kata itu terucap Jimin berjalan mendekat dan berlutut di depanku.
Sebuah kotak kecil nampak ditangannya dan dia membukanya perlahan ketika cincin berlian itu menangkap sinar matahari yang memudar. Cincin itu nampak hidup seolah cincin itu bersinar. Ini terjadi.
Apakah aku menginginkan ini? Ya.
Apakah aku mempercayainya? Ya.
Apakah dia siap? Aku tidak yakin. Aku tidak ingin ini menjadi sesuatu yang dia lakukan karena dia merasa tertekan. Rasanya mudah untuk meraih dan memakaikannya di jariku. Tapi apakah itu yang Jimin inginkan?
"Kau tidak perlu melakukannya," aku memaksakan diriku untuk menatapnya. Dia tidak berbicara pada adik atau ibunya seminggu ini.
Sebesar apapun aku tidak menyukai mereka, tapi aku tidak membenci mereka, aku tidak ingin menjadi penghalang antara dia dan keluarganya.
Jimin menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku tidak perlu melakukan apa-apa. Tapi aku ingin menghabiskan sisa hidupku denganmu. Tidak ada selain dirimu."
Kata-katanya adalah kata-kata yang tepat. Aku tetap merasa seolah masih ada sesuatu yang salah. Dia tidak mungkin menginginkan ini. Dia muda, kaya dan mengagumkan. Aku tidak punya apa-apa untuk kuberikan padanya. Aku akan mengikatnya. Mengubah dunianya.
"Aku tidak bisa melakukan ini padamu. Aku tidak bisa menghalangi masa depanmu. Kau bisa melakukan apapun. Aku berjanji padamu aku akan membiarkanmu menjadi bagian dari kehidupan bayi kita. Itu tidak akan berubah ketika kau merasa seolah kau siap untuk pergi. Aku akan selalu mengizinkanmu."
"Jangan bilang apa-apa lagi. Aku bersumpah Rin, beberapa saat lagi aku akan melemparkanmu ke laut." Dia berdiri dan matanya menatap mataku. "Tidak pernah ada pria yang mencintai wanita seperti aku mencintamu. Tidak ada yang lebih penting darimu. Aku tidak tahu apa lagi yang harus kulakukan untuk membuktikan padamu bahwa aku tidak akan membiarkanmu lepas lagi. Aku tidak akan melukaimu. Aku tidak akan sendirian lagi. Aku membutuhkanmu."
Mungkin ini tidak benar dan mungkin aku membuat kesalahan tapi kata-katanya menyentak sudut hatiku yang dia miliki bagaimana pun juga tidak dikendalikan untuk diraih hingga saat ini. Aku mengambil kotak dari tangannya dan mengangkat cincin itu keluar.
"Ini cantik," kataku padanya.
Karena memang benar. Cincin itu tidak terlalu mencolok atau berlebihan. Cincin itu sederhana.
"Tidak ada yang lebih pantas selain di jarimu," jawabnya dan mengambil cincin itu dari tanganku. Kemudian dia kembali berlutut dan tatapannya bertemu denganku.
"Kumohon, Kim Yeorin, maukah kau menjadi istriku?"
Aku menginginkan ini.
Dia.
"Ya," kataku dan dia menyelipkan cincin itu di jariku.
"Terima kasih Tuhan," bisiknya kemudian berdiri dan menangkap mulutku dengan ciuman lapar.
Ini nyata dan mungkin ini tidak akan terjadi selamanya tapi ini adalah milikku sekarang. Aku akan menemukan cara untuk membiarkan dia pergi jika dia menginginkannya. Tapi aku mencintainya. Itu tidak akan pernah berubah.
"Pindahlah bersamaku," dia memohon.
"Aku tidak bisa. Aku harus membayar setengah dari uang sewa," aku mengingatkannya.
"Aku membayar uang sewamu selama setahun penuh. Setiap uang yang kau berikan pada Taehyung sudah disimpan di akun bank dengan namamu. Begitu juga Seonjoo. Sekarang, tolong tinggallah bersamaku."
Aku ingin marah padanya tapi sekarang aku tidak bisa. Aku menekankan ciuman lagi di bibirnya dan kemudian mengangguk.
"Dan tolong berhentilah bekerja," dia menambahkan.
"Tidak," jawabku. Aku tidak akan melakukan itu.
"Kau tunanganku sekarang. Kau akan menjadi istriku. Kenapa kau ingin bekerja di klub? Tidakkah kau menginginkan hal lain? Bagaimana dengan kuliah? Kau mau melakukan itu? Apakah ada gelar yang kau inginkan? Aku tidak akan mencoba untuk mengambil pilihanmu, aku ingin memberimu lebih banyak lagi."
Aku akan menjadi istrinya. Kata-kata itu tenggelam saat aku menatapnya. Aku tidak ingin menyerah saat kuliah seperti yang kulakukan di SMA. Aku bisa mendapatkan gelar dan memiliki pekerjaan.
"Aku menginginkannya. Hanya saja, biarkan aku memikirkannya. Ini terlalu banyak, terlalu cepat," kataku, membungkuskan lenganku ke tubuhnya.
.
.
.
To be continued.Selamat atas pertunangan kalian 👏
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallen Too Far (PJM)
Romance(completed) Yeorin baru saja berumur dua puluh tahun. Yeorin adalah putri ayah tiri Jimin yang baru. Yeorin masih naif dan polos karena menghabiskan tiga tahun terakhir merawat ibunya yang sakit. Tapi untuk Park Jimin yang berusia dua puluh tujuh...