43

217 30 7
                                    

-Jimin-

Yeorin tampak seperti akan menangis dan aku takut untuk bertanya apakah dia baik-baik saja. Ketakutanku itu karena kemungkinan dia akan berubah pikiran dan kembali tinggal di Paju, aku bisa tenang jika kami sampai dengan aman keluar dari perbatasan kota.

Aku merasa terganggu melihat dia mengaitkan kedua tangannya dengan erat di pangkuannya. Aku berharap dia akan mengatakan sesuatu.

"Kau baik-baik saja?" Tanyaku, akhirnya aku tidak dapat menahan diriku sendiri. Kebutuhanku untuk melindunginya telah mengambil alih.

Dia mengangguk.

"Ya. Aku merasa hanya sedikit ketakutan, kurasa. Kali ini aku tahu aku tidak akan kembali. Aku juga tahu aku tidak memiliki ayah yang menunggu untuk membantuku. Meninggalkan Paju kali ini ternyata lebih sulit."

"Kau punya aku," sahutku.

Dia memiringkan kepalanya ke samping dan menatapku.

"Terima kasih. Aku perlu mendengar hal seperti itu sekarang."

Sial, aku akan merekamnya agar dia bisa memutarnya berulang-ulang jika itu akan membantu.

"Jangan pernah berpikir kau sendirian."

Dia tersenyum lemah padaku kemudian mengalihkan perhatiannya kembali ke jalan.

"Kau tahu aku bisa menyetir jika kau ingin tidur saat ini."

Gagasan bisa bebas untuk melihat dia seperti yang aku inginkan sungguh menggoda. Tapi dia mengharapkan aku untuk tidur dan aku tidak mau membuang-buang waktu ku bersamanya hanya dengan tidur.

"Aku tidak ngantuk. Meskipun begitu terima kasih."

Aku melewati drive-thru dan ingin mendapatkan sesuatu untuk di makan di pemberhentian sini. Dia tertidur dan aku tidak ingin mengganggunya, tapi dia pasti lapar.

"Aku kelaparan. Apa yang ingin kau makan?" Tanyaku, sambil memundurkan mobil dari interstate yang akan membawa kami kembali ke Busan.

"Um... aku... aku tidak tahu. Mungkin sup."

Sup? Permintaan yang aneh. Tapi sial, jika dia ingin sup aku akan mencarikan sup untuknya.

"Sup. Aku akan mencarikan kau restoran yang menyediakan sup."

"Jika kau lapar silahkan saja berhenti di manapun yang kau inginkan. Aku bisa menemukan sesuatu untuk dimakan di mana saja." Dia terdengar gugup lagi.

"Yeorin, aku akan mendapatkan sup untukmu," jawabku sambil melirik ke arahnya.

Aku memastikan diriku tersenyum jadi dia akan tahu kalau aku ingin mendapatkan sup untuknya.

"Terima kasih," katanya dan menatap tangannya di pangkuannya lagi.

Kami tidak berbicara untuk sementara waktu tapi rasanya begitu menyenangkan hanya memiliki dia semobil denganku. Aku tidak ingin dia merasa seperti dia harus berbicara.

Pintu keluar pertama aku mengikuti tanda petunjuk makanan.

"Sepertinya ada pilihan yang bagus di sini. Pilih tempatnya," kataku padanya.

Dia mengangkat bahu.

"Tidak apa-apa. Kau tahu jika kau tidak ingin keluar dan tetap ingin melakukan perjalanan, aku bisa makan sesuatu yang kubawa di mobil."

Aku ingin melakukan perjalanan hari ini selama mungkin.

"Kita akan mendapatkan sup," jawabku.

Tawa kecil mengejutkanku dan aku menoleh untuk melihat dia benar-benar tersenyum. Membuatnya tersenyum lebih sering lagi adalah tujuan baruku.

.
.
.

Yeorin tertidur lagi, sudah larut malam ketika kami berhenti di tempat parkir di apartemen Seonjoo. Aku sangat berhati-hati untuk menjaga percakapan kami agar lebih mudah. Setelah beberapa saat kami terdiam dalam keheningan yang nyaman saat itulah dia tertidur.

Aku memarkirkan Rover di taman kemudian duduk bersandar dan menatapnya. Aku berkali-kali melihatnya tidur selama perjalanan pulang. Hanya beberapa menit aku ingin bebas menonton dia tidur. Lingkaran hitam di bawah matanya membuatku khawatir.

Apakah dia tidak cukup tidurnya? Seonjoo mungkin tahu. Aku bisa berbicara dengannya tentang hal itu. Mengajukan pertanyaan itu pada Seonjoo mungkin kurang bijaksana sekarang.

Sebuah ketukan lembut di jendelaku mengalihkan perhatianku dari Yeorin ke Jin Hyung yang sedang berdiri di luar mobil dengan ekspresi geli di wajahnya. Aku membuka pintu dan melangkah keluar sebelum ketukan Jin Hyung bisa membuatnya terbangun. Aku ingin membangunkannya sendiri dan aku tidak ingin ada penonton ketika aku melakukannya.

"Kau berencana untuk membangunkannya atau kau mempertimbangkan ingin menculiknya?" Tanya Jin Hyung.

"Diam, Brengsek."

Seokjin Hyung tertawa. "Seonjoo mencemaskannya, dia ingin Yeorin segera masuk ke dalam jadi dia bisa mendengar tentang perjalanannya. Aku akan membantumu untuk membawakan barang-barangnya jika kau ingin membangunkannya dan membawanya ke dalam."

"Dia kelelahan. Seonjoo bisa menunggu sampai besok." Aku tidak ingin dia harus bangun untuk menjawab keusilan Seonjoo.

Yeorin jelas membutuhkan lebih banyak tidur dan dia juga membutuhkan lebih banyak makanan. Dia hampir tidak memakan supnya tadi. Aku sudah mencoba menawarkan makanan lagi tapi dia bilang dia tidak lapar. Hal itu harus diubah. Seperti sandwich selai kacang sialan waktu itu.

"Kalau begitu kau yang mengatakannya pada Seonjoo," jawab Seokjin Hyung saat aku mengulurkan box di tangannya dan menarik koper keluar dari belakang. "Aku bawa kopernya, kau yang membawa box dan aku akan membangunkannya."

"Moment pribadi?" Seokjin Hyung menyeringai dan aku mendorong box agak keras ke tangannya.

Hal itu menyebabkan dia tersandung kebelakang hingga membuatnya tertawa terbahak-bahak.

Aku mengabaikannya dan berjalan ke sisi penumpang.

Membangunkan dia dan membiarkan dia pergi bukanlah apa yang ingin kulakukan. Itu membuat ku sangat ketakutan.

Bagaimana jika ini saatnya?

Bagaimana jika Yeorin tidak pernah membiarkan ku dekat dengannya seperti ini lagi? Tidak, aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.

Aku akan melakukan secara perlahan tapi aku akan memastikan ini bukan untuk hubungan kami seperti yang dulu. Meskipun aku telah memilikinya untuk diriku sendiri sepanjang hari yang membuat semakin nyata, sulit untuk kembali ke jalan itu.

Aku melepaskan sabuknya. Dia nyaris tidak bangun. Sejumput rambut lepas di wajahnya membuat aku menyerah pada keinginan untuk menyentuhnya. Menjangkau keatas sampai aku bisa menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya. Dia begitu cantik.

Aku tidak pernah bisa melupakannya. Rasanya tidak mungkin. Aku harus menemukan cara untuk mendapatkan dia kembali. Untuk membantu memulihkannya.

Kelopak matanya pelan-pelan terbuka dan tatapannya terkunci dengan mataku.

"Kita sudah sampai," bisikku, tidak ingin mengejutkannya.

Dia duduk dan memberiku senyum malu-malu. "Maaf, aku tertidur lagi."

"Kau pasti membutuhkan istirahat lagi. Aku tidak keberatan." Aku ingin tinggal di sana dan tetap memilikinya di dalam mobilku, tapi aku tidak bisa melakukan itu.

Aku mundur kebelakang agar dia bisa keluar. Ingin menanyakan apakah aku bisa bertemu dengannya besok dan pertanyaan itu sudah ada di ujung lidahku. Tapi aku tidak jadi menanyakannya. Dia belum siap untuk itu. Aku harus memberinya ruang.

"Aku akan menemuimu besok," kataku dan senyumnya gemetar.

"Oke, hmm, ya, sampai jumpa. Dan terima kasih sekali lagi karena telah membantuku hari ini. Aku akan membayarmu untuk bensinnya."

Sialan.

"Tidak, tidak perlu. Aku tidak mau uangmu. Aku senang bisa membantu."

Dia mau berkata lagi tapi tiba-tiba menutup mulutnya. Dengan anggukan rapat dia berbalik dan berjalan masuk ke apartemen.

.
.
.
To be continued.

🤮🤢

Fallen Too Far (PJM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang