41

231 30 8
                                    

-Jimin-

Yeorin berjalan keluar dari apartemen Seonjoo sambil membawa dua gelas kopi sebelum aku keluar dari mobilku. Aku membuka pintu lalu berjalan keluar dari Range Rover. Rambutnya digerai dan menggantung dipunggungnya. Aku menyukai yang seperti itu.

Celana pendek yang dia gunakan nyaris tidak menutupi kakinya dan itu membuatku susah untuk berkonsentrasi saat dia duduk di mobilku. Celananya akan naik sampai ke pahanya. Aku melihat pada kakinya dan menemukan dia menatapku tajam. Dia memaksakan sebuah senyum kecil.

"Aku membawakanmu kopi karena kau telah bangun pagi-pagi untukku. Aku tahu bangun pagi bukanlah kebiasaanmu." Suaranya seperti tidak yakin dan lembut saat dia bicara.

Itu akan menjadi rencanaku untuk mengubahnya dalam perjalanan ini. Aku ingin dia merasa nyaman denganku lagi.

"Terima kasih," jawabku dengan tersenyum, aku harap dapat menghilangkan rasa gugupnya saat aku membukakan pintu penumpang untuknya. Aku tidak bisa tidur sejak jam tiga pagi ini.

Aku cemas. Aku sangat yakin aku telah menghabiskan dua ceret kopi sejak tadi. Meskipun begitu aku tidak berencana untuk memberitahunya. Dia membawakanku kopi. Senyum lebar tersungging dibibirku saat aku menutup pintunya dan kembali ke tempatku.

Dia mengangkat gelas kopinya hingga ke mulutnya, menyesap sedikit saat aku menatapnya.

"Jika kau ingin mendengar musik, aku berjanji itu semua terserah padamu," aku mengingatkannya.

Dia tidak bergerak tapi tersenyum pada ujung bibirnya.

"Terima kasih. Percaya padaku, aku mengingatnya. Aku baik-baik saja sekarang. Kau bisa mendengarkan sesuatu jika kau ingin. Aku butuh untuk bangun terlebih dahulu."

Aku tidak peduli tentang radio. Aku hanya ingin berbicara dengannya. Apa yang kami bicarakan memang tidak penting. Berbicara dengannya adalah hal yang aku pedulikan.

"Jadi apa rencananya? Apakah Jihoon tahu kita akan kesana untuk mengambil barang-barangmu?" tanyaku.

Dia bergeser pada tempat duduknya dan aku memaksakan diriku untuk tetap menjaga mataku ke jalan bukan ke kakinya.

"Tidak. Aku ingin menjelaskan kepada dia dan neneknya, tentang hal ini. Aku juga butuh waktu meyakinkannya untuk menjual mobilku dan mengirimkan uangnya padaku. Itu tidak bisa dikendarai lagi. Mobilku dalam kondisi buruk."

Mobilnya sudah tua. Ide dia untuk tidak akan mengendarai mobilnya lagi sangat melegakan. Bagaimanapun, aku tidak gila tentang dia. Tidak memiliki kendaraan. Bagaimana bisa aku memperbaikinya sedangkan aku tidak tahu caranya. Dia tidak akan pernah menerima mobil pemberianku. Mungkin mobilnya dapat diperbaiki dan membuatnya aman.

"Aku bisa mengambilnya dan mengeceknya sementara kau mengepak barang. Itu hanya membutuhkan beberapa bongkar-pasang untuk menyelesaikannya."

Dia mendesah.

"Terima kasih tapi jangan repot-repot. Hoonie sudah mengambil dan mengeceknya. Dia sudah memperbaiki mobilku jadi aku bisa membawanya ke kota tapi dia bilang itu hanya baik sementara. Butuh waktu lebih untuk mengerjakan daripada yang aku biayai."

Aku mencengkeram erat setir mobil. Ide tentang Jihoon menjaganya telah membuatku gila. Aku benci Jihoon yang memperbaiki mobilnya. Seharusnya itu adalah keluarganya yang membantu dia ketika Yeorin membutuhkan. Aku telah mengacaukan hidupnya. Aku tidak disana untuk meneleponnya ketika dia membutuhkan bantuan.

"Jadi apakah kau dan Jihoon..."

Apa yang aku tanyakan? Apakah mereka? Sial. Aku tidak ingin mendengarnya.

"Kami adalah teman, Jim. Telah begitu sejak lama. Perasaanku kepadanya tidak akan berubah."

Aku melonggarkan cengkeramanku pada setir mobil dan mengelap keringat pada telapak tangan di jeansku.

Sial, dia membuatku gila. Jika aku ingin membuatnya kembali nyaman denganku maka aku harus tetap tenang. Itu akan dimulai dengan aku tidak menghajar Jihoon ketika aku melihatnya.

Sebelum aku dapat mengatakan apapun lagi, Yeorin condong ke depan dan menyalakan radio. Dia menemukan siaran jazz pada radio satelitku dan dia kembali menyandarkan kepalanya di kursinya dan memejamkan mata. Aku sudah menyelidiki terlalu banyak. Dia dengan sopan meminta aku untuk diam. Aku bisa membaca petunjuknya.

Tiga puluh menit dalam diam terlewat sebelum ponselku berdering. Nama Hyunji muncul di layar dashboardku. Iphone sialan ini sudah terprogram di mobilku. Biasanya akan muncul saat di genggaman dan membuatnya bebas untuk mengangkat. Tetapi untuk Yeorin melihat nama Hyunji muncul tidak bagus. Aku tidak menginginkan gangguan. Rencanaku untuk hari ini adalah hari tanpa gangguan.

Aku mengklik tombol tolak dan radio kembali memutar lagi. Aku tidak melihat ke arah Yeorin tapi aku merasa matanya menatapku. Itu benar-benar susah untuk tidak bertemu tatapannya.

"Kau bisa berbicara dengannya. Dia adalah adikmu," Yeorin berbicara dengan lembut, aku hampir tidak mendengarnya karena musik.

"Dia memang adikku. Tapi dia menunjukkan sesuatu yang aku tidak ingin untuk kau pikirkan hari ini."

Yeorin tidak berhenti menatap ke arahku. Itu menguras tenagaku untuk menjaganya tetap biasa saja. Menepikan mobil dengan kasar dan menangkup wajahnya, memberitahunya betapa pentingnya dia dan betapa aku sangat mencintainya bukanlah apa yang dia butuhkan sekarang.

"Aku baik-baik saja, Jim. Aku memiliki waktu untuk bisa menerima semuanya. Terimalah hal itu. Aku akan bertemu Hyunji di klub. Aku siap untuk itu. Kau membantuku hari ini. Kau bisa melakukan apapun tapi kau memilih untuk membantuku. Aku tidak ingin dirimu menolak telepon dari orang-orang yang peduli denganmu. Aku takkan hancur."

Sial.

Begitu banyak untuk menjaga ini tetap biasa saja dan mudah. Aku menepi ke arah samping jalan dan membanting setir Rover ke taman. Aku menjaga tanganku untuk tetap pada diriku tapi aku memberikan seluruh perhatianku pada Yeorin.

"Aku memilih untuk menolongmu hari ini karena tidak ada yang bisa lebih aku suka lakukan daripada berada didekatmu. Aku mengantarmu karena aku pria menyedihkan yang akan mengambil apapun yang dia bisa ketika itu berhubungan denganmu." Aku menyerah dan menjalankan jempolku ke arah tulang pipinya lalu ke rambut halusnya yang aku kagumi sejak pertama aku menatapnya.

"Aku akan melakukan apapun. Apapun, Rin, supaya bisa dekat denganmu. Aku tidak bisa berpikir tentang yang lain. Aku tidak bisa fokus dengan yang lain. Jadi jangan pernah berpikir bahwa kau menyusahkan aku. Kau butuh aku, aku disini." Aku berhenti.

Aku terdengar menyedihkan bahkan ditelingaku sendiri. Memindahkan tanganku dari kepalanya aku menggeser Rover pada gigi dan menarik gasnya kembali ke jalan.

Yeorin tidak mengatakan apapun. Aku tidak menyalahkannya. Aku terdengar seperti seorang pria gila. Dia mungkin akan takut kepadaku sekarang.

Sial, seperti itu aku.

.
.
.
To be continued.

Fallen Too Far (PJM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang