76

159 20 10
                                    

Yeorin.

Aku melangkah ke dapur untuk melihat Ayahnya Jimin yang sedang menggoreng bacon dan menyiulkan salah satu lagu dari hits nomor satunya. Aku tidak bisa menahan senyum di wajahku. Dia memutar kepalanya dan pandangannya bertemu padaku. Raut wajahnya bukanlah salah satu hal yang aku harapkan untuk aku lihat pada bintang rock terkenal. Dia mengingatkanku pada seorang ayah.

"Selamat pagi, sunshine. Aku membuatkanmu dan cucuku sarapan. Aku berusaha membantu, tapi aku takut aku telah mengatakan pada Jimin sesuatu yang dia tidak ketahui dan dia sedikit terkejut. Dia pergi ke luar untuk membuat panggilan telepon. Dia akan kembali dalam beberapa menit," katanya sambil menusuk bacon dengan garpu dan meletakkan masing-masing irisan pada kertas tisu yang dijajar di atas piring.

Aku melirik melewatinya ke jendela untuk melihat Jimin berbicara di telepon dengan penuh perhatian.

"Apa yang Anda katakan padanya?" Tanyaku, bertanya-tanya apakah aku harus pergi memeriksanya.

"Hoseok dan Hyunji memiliki sesuatu hal untuk sementara ini. Hyunji akhirnya mengacaukan segalanya untuk yang terakhir kalinya dan itu sudah berakhir. Jimin tidak tahu tentang hal itu."

Mulutku ternganga saat perkataannya lenyap. Hoseok dan Hyunji? Masa sih?

"Aku juga terkejut. Tidak mengira bahwa anak itu bodoh. Tebak, dia belajar dengan cara yang sulit hanya karena itu menarik, bukan berarti itu bersinar."

Aku melihat kembali ke luar pada Jimin. Dia berdiri dan menyelipkan telepon ke dalam saku. Aku bertanya-tanya apakah dia menelepon Hyunji atau Hoseok.

"Kenapa kau tidak pergi duduk dan biarkan aku mengambilkanmu piring? Apakah kau suka jus jeruk atau susu atau keduanya? Si bayi mungkin membutuhkan sedikit dari keduanya."

Aku mengalihkan perhatianku kembali ke Ayahnya Jimin saat dia berdiri di sana memegang piring dengan bacon, telur dan wafel di atasnya. Apakah dia memasak semua itu untukku?

"Wow. Itu terlihat lezat," jawabku.

"Ini. Aku membuat sarapan pembunuh. Sekarang duduklah dan biarkan aku memberi makan dirimu."

Aku menggigit bibir bawahku agar tidak menyeringai seperti idiot dan duduk di meja. Jimin membuka pintu dan berjalan kembali ke dalam saat ayahnya menaruh sepiring makanan di hadapanku.

"Jangan khawatir tentang tunangan cantikmu. Aku punya semua yang dia butuhkan."

Jimin menyeringai pada ayahnya kemudian menuju ke arahku. Dia membungkuk dan menempatkan ciuman di atas kepalaku.

"Kau tampak cantik," bisiknya.

"Apakah kau baik-baik saja?" Tanyaku, tidak mampu menahan kekhawatiranku. Aku perlu tahu dia tidak marah tentang Hoseok dan Hyunji.

"Ya, aku baik-baik saja. Aku rasa Hoseok Hyung lebih bijak dan semuanya akan baik-baik saja."

Aku mengerutkan kening. Hoseok bijak? Apa maksudnya?

"Kita akan membicarakannya nanti. Makanlah," katanya sambil mengedipkan mata dan berjalan untuk menyiapkan piringnya sendiri.

Ayahnya Jimin menaruh segelas jus jeruk dan segelas susu di depanku, kemudian mengambil kursi di sebelah kiriku. Dia memegang secangkir besar kopi di tangannya tapi itu saja.

"Anda tidak makan?" Tanyaku sambil minum dari cangkir yang mengepul.

Dia menggeleng. "Tidak. Aku hanya minum sarapanku."

Jimin meletakkan piring di sisi lainku. Dia telah menumpuk piringnya dengan segala sesuatu yang tersisa. Rupanya, dia lapar. "Maaf aku tidak bisa membantu Ayah menyelesaikannya, tapi terima kasih telah memasak."

Fallen Too Far (PJM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang