67

199 30 9
                                    

-Jimin-

Tujuh hari dan Hyunji masih belum membuka matanya. Ibuku semakin jarang datang untuk menjenguk. Hoseok hyung mulai menjadi satu-satunya pengunjung yang selalu hadir dan menengok secara rutin.

Kim Jungil mampir sekali sehari selama beberapa menit setiap kalinya. Hanya Hyunji dan aku melawan dunia sekali lagi.

“Kau harus meneleponnya,” kata Hoseok hyung, memecahkan kesunyian.

Aku tahu siapa yang dia bicarakan. Yeorin tak pernah meninggalkan pikiranku. Aku merasa bersalah karena aku duduk di sini menatap adik perempuanku dan yang ada di pikiranku hanya Yeorin.

“Aku tak bisa.” Jawabku, tak mampu menatap Hosoek hyung.

Dia akan melihat aku menyerah jika aku melakukannya.

“Ini tak adil untuknya. Taehyung bilang Yeorin lama tak terlihat dan dia belum menghubungi Taehyung selama tiga hari ini. Taehyung tetap memeriksa keadaannya melalui Seonjoo, tapi bahkan Seonjoo tak yakin Yeorin akan bertahan lebih lama lagi. Kau hanya tinggal meneleponnya.”

Meninggalkanku mungkin adalah yang terbaik yang pernah Yeorin lakukan. Bagaimana aku bisa menjadi yang dia butuhkan jika aku terbagi antara adik perempuanku dan Yeorin setiap waktu?

Aku tak dapat menjaga Hyunji tetap aman. Bagaimana bisa Yeorin mempercayaiku untuk menjaganya dan bayi kami tetap aman?

“Yeorin pantas mendapatkan yang lebih baik,” aku berhasil mengatakannya dengan keras, bukannya hanya mengatakannya di kapalaku.

“Ya, dia mungkin membutuhkannya. Tapi Yeorin menginginkamu.”

Ya Tuhan, itu menyakitkan. Aku juga menginginkannya. Aku menginginkan bayi kami. Aku menginginkan kehidupan yang aku berpura-pura dapat kami miliki. Bagaimana aku bisa memberikan padanya jika adikku tak pernah bangun lagi?

Aku akan terkungkung dalam rasa sakit dan rasa bersalah. Aku tak akan menjadi laki-laki yang pantas untuk Yeorin. Hal ini akhirnya akan menghabisiku pelan-pelan sampai aku tak pantas untuk siapapun.

“Aku tidak bisa,” adalah yang bisa kukatakan.

Hoseok hyung menyumpah dan berdiri, mengenakan jaketnya dari lantai sebelum dia keluar kamar dan membanting pintu di belakangnya. Dia tak mengerti. Tak ada seorangpun yang mengerti. Aku hanya menatap dinding di seberangku. Aku mulai merasa mati rasa. Aku mulai kehilangan semua yang pernah aku cintai.

Pintu terbuka dan aku menoleh mengharapkan melihat Hoseok hyung. Tetapi yang terlihat adalah Kim Jungil. Aku sedang tidak dalam suasana hati untuk menemuinya, dia mengabaikan dua orang yang paling aku cintai di dunia di titik yang sama di kehidupan mereka.

“Kenapa kau harus datang ke sini? Seperti kau peduli,” aku membentak.

Dia tidak merespon. Dia melangkah ke kursi yang baru saja Hoseok hyung tempati dan duduk di atasnya. Dia tak pernah duduk dan tinggal lama.

Kenyataan bahwa dia akan melakukannya saat ini membuatku terganggu. Aku perlu menyendiri.

“Aku memang peduli. Ibumu tak tahu aku di sini. Dia tak akan setuju dengan apa yang akan kukatakan padamu. Tapi kupikir kau pantas untuk tahu.”

Tak ada satupun yang lelaki itu akan katakan yang ingin aku dengar tapi aku tetap diam dan menunggu. Semakin cepat dia mengatakannya semakin cepat dia akan pergi.

“Hyunji bukanlah anak perempuanku. Ibumu sudah tahu dari dulu. Dia menginginkan Hyunji menjadi anakku tapi kami berdua tahu saat dia mengetahui bahwa dirinya hamil bahwa itu tak mungkin. Kami telah berpisah selama lebih dari delapan bulan saat dia menghubungiku. Ibumu baru saja tahu kalau dia sedang hamil dan dia ketakutan. Dia masih mencintai ayahmu yang merupakan awal dari alasan berakhirnya hubungan kami. Aku tak bisa jika harus dibandingkan dengan seorang legenda seperti Park Minhyuk. Aku ingin cukup bagi seseorang. Aku tak pernah cukup untuk Sooah. Tapi aku mencintainya dan dia khawatir tentang bagaimana dia dapat membesarkan seorang anak lagi. Aku masih muda dan bodoh sehingga aku kembali padanya dan kami membicarakan tentang pernikahan. Aku mengatakan padanya aku harus memikirkannya.”

Fallen Too Far (PJM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang