-Yeorin-
Wajah Jimin berubah pucat. Aku memegang tangannya namun dia tidak bereaksi. Dia duduk di sana mendengarkan orang yang sedang berbicara pada ujung telepon satunya tanpa berkata sepatah pun.
Semakin lama mereka berbicara semakin putih wajahnya. Jantungku bergemuruh. Sesuatu yang mengerikan telah terjadi. Aku terus menunggunya mengatakan sesuatu. Apa saja. Namun tidak dia lakukan.
"Aku dalam perjalanan," tukasnya dengan nada datar sebelum menjatuhkan ponselnya ke atas pangkuannya dan memindahkan tangannya dari cengkeramku untuk memegang roda kemudi dengan amat erat.
"Ada apa, Jim?" tanyaku yang saat ini semakin ketakutan daripada yang kurasakan ketika dia sedang menelepon.
"Masuklah ke dalam rumah, Rin. Aku harus pergi. Hyunji mengalami kecelakaan. Perahu layar brengsek." Dia memejamkan matanya kuat-kuat dan menggumamkan makian. "Aku hanya butuh kau keluar dari mobil dan masuk ke rumah. Aku akan menghubungi ketika sempat namun aku harus pergi, sekarang."
"Apakah dia terluka? Bolehkah aku pergi bersamamu?"
"TIDAK!" raungnya, masih memandang lurus ke depan. "Kau tidak bisa ikut denganku. Kenapa kau sampai menanyakan hal itu? Adikku berada di ICU dan tidak responsif. Aku harus berada disana, bersamanya dan aku ingin kau keluar dari mobil."
Dia terluka dan ketakutan. Aku memahaminya. Namun aku ingin berada di sana untuknya. Aku mencintainya dan aku tidak ingin dia terluka seorang diri.
"Jim, kumohon izinkan aku ikut denganmu..."
"KELUAR DARI MOBIL!" Jimin berteriak dengan sangat kencang yang menyebabkan telingaku berdenging.
Aku tergopoh-gopoh memegang pegangan pintu dan menyambar tas tanganku.
Dia menyalakan mesinnya dan terus menatap lurus kedepan sementara buku-buku jarinya berubah menjadi seputih wajahnya akibat kencangnya cengkeraman Jimin pada roda kemudi. Aku ingin mengatakan hal yang lain namun dia sangat gusar. Aku takut pada apa yang mungkin akan dia lakukan. Dia tidak ingin mendengarku berbicara dan juga dia tidak ingin melihatku.
Aku tidak ingin menangis di hadapannya. Itu bukanlah yang dibutuhkannya saat ini. Aku keluar dari mobil secepat yang aku bisa.
Sebelum pintu mobil tertutup sepenuhnya dia memundurkan mobil dan melesat pergi Aku hanya berdiri terpaku di sana dan menyaksikan dia menjauh. Aku tidah mampu membantunya. Aku tidak diinginkan.
Airmata mengalir dengan deras sekarang. Dia sedang terluka. Hatiku hancur untuknya. Begitu dia tiba di sana dan melihat Hyunji dia akan meneleponku. Aku harus meyakini hal itu. Aku ingin menghubunginya namun telingaku masih berdenging dan hatiku masih sakit karena perkataannya.
Akhirnya aku berbalik untuk menatap rumah. Itu sangat besar, luas dan gelap. Tanpa kehadiran Jimin, tidak ada aura keramahan yang menyambut. Aku tidak ingin tinggal di sana sendirian tapi aku pun tidak memiliki mobil yang dapat kukendarai menuju rumah Seonjoo. Seharusnya aku tidak pindah dari sana. Terlalu cepat.
Segalanya bersama Jimin telah bergerak sangat cepat. Sekarang, semuanya sedang diuji. Aku tidak yakin siap akan ujian tersebut. Belum saatnya.
Menelepon Seonjoo dan mengatakan padanya bahwa aku butuh tumpangan ke tempat kerja dan kepergian Jimin bukanlah sesuatu yang ingin aku hadapi malam ini. Dia pasti akan menemukan ada sesuatu yang salah dengan hal ini dan akan membuatku merasa lebih buruk.
Aku mengerti ketakutan yang Jimin rasakan dan caranya bereaksi namun tidak demikian halnya dengan Seonjoo. Setidaknya kupikir dia tidak akan paham. Jimin telah memenangkan beberapa poin untuk kepentingannya sendiri di mata Seonjoo ketika dia menyematkan cincin di jariku dan aku ingin tetap seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallen Too Far (PJM)
عاطفية(completed) Yeorin baru saja berumur dua puluh tahun. Yeorin adalah putri ayah tiri Jimin yang baru. Yeorin masih naif dan polos karena menghabiskan tiga tahun terakhir merawat ibunya yang sakit. Tapi untuk Park Jimin yang berusia dua puluh tujuh...