36

210 28 3
                                    

-Yeorin-

Aku mengulurkan tangan dan menyentuh kaki Seonjoo untuk membangunkannya. Dia telah tertidur selama hampir dua jam. Kami berada di perbatasan Busan dan aku memerlukan nya untuk mengemudi agar aku bisa melihat mobil Jihoon pada semua motel murah.

“Kita sudah sampai?” gumam Seonjoo mengantuk dan duduk di kursinya.

“Hampir. Aku memerlukanmu untuk menyetir. Aku akan mencari mobil Jihoon.”

Seonjoo menatap bosan. Aku tahu dia melakukan ini hanya dengan harapan bisa membawaku ke Busan dan menjagaku disana. Seonjoo kurang peduli tentang menemukan Jihoon.

Tapi aku butuh tumpangan. Aku akan pergi ke rumah Jihoon. Dia dan aku akan berbicara. Jihoon tidak punya urusan untuk datang menemui Jimin. Aku hanya berharap dia tidak mengatakan pada Jimin tentang apa yang kubeli.

Bukan berarti aku ingin menyimpan rahasia itu dari Jimin. Hanya saja aku tidak akan membiarkan semuanya hilang begitu saja. Aku perlu memprosesnya. Mencari tahu apa yang harus kulakukan.

Kemudian aku akan menghubungi Jimin. Jihoon pergi menemui Jimin seperti orang gila bukan lah hal yang ku inginkan. Aku tetap tidak percaya dia melakukan itu.

“Berhenti disana. Aku ingin masuk kesana dan pertama-tama aku mau latte untukku,” perintah Seonjoo.

Aku melakukan sesuai yang dia katakan dan memarkir mobil di depan Starbucks.

“Kau mau sesuatu?” tanya Seonjoo saat dia membuka pintu.

Aku tidak yakin kalau kafein bagus untuk… untuk si bayi. Aku menggelengkan kepalaku dan menunggu sampai dia keluar dari pintu sebelum aku mengeluarkan isakan dari dadaku yang tidak kuharapkan. Aku tidak berfikir apa arti dua garis merah itu. Seorang bayi. Bayi Jimin.

Ya Tuhan.

Aku keluar dari mobil dan berjalan mengelilingi mobil untuk menuju pintu penumpang. Saat aku kembali ke mobil dan hendak masuk Seonjoo sedang berjalan menuju mobil. Dia terlihat sedikit waspada sekarang. Aku mendorong kembali pikiran tentang bayiku dan fokus untuk menemukan Jihoon. Aku bisa menjalani masa depanku, masa depan bayiku nanti.

“Oke. Aku punya kafein. Aku siap menemukan cowok ini.”

Aku tidak membetulkannya. Aku tahu Seonjoo sudah tahu namanya sekarang. Aku mengucapkannya beberapa kali. Hanya saja dia menolak untuk mengetahuinya. Baginya ini adalah bentuk dari pemberontakan. Jihoon mewakili Paju dan dia tidak ingin aku pergi ke Paju. Malahan kejengkelannya itu membuatku hangat. Seonjoo menginginkanku dan rasanya menyenangkan.

“Dia meninggalkan Busan karena harga kamar hotel. Jadi, dia mungkin ada di suatu tempat yang sesuai dengannya. Biasakah kau membawaku ke beberapa tempat itu?” tanyaku.

Seonjoo menggangguk tetapi tidak menatapku. Dia mengetik pesan. Bagus. Aku memerlukannya untuk fokus dan dia malah sepertinya mengatakan pada Seokjin kalau kami hampir sampai. Aku benar-benar tidak ingin Seokjin mengetahui sesuatu.

Kami mengemudi selama tiga puluh menit dengan aku memeriksa tempat parkir pada semua motel murah di kota. Hal ini membuatku frustasi. Jihoon pasti ada di suatu tempat.

“Bisakah aku meminjam ponselmu? Aku akan meneleponnya dan memberitahu kalau aku mencarinya. Dia akan mengatakan padaku keberadaannya kalau dia tahu aku sudah berkendara sampai sejauh ini.”

Seonjoo memberikan ponsel nya padaku dan aku dengan cepat memencet nomor Jihoon. Terdengar nada dering dua kali.

Halo?”

“Hoon-a. Ini aku. Kau ada dimana? Aku ada di perbatasan kota Busan dan aku tidak bisa menemukan mobilmu dimana pun.”

Sunyi,

Fallen Too Far (PJM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang